Jakarta, BeritaManado.com — Rencana konser musik Band Coldplay di Jakarta pada November 2023 sempat menimbulkan polemik.
Hal ini memunculkan sikap pro-kontra di tengah masyarakat akan rencana tersebut.
Pasalnya, latar belakang Band Coldplay yang mendukung hak-hak LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender) menjadi alasannya terjadi beberapa penolakan.
Namun tak sedikit juga yang tak mempermasalahkannya karena yang dilihat adalah musiknya.
Hal ini kemudian melatar belakangi survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) yang bertajuk “Sikap Publik atas Rencana Konser Coldplay di Indonesia”.
Ternyata, hasil survei justru menunjukkan bahwa mayoritas publik Indonesia bersikap terbuka dan menerima rencana kedatangan Coldplay.
Secara politik dan sosial, rencana kedatangan band asal Inggris tersebut di Indonesia diterima.
Secara politik, mayoritas pendukung semua partai dan bakal calon presiden (bacapres) juga bersikap terbuka terhadap rencana itu.
Secara sosial, hampir semua pemeluk agama dan berbagai kelompok sosial lain juga bersikap demikian.
Adapun sebagaimana hasil presentasi Direktur Riset SMRC, Deni Irvani, melalui kanal YouTube SMRC TV pada Selasa, 30 Mei 2023, survei yang dilakukan melalui telepon pada 23-24 Mei 2023 itu menunjukkan sekitar 33 persen warga yang tahu bahwa Coldplay akan konser di Jakarta pada November 2023 nanti.
“Dari yang tahu, 84 persen berpendapat bahwa band tersebut boleh datang untuk konser di Indonesia karena musiknya, bukan sikap mereka terhadap kelompok minoritas seksual LGBT,” ungkap Deni Irvani.
Sementara yang menolak konser Coldplay karena band tersebut mendukung hak-hak LGBT hanya 9 persen atau hanya sekitar 3 persen dari total populasi, sedangkan yang tidak punya sikap 7 persen.
“Secara umum tidak ada penolakan yang signifikan terhadap konser band Coldplay. Yang menolak konser Coldplay karena band tersebut mendukung hak-hak LGBT jumlahnya sangat kecil,” jelas Deni.
Di sisi lain, dari kacamata politik (dukungan partai dan bacapres) dan sosial, kedatangan Coldplay juga diterima.
Mayoritas pemilih partai politik di Indonesia dan pendukung tiga bacapres (Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, dan Prabowo Subianto) menyatakan Coldplay boleh datang ke Indonesia karena musiknya, bukan sikap mereka tentang LGBT.
Sementara secara sosial, kata Deni, penerimaan pada kehadiran band dengan vokalis Chris Martin itu di Indonesia juga kuat di hampir semua pemeluk agama dan pelbagai kelompok sosial.
“Pandangan sekelompok elite yang menolak konser Coldplay karena band tersebut dinilai mendukung hak-hak LGBT tidak mencerminkan sikap publik,” kata Deni.
Lebih jauh Deni menyatakan bahwa berita di berbagai media menunjukkan antusiasme yang tinggi dari para penggemar Coldplay untuk bisa nonton konser band tersebut.
Menurutnya, ini tidak mengherankan karena survei ini menemukan sangat banyak warga yang menyukai band ini.
Dari 41 persen yang tahu atau pernah dengar nama band ini, 51 persen di antaranya yang menyatakan suka. Hanya 39 persen yang tidak suka dan 10 persen tidak menjawab.
Dari total populasi sekitar 200 juta orang warga dewasa secara nasional, maka diperkirakan ada sekitar 40 juta warga dewasa yang menyukai band ini.
Tingkat kesukaan (likeability) pada Coldplay lebih tinggi pada warga di perkotaan, berusia lebih muda, pendidikan lebih tinggi, dan berpendapatan lebih besar.
Coldplay juga merupakan band dunia yang paling digemari masyarakat Indonesia saat ini.
Ada sekitar 5,1 persen warga yang secara spontan menyebut Coldplay sebagai band internasional yang paling disukai, di atas nama-nama band lainnya.
Survei ini dilakukan pada pemilih kritis atau pemilih yang punya akses ke sumber-sumber informasi sosial-politik secara lebih baik karena mereka memiliki telepon atau cellphone.
Ini memungkinkan pemilih tersebut untuk bisa mengakses internet untuk mengetahui dan bersikap terhadap berita-berita sosial-politik.
Mereka umumnya adalah pemilih kelas menengah bawah ke kelas atas, lebih berpendidikan, dan cenderung tinggal di perkotaan.
Mereka juga cenderung lebih bisa memengaruhi opini kelompok pemilih di bawahnya.
Total pemilih kritis ini secara nasional diperkirakan 80 persen.
Pemilihan sampel dalam survei ini dilakukan melalui metode random digit dialing (RDD).
RDD adalah teknik memilih sampel melalui proses pembangkitan nomor telepon secara acak.
Dengan teknik RDD sampel sebanyak 915 responden dipilih melalui proses pembangkitan nomor telepon secara acak.
Margin of error survei diperkirakan ±3.3 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen, asumsi simple random sampling.
(***/jenly)