Oleh Novry Topit
Saya merasa tertarik dengan tulisan yang di publish oleh kawan saya, Abineno BM yang diberi judul Gaduh di Kapal Pemerintahan Maurits – Hengky.
Tulisan yang mengulistrasikan kejadian nyata pasca Pilkada Kota Bitung, atau sementara perekrutan Dewan Direksi, dan Dewan Pengawas BUMD Kota Bitung, dan juga rekruitmen THL yang kesemuanya memumunculkan kegaduhan akibat dari keresahan oknum yang diistilahkan dengan “penghuni kapal” yang entah merasa kepentingannya tidak diakomodir atau memang kepentingannya tidak terakomodir akibat dari sistem yang diberlakukan.
Saya sebagai orang yang masuk kriteria sebagai penghuni kapal sebagai mana tulisan Abineno BM, ingin memberikan tulisan ini sebagai bentuk reaksi terhadap tulisan yang saya maksud, serta mencoba memberi pencerahan (konsturk berfikir) dari sudut pandang saya sebagai “penghuni kapal”.
Perumpamaan; Kapal Pilkada dan Kapal Pemerintahan
Dalam mengkonstruksi pemikiran kita mengenai kebijakan pemerintahan Kota Bitung, yang pertama kali harus kita pahami adalah beda status Maurits Mantiri-Hengky Honandar (MMHH) sebagai Calon Wali kota/Wakil Wali kota dan MMHH sebagai pejabat Wali kota/Wakil Wali kota.
Sebagai Calon Walikota/Wakil Walikota MMHH tentunya belum memiliki kewenangan untuk melaksanakan kebijakan, meski begitu banyak materi kampanye yg disampaikan sebagai wacana pra jabatan, dan di sisi lain MMHH juga harus membuka ruang kepada siapapun untuk memberikan dukungan, baik dengan kontrak politik ataupun sukarela.
Ketika menjabat MMHH dengan pasti telah memiliki kewenangan untuk mengendalikan jalannya suatu kebijakan pemerintahan, termasuk mengendalikan sistem di dalamnya, dan tentunya MMHH tidak hanya memikirkan pihak yang terlibat aktif dalam memberikan dukungan politik, tapi MMHH harus memikirkan kemaslahatan seluruh masyarakat Kota Bitung.
Jika kita mengibaratkan ini dengan kapal, penggambaran sebenarnya adalah, pada saat Pilkada MMHH menaiki kapal yang dibuat oleh element pendukung, katakanlah Kapal Tim Pemenangan, Kapal Relawan, atau Kapal lainnya yang terlibat aktif dalam memberikan dukungan.
Saat ini kondisinya berbeda, karena kita semua kembali pada fitra setelah Pilkada usai, yakni kita akan menaiki satu kapal saja. MMHH sebagai pengemudinya dan kita semua-entah penghuni kapal-kapal yang berhasil sampe dermaga, atau penghuni kapal-kapal yang terjungkilbalik diterjang ombak Pilkada, semuanya wajib menaiki satu kapal saja.
Yang harus kita pahami bahwa, kapal yang kita naiki ini adalah kapal yang diwariskan oleh pengemudi yang lama kepada pengemudi yang baru, sehingga butuh perbaikan baik dalam sistem pelayaran atau pemenuhan ABK-nya.
Melayani atau yang dilayani?
Pada prinsipnya hanya ada dua golongan penghuni kapal di luar pengemudi, yakni ABK (yang melayani) dan penumpang biasa (yang dilayani).
Yang dimaksud dengan ABK adalah PNS struktural dan fungsional (yang menduduki suatu jabatan politik ataupun tidak), perangkat BUMD, serta perangkat pembantu pemerintahan seperti THL, Pala, dan RT, serta stake holder lainnya yang memiliki relasi politik dengan pemerintahan.
Sedangkan penumpang biasa adalah masyarakat awam yang nantinya menjadi objek atau sasaran pelayanan dari stake holder pemerintahan.
Sebagai penghuni kapal yang siap layar, saat ini kita diberi kesempatan seluas – luasnya untuk berkompetisi menjadi ABK.
