Manado, BeritaManado.com — Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara (Sulut) Triwulan (TW) 1 2020 tercatat sebesar 4,27% (yoy), melambat dibandingkan pertumbuhan TW IV 2019 yang tercatat sebesar 5,45% (yoy) maupun dibandingkan dengan triwulan yang sama pada tahun 2019 yang tercatat tumbuh 6,57% (yoy).
Pertumbuhan Sulawesi Utara tersebut lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan nasional yang pada triwulan 1 2020 tercatat tumbuh 2,97% (yoy).
Pertumbuhan Sulut yang melambat terutama disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan di empat lapangan usaha (LU) utama yaitu LU konstruksi, perdagangan, pertanian dan transportasi.
Sementara itu, LU industri tercatat tumbuh menguat di Triwulan 1 2020.
Kontraksi pada LU transportasi menjadi faktor utama dari Sisi LU utama yang menyebabkan perlambatan perekonomian Sulut secara umum di TW 1 2020.
LU transportasi pada TW I 2020 tercatat terkontraksi sebesar 2,59% (yoy) menurun cukup jauh dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 8,77% (yoy).
Penumpang internasional yang tercatat terkontraksi sebesar 49,39% (yoy) dan penerbangan domestik yang tumbuh terbatas sebesar 0,03% (yoy) menjadi faktor dari sub LU transportasi udara.
Sementara itu, berkurangnya mobilisasi masyarakat sejak penetapan darurat bencana sejak akhir Februari 2020 sebagai langkah penanggulangan pandemi COVID-19, menyebabkan kinerja sub-LU transportasi darat relatif melambat dibandingkan triwulan sebelumnya.
Sementara itu, LU perdagangan dan konstruksi tercatat melambat.
LU perdagangan pada TW 1 2020 tercatat tumbuh sebesar 7,01% cukup kuat meski melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 10,00% (yoy).
Hal ini juga terkonfirmasi dari perlambatan survei indeks penjualan retail Bank Indonesia Sulut yang secara rata-rata tumbuh sebesar 14,39% (yoy) melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh sebesar 27,06% (yoy).
“Kami memandang bahwa perlambatan di LU perdagangan terutama terjadi akibat normalisasi permintaan masyarakat pasca periode permintaan tinggi di akhir tahun 2019,” ujar Kepala Kantor Perwakilan (KPw) Bank Indonesia (BI) Sulawesi Utara (Sulut) Arbonas Hutabarat, dalam siaran persnya pada Rabu (6/5/2020).
Adapun LU konstruksi tercatat tumbuh sebesar 4,43% (yoy) melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 6,20% (yoy), dimana hal ini sejalan dengan tertahannya pertumbuhan investasi dari sisi permintaan.
Perlambatan LU konstruksi juga terkonfirmasi dari pengadaan semen di Sulut yang selama triwulan 1 2020 tercatat terkontraksi sebesar 14,33% (yoy).
Sementara itu, kinerja LU pertanian sedikit melambat di tengah LU industri yang tumbuh menguat.
Dari sisi pertanian, Kinerja LU pertanian tercatat sebesar 2,26% (yoy), tumbuh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 2,76% (yoy).
Perlambatan LU pertanian disebabkan oleh faktor base effect dimana pertumbuhan pertanian pada TW I 2019 tercatat tumbuh tinggi sebesar 11,95% (yoy).
Selain itu, pertumbuhan sub-LU perikanan diperkirakan melambat sebagaimana ditunjukkan oleh kinerja ekspor perikanan (HS 03 dan HS 16) yang tercatat terkontraksi sebesar 9,94% (yoy) sehingga LU pertanian masih tumbuh terbatas.
Di sisi Iain, LU industri menjadi satu-satunya LU Utama yang tumbuh menguat yaitu sebesar 5,68% (yoy) menguat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 3,63% (yoy).
Menguatnya kinerja LU industri sejalan dengan kinerja ekspor minyak nabati (HS 15) yang tumbuh sebesar 1,23% (yoy) menguat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat terkontraksi sebesar 14,47% (yoy).
