Manado, BeritaManado.com — Dugaan kasus amoral oleh Wakil Ketua DPRD Sulawesi Utara (Sulut), James Arthur Kojongian (JAK) telah menjadi isu nasional.
Terkini, desakan sejumlah pihak mengalir menuntut Badan Kehormatan (BK) mengambil sikap tegas.
Dosen Kepemiluan Universitas Sam Ratulangi Manado, Ferry Daud Liando ikut berpendapat terkait langkah yang mesti dilakukan BK.
Menurut Ferry Liando, BK dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya perlu memahami dugaan pelanggaran kode etik anggota DPRD.
Hal tersebut kata Liando, mengacu pada Peraturan Tata Beracara BK.
“Itu wajib ada. Sebab Tata Beracara BK menjadi pedoman bagi anggota BK dalam pengambilan keputusan secara objektif,” jelas Liando kepada BeritaManado.com, Selasa (2/2/2021).
Menurut dia, tanpa panduan Tata Beracara, BK akan kesulitan menyelidiki.
Sebab kata Ferry, Sidang BK adalah proses penyelesaian, mendengarkan keterangan masyarakat atau pelaku, memeriksa alat bukti dan mendengarkan pembelaan pelaku.
“Tugas BK membuktikan tiga hal, apakah anggota DPRD yang dipersoalkan melanggagar hal-hal dilarang, melanggagar apa yang diwajibkan dan melanggar kepatutan sebagai wakil rakyat,” tegas Ferry yang pernah menjadi Majelis Sidang DKPP dalam tugas mengadili dugaan pelangggaran kode etik penyelenggara pemilu periode 2018-2020.
Ia menjelaskan, jika dugaan pelanggaran etik anggota dewan telah terekspose di media massa, BK wajib memproses tanpa menunggu aduan publik.
Lanjut Liando, dalam proses pembuktian, BK wajib melakukan tua cara yaitu klarifiaksi atau pemeriksaan secara tatap muka, demi mengetahui kebenaran atas suatu dugaan pelanggaran kepatutan.
“Kemudian proses verifikasi dengan mengecek kepada pihak yang mengetahui melalui tatap muka, alat bukti lainnya, atau keterangan yang menjelaskan peristiwa,” terangnya.
Berikut ujar Ferry, adalah penyeledikan.
Tahap ini mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai pelanggaran.
Untuk membantu BK, sangat dimungkinkan melibatkan saksi ahli.
Ia menambahkan, proses di BK bisa tidak lanjutkan atau batal jika terjadi tiga ketentuan.
Pertama, parpol telah membatalkan status keanggotaan parpol yang bersangkutan.
Kedua, terduga secara resmi mengundurkan diri sukarela, dan ketiga dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, karena melakukan tindak pidana berupa KDRT dengan ancaman pidana penjara 5 tahun atau lebih.
“Satu diantara tiga hal itu terpenuhi, bisa diakukan PAW tanpa proses sidang etik BK. Sebab syarat PAW apabila status keanggotaan parpol dicabut dan terbukti bersalah oleh pengadilan,” tandasnya.
(Alfrits Semen)