Manado – Pelaksana Tugas (plt) Kepala Dinas Tata Kota (Distakot) Manado Amos Kenda kepada beritamanado, di ruang kerjanya (kamis, 19/1), mengatakan,
“Berpikirlah seperti Wali Kota, jangan bertindak seperti Wali Kota,” ujarnya terkait berbagai kebijakan-kebijakan yang harus dilakukan dinas yang dibawahinya.
Ungkapan yang dilontarkan Kenda, tidak lain untuk menghindari overlap (di luar batas kewenangan) di dalam pekerjaan atau pelaksanaan tugas-tugas yang diberikan.
“Jadi, kita harus berpikir sesuai dengan cara berpikir Wali Kota bukan seolah-olah sama dengan Wali Kota (bertindak seperti Wali Kota),” ujar Kenda.
Terkait lahan 16 persen, menurut Kenda belum menjadi kewenangannya. “Jika lahan itu sudah diserahkan sepenuhnya, maka kita akan diskusikan untuk penataannya, karena area itu selain untuk area penghijauan, juga akan menjadi ruang publik,” tuturnya.
Bagaimana dengan adanya penertiban Baliho yang belum habis masa berlakunya. “Untuk penertiban baliho, diserahkan kepada bidang pengawasan yang mengawasi setiap harinya, namun ada penertiban-penertiban khusus, seperti baru-baru ini ada acara Asean Tourism Forum. Jadi beberapa Baliho dan spanduk-spanduk diturunkan,” tegas Kenda.
Diungkapkan Kenda bahwa banyak ide yang ingin diterapkan Distakot, seperti halnya membuat area-area usaha informal (wisata kuliner, khusus tinutuan, gohu, nasi kuning dan lainnya). “Tapi kita harus mengikuti aturan-aturan (rules) yang ada, agar kebijakan-kebijakan yang kita ambil tidak overlaping,” ujarnya.
Alasan tersebut diambil Kenda karena dukungan masyarakat kita untuk saat ini belum cukup karena beberapa area yang disediakan sering disalah pergunakan.
Dicontohkannya, “jika kita duduk di Taman Kesatuan Bangsa (TKB), di sana… kita merasa aman tapi tidak nyaman yang artinya kalau torang duduk-duduk di sana, kage dorang kira le ….?,” ujar Kenda yang suka bercanda ini. (cha)
Manado – Pelaksana Tugas (plt) Kepala Dinas Tata Kota (Distakot) Manado Amos Kenda kepada beritamanado, di ruang kerjanya (kamis, 19/1), mengatakan,
“Berpikirlah seperti Wali Kota, jangan bertindak seperti Wali Kota,” ujarnya terkait berbagai kebijakan-kebijakan yang harus dilakukan dinas yang dibawahinya.
Ungkapan yang dilontarkan Kenda, tidak lain untuk menghindari overlap (di luar batas kewenangan) di dalam pekerjaan atau pelaksanaan tugas-tugas yang diberikan.
“Jadi, kita harus berpikir sesuai dengan cara berpikir Wali Kota bukan seolah-olah sama dengan Wali Kota (bertindak seperti Wali Kota),” ujar Kenda.
Terkait lahan 16 persen, menurut Kenda belum menjadi kewenangannya. “Jika lahan itu sudah diserahkan sepenuhnya, maka kita akan diskusikan untuk penataannya, karena area itu selain untuk area penghijauan, juga akan menjadi ruang publik,” tuturnya.
Bagaimana dengan adanya penertiban Baliho yang belum habis masa berlakunya. “Untuk penertiban baliho, diserahkan kepada bidang pengawasan yang mengawasi setiap harinya, namun ada penertiban-penertiban khusus, seperti baru-baru ini ada acara Asean Tourism Forum. Jadi beberapa Baliho dan spanduk-spanduk diturunkan,” tegas Kenda.
Diungkapkan Kenda bahwa banyak ide yang ingin diterapkan Distakot, seperti halnya membuat area-area usaha informal (wisata kuliner, khusus tinutuan, gohu, nasi kuning dan lainnya). “Tapi kita harus mengikuti aturan-aturan (rules) yang ada, agar kebijakan-kebijakan yang kita ambil tidak overlaping,” ujarnya.
Alasan tersebut diambil Kenda karena dukungan masyarakat kita untuk saat ini belum cukup karena beberapa area yang disediakan sering disalah pergunakan.
Dicontohkannya, “jika kita duduk di Taman Kesatuan Bangsa (TKB), di sana… kita merasa aman tapi tidak nyaman yang artinya kalau torang duduk-duduk di sana, kage dorang kira le ….?,” ujar Kenda yang suka bercanda ini. (cha)