Namun, sebagaimana wacana yang telah sampaikan pada saat Pilkada, kapten MMHH yang mengendalikan kemudi tentunya ingin mencari ABK terbaik yang mampu memberikan pelayanan terbaik pada penghuni kapal. Sehingga, sudah sewajarnya sang kapten melakukan perekrutan terbuka untuk menyeleksi ABK yang nanti melaksanakan tugas pelayanan di saat kapal siap untuk berlayar.
Digitalisasi pelayanan kapal sudah dilaksanakan pada saat perekrutan ABK, oleh karenanya penting kedepannya seluruh penghuni kapal memahami pelayanan kapal berbasis digital agar akses pelayanan bisa tersalurkan dengan cepat, dan tepat.
Untuk penghuni kapal yang tidak mendapatkan amanah menjadi ABK layaknya tidak berkecil hati, apalagi sampai mencaci maki sang pengemudi, karena penghuni kapal akan sedia dilayani oleh ABK terbaik yang siap untuk melayani dengan penuh rasa tanggung jawab.
Untuk perekrutan ABK yang sedang berlangsung, baiknya ikuti saja mekanisme dengan sistem baru yang sedang diberlakukan. Tidak usah rusuh, dan gaduh dengan pertanyaan akan menjadi ABK atau tidak. Ikuti saja, dan pasrahkan, jika memang layak pasti amanah tidak kemana.
Percayalah, setiap penghuni kapal telah digarikan takdirnya, entah melayani atau dilayani. Yang jelas tidak ada yang akan terabaikan, karena yang tidak menjadi ABK jelas akan dilayani oleh ABK.
Kontribusi Untuk Bitung Hebat
Lepas dari pengandaian di atas, sebagai masyarakat Kota Bitung sudah selayaknya kita berfikir apa yang hendak kita berikan untuk kemajuan Kota Bitung. Setidaknya, sebagian besar Tim Pemenangan MMHH telah memberikan kontribusi yang nyata dengan mendukung dan mensuksesi MMHH menjadi Walikota.
Oleh karenanya, sangat naif jika kontribusi kita dalam mensuksesi MMHH sebatas dagangan politik, setelah kita membantu MMHH jadi Walikota dan Wakil Walikota, kemudian kita berharap diberikan jabatan, dan memaksa MMHH untuk mengabaikan hak masyarakat Kota Bitung.
Karena sekalipun sebagian masyarakat Kota Bitung, sekalipun ada di kubuh Calon yang kalah, bukan berarti MMHH juga harus mengabaikan hak mereka sebagai masyarakat Kota Bitung yang layaknya mendapatkan pelayanan yang sama tanpa pembedaan kubuh – kubuhan.
Pada perekrutan stakeholder BUMD dan Pemerintahan, MMHH sudah mengambil kebijakan yang benar dengan mengadakan sistem perekrutan terbuka. Ini sesuai dengan wacana MMHH yang disampaikan dalam program MMHH saat mereka kampanye, yakni penguatan SDM.
Disamping itu, seleksi secara terbuka adalah salah satu cara terbaik, bukan hanya untuk menyerap tenaga harian lepas lokal, tapi lebih dari itu tenaga harian lepas yang nantinya terpilih, merupakan terbaik diantara yang baik.
Langkah perubahan MMHH ini layaknya kita berikan apresiasi, karena MMHH tidak mengambil kewenangannya untuk bertindak semena-mena, dan melampaui batas keadilan, dan menyalahi asas objektifitas, sebagaimana pemerintahan sebelum-sebelumnya.
Ini merupakan langkah awal yang luar biasa, MMHH mengambil kebijakan yang layak dikatakan memenuhi unsur perubahan menuju perbaikan.
Jika kita kembali pada pengandaian kapal, maka sebagai penghuni kapal yang baik, marilah kita bertanya apa yang sudah kita berikan untuk kemajuan kapal kita, bukan bertanya apa yang kita dapat dari pengemudi kapal kita.
Untuk MMHH, tugas dari pengemudi kapal adalah membawa kapal sesuai dengan tujuan, tidak perlu khawatir dengan gelombang, karena sebaiknya kapal adalah kapal yang berlayar dengan kekuatan prima, sistem pelayaran yang modern, serta ABK yang berkualitas, serta memberikan pelayanan yang selayaknya.
Tidak perluh hawatir, karena kapal ini bukan hanya MMHH tapi kapal ini adalah milik kita semua, jadi kewajiban kita semua untuk memperbaiki kapal ini.
(***)