Hal ini sejalan dengan menguatnya harga CNO dunia pada TW 1 2020 yang secara rata-rata tercatat tumbuh sebesar 24,12% (yoy).
Dari sisi penqeluaran, melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulut di TW 1 2020 terutama disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan komponen konsumsi rumah tangga, pembentukan modal tetap domestik bruto (PM TB), dan konsumsi pemerintah.
Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga pada triwulan 1 2020 tercatat tumbuh sebesar 5,12% (yoy) melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 3,62% (yoy).
Melambatnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga sejalan dengan melambatnya pertumbuhan lapangan usaha utama pada perekonomian Sulawesi Utara.
Terbatasnya aktivitas sosial dalam rangka penanggulangan COVID-19 menyebabkan tingkat konsumsi pemerintah terutama pada subkomponen transportasi, rekreasi dan budaya serta penginapan dan hotel cenderung kontraktif.
Selain itu, normalisasi permintaan pasca periode permintaan tinggi di akhir tahun juga berkontribusi pada perlambatan tingkat konsumsi rumah tangga.
Adapun investasi tercatat tumbuh sebesar 4,19% (yoy) melambat cukup dalam dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 12,19% (yoy).
Terbatasnya aktivitas ekonomi akibat pandemi COVID-19 membuat pihak swasta menahan investasinya dalam jangka pendek sehingga investasi tumbuh relatif melambat.
Sementara itu, ekspor Sulut tercatat tumbuh sebesar 16,26 % (yoy) menguat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 2,65% (yoy), dikonfirmasi oleh menguatnya ekspor luar negeri yang tumbuh sebesar 1,75% (yoy) menguat dibandingkan triwulan sebelumya yang terkontraksi sebesar 9,70% (yoy).
Selain itu, ekspor Sulawesi Utara juga didukung dengan menguatnya perdagangan antar provinsi.
Data muat perdagangan dalam negeri dari pelabuhan di Sulawesi Utara tercatat tumbuh kuat sebesar 70,21% (yoy).
Ke depan, Bank Indonesia memperkirakan risiko dampak COVID-19 pada pada pertumbuhan ekonomi Sulut akan semakin besar.
Penutupan penerbangan internasional secara total, penurunan pertumbuhan ekonomi dunia, dan penutupan penerbangan domestik diperkirakan akan mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum.
Selain itu, pembatasan aktivitas sosial diperkirakan akan mempengaruhi perekonomian terutama dari risiko turunnya permintaan yang ditransmisikan pada penurunan insentif produksi.
Selain itu terdapat risiko tertahannya pertumbuhan konsumsi pemerintah seiring dengan penurunan pendapatan dan terbatasnya aktivitas yang bisa dilakukan.
Menyikapi berbagai tantangan dan risiko ke depan tersebut, Bank Indonesia senantiasa meningkatkan dan memperkuat koordinasi kebijakan dengan pemerintah guna mengurangi dampak pandemi COVID-19 pada perekonomian Sulut.
“Penguatan dukungan sistem pembayaran non tunai untuk mendukung kegiatan transaksi perekonomian terutama bagi pedagang di pasar tradisional secara online terus kami tingkatkan. Hal ini penting untuk menjaga aktivitas ekonomi tetap terjadi dalam perekonomian dan pada akhirnya akan menjaga pertumbuhan ekonomi yang tetap kuat di tengah pandemi,” kata Arbonas.
Implementasi kebijakan pemerintah pusat maupun daerah dalam rangka menjaga daya beli masyarakat melalui skema social safety net perlu terus didukung terutama bagi masyarakat miskin maupun masyarakat rawan miskin akibat shock pandemi COVID-19 pada perekonomian.
“Selain itu, kebijakan stimulus ekonomi lainnya seperti implementasi keringanan pembayaran pajak, keringanan pembayaran listrik untuk UMKM, dan restrukturisasi kredit diharapkan mampu menjaga dunia usaha tetap bertahan untuk siap di masa recovery perekonomian,” ungkap Arbonas Hutabarat.
(***/Srisurya)