MANADO – Formulir siluman yang terindikasi ingin mengelembungkan suara pasangan calon tertentu saat Pilkada 9 Desember lalu diduga pelakunya melibatkan oknum kepala lingkungan (pala) dan camat.
Formulir yang mencantumkan jumlah perolehan suara dari daftar pemilih tanbahan ini ternyata beredar di hampir semua Tempat Pemungutan Suara (TPS) di Kecamatan Mapanget.
Hal ini sangat dikecam anggota DPR RI Djendri Keinjem yang juga Ketua Tim Pemenangan pasangan calon dari PDIP. Ia meminta Bawaslu bahkan aparat
kepolisian untuk mengusut tuntas dan menghukum pelaku terutama aktor intelektual yang berani melakukan kecurangan ini.
“Aktor intelektual ada di kelurahan dan kecamatan serta di bagian Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil. Jadi, diduga atas arahan pasangan calon tertentu dan tim kampanye mereka tinggal menunggu hari dalam (masuk) penjara semoga polisi cepat memprosesnya,” ungkap pria asal Sonder yang akrab disapa Djek ini.
Rupanya laporan tentang kecurangan ini sudah sampai ke Bawaslu RI. Informasi yang diterima wartawan media ini bahwa ada dua tim dari dua pasangan calon yang melaporkannya ke Bawaslu juga ke pihak kepolisian.
Menurut pengamat hukum dosen Fakultas Hukum Unsrat Steven Voges berdasarkan Undang-undang Pemilu nomor 8 tahun 2015 tindakan seperti itu memang fatal
dengan ancaman kurungan badan alias penjara.
“Menurut Undang-undang jika ada pihak yang memberikan keterangan tidak benar atau mengunakan identitas diri palsu untuk mendukung pasangan calon tertentu (mengelembungkan suara) diancam 12 bulan dan paling lama 36 bulan dan denda paling sedikit 12 juta dan paling banyak 36 juta rupiah. Secara detail bisa dibaca di pasal 177 dan pasal 185 UU Pemilu,” ungkap Voges.
Dikatakannya juga dalam UU Pemilu pasal 189 diatur jelas soal hukuman kepada aparat negara termasuk Pala, Lurah, Camat, semua PNS sampai Polri dan TNI terancam dipenjara 6 bulan dan denda 6 juta rupiah.
“Banyak laporan warga tentang oknum Pala yang terlibat aktif memenangkan pasangan calon tertentu. Sekalipun incumbent memang tidak boleh karena perangkat kelurahan sampai kepala dinas itu harus bertindak netral. Kan yang gaji negara. Makanya diatur di Undang-undang. Nah, kalau memang ada oknum yang terlibat harus diproses hukum sampai tuntas supaya ada efek jera dan tidak ada lagi pihak-pihak yang salah menggunakan jabatannya. Kita harus taat pada aturan demi kehidupan bermasyarakat yang baik,” ujarnya.(ads)
MANADO – Formulir siluman yang terindikasi ingin mengelembungkan suara pasangan calon tertentu saat Pilkada 9 Desember lalu diduga pelakunya melibatkan oknum kepala lingkungan (pala) dan camat.
Formulir yang mencantumkan jumlah perolehan suara dari daftar pemilih tanbahan ini ternyata beredar di hampir semua Tempat Pemungutan Suara (TPS) di Kecamatan Mapanget.
Hal ini sangat dikecam anggota DPR RI Djendri Keinjem yang juga Ketua Tim Pemenangan pasangan calon dari PDIP. Ia meminta Bawaslu bahkan aparat
kepolisian untuk mengusut tuntas dan menghukum pelaku terutama aktor intelektual yang berani melakukan kecurangan ini.
“Aktor intelektual ada di kelurahan dan kecamatan serta di bagian Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil. Jadi, diduga atas arahan pasangan calon tertentu dan tim kampanye mereka tinggal menunggu hari dalam (masuk) penjara semoga polisi cepat memprosesnya,” ungkap pria asal Sonder yang akrab disapa Djek ini.
Rupanya laporan tentang kecurangan ini sudah sampai ke Bawaslu RI. Informasi yang diterima wartawan media ini bahwa ada dua tim dari dua pasangan calon yang melaporkannya ke Bawaslu juga ke pihak kepolisian.
Menurut pengamat hukum dosen Fakultas Hukum Unsrat Steven Voges berdasarkan Undang-undang Pemilu nomor 8 tahun 2015 tindakan seperti itu memang fatal
dengan ancaman kurungan badan alias penjara.
“Menurut Undang-undang jika ada pihak yang memberikan keterangan tidak benar atau mengunakan identitas diri palsu untuk mendukung pasangan calon tertentu (mengelembungkan suara) diancam 12 bulan dan paling lama 36 bulan dan denda paling sedikit 12 juta dan paling banyak 36 juta rupiah. Secara detail bisa dibaca di pasal 177 dan pasal 185 UU Pemilu,” ungkap Voges.
Dikatakannya juga dalam UU Pemilu pasal 189 diatur jelas soal hukuman kepada aparat negara termasuk Pala, Lurah, Camat, semua PNS sampai Polri dan TNI terancam dipenjara 6 bulan dan denda 6 juta rupiah.
“Banyak laporan warga tentang oknum Pala yang terlibat aktif memenangkan pasangan calon tertentu. Sekalipun incumbent memang tidak boleh karena perangkat kelurahan sampai kepala dinas itu harus bertindak netral. Kan yang gaji negara. Makanya diatur di Undang-undang. Nah, kalau memang ada oknum yang terlibat harus diproses hukum sampai tuntas supaya ada efek jera dan tidak ada lagi pihak-pihak yang salah menggunakan jabatannya. Kita harus taat pada aturan demi kehidupan bermasyarakat yang baik,” ujarnya.(ads)