Seiring waktu, beranak-pinaklah para Dotu. Pemukiman makin padat maka turunan mereka mendirikan rumah-rumah pada dangkalan-dangkalan di tepi laut (delta; dalam bahasa lokal disebut tandusang).
Disangkakan mereka mendirikan rumah-rumah dengan tiang tinggi yang disesuaikan dengan pasang-surutnya air laut. Tiang-tiang rumah diambil dari pohon posi-posi dan lantai rumah dari kayu lolaro.
Kayu-kayu ini sejenis bakau dan hingga kini banyak tumbuh dipinggiran laut, bahkan Likupang dikenal dengan area hutan bakaunya yang luas. Lantai rumah terbuat dari nibong yang diambil dari pegunungan.
Istilah Linekepan dan Paka Omba
Nah, dari kondisi inilah lalu setiap bulan purnama ketika air laut pasang menjadi sangat besar gelombangnya sehingga pemukiman itu akan terendam air.
Apabila dilihat dari kejauhan perkampungan itu seperti tenggelam, sehingga dinamailah lokasi ini dengan nama Linekepan.
‘Linekep’ dari bahasa Tounsea yang artinya tenggelam. Seperti disebutkan diawal tulisan ini, perkampungan para Dotu sebelumnya yang telah ditinggalkan dinamai Minawanua Linekepan.
Seiring berputarnya waktu, datanglah nelayan-nelayan dari berbagai tempat seperti Ternate, Ambon, Bajo, Bugis, Mandar, Siau dan mereka ini mendirikan tempat tinggal sederhana berupa sabua (daseng) dipakai daerah ‘paka omba’ (pinggiran pantai).
Spanyol dan Portugis
Pada masa itu juga (diperkirakan abad permulaan masehi bahkan sebelumnya) berdatangan para pelaut bangsa asing dari Spanyol dan Portugis.
Beberapa diantara mereka telah berbaur dengan penduduk asli dan terjadi pertukaran budaya.
Bukti adanya transformasi antar budaya Malesung (Minahasa kuno) dan budaya Eropa terlihat dari adanya perubahan corak relief pada penutup dan badan waruga. Bukti lainnya adanya tarian katrili dan tarian polinese sebagai tarian tradisonal Minahasa yang sebenarnya terpengaruh budaya bangsa Barat.
Ada beberapa waruga dengan relief manusia berpakaian ala Eropa dan pada masa era ini, muncul beberapa waruga model memanjang seperti kebanyakan model kuburan yang ada saat ini.
Bentuk waruga memanjang seperti ini mencirikan bahwa para Dotu sudah mengenal kekristenan.
Diperkirakan ada beberapa gelombang masuknya beberapa suku bangsa lain berbaur dengan warga asli Likupang.
Jika dihubungkan dengan asal-mula masuknya agama Kristen di tanah Minahasa maka daerah Likupang diduga sudah lama ada hanya saja belum ditemukan bukti penunjang lainnya selain keberadaan relief di waruga tersebut.
Beberapa Tonaas yang cukup terekenal sebelum agama masuk di wilayah Linekepan yaitu:
1.Dotu Watupongoh, 2.Dotu Pinantik, 3.Dotu Tampanatu, 4.Dotu Rottie, 5.Dotu Turang Walelaki.
Pada tahun 1874, Graffland, menyebut ibukota Likupang ada diselat Bangka. Lokasi tebing sungai Likupang saat itu merupakan tempat kediaman hukum besar (terbesar), yaitu dengan 305 jiwa di kampung negeri baru, dan 116 orang burger (borgo).
Ada gereja tempat belajar dinegeri lain (daerah lain) yaitu Sarawet (123), Likupang Atas (102), Paslaten (118). Ketiga gereja tersebut, sebetulnya merupakan satu kesatuan dengan sekolah.
Lalu ada Kamanga (82), Sawangan (133), Kokoleh (109), Kaweruan (148), Wangurer (96), Lumpias (266) dengan sekolah. Kemudian Batu (239), Werot (168), dan Paputuman (123). Penduduk seluruh distrik 2.138 orang.
Daftar nama yang pernah menjabat Hukum Tua Likupang, Setelah Zaman Tonaas dan Walian, yaitu:
– Toean Perempoean Anna Teterego thn 1500 – 1562
– Hendrik Pontoh (Hukum tua ke 3)
– Markus Jacob Donsu – Hendrikus Dorus Roring – Jacob Bojoh – Marcus Donsu – Efraim Bernadus Kalengkongan Sompie – Carolus Assa – Adrian Karamoy – Petrus Massing Bolang – Dengah Massing – Junus Maramis – Abo Denatus Rondonuwu
– Wellem Rumampuk 1957 (wakil) – Laurens Bolang – Wempie S. Bolang – Jacob A Pinangkaan
– Berens Sompie Maramis (1971 – 1976)- Hendrik Suat Luntungan PJS- Berens Sompie Maramis PJS
– Handri Watulingas 19xx – Lathinus Frans Bolang (PJS) – Piet Otto Boyoh (PJS)
– Yohanis Lampah (1981 – 1983)
– Berens Sompie Maramis (1983 – 1986)
– Alex Rawung PJS (1986 – 1988)
Data nama pejabat Likupang selanjutnya terdapat di Kantor Camat Likupang Timur.
Sumber informasi tulisan sejarah ini antara lain Ericfanno Rondonuwu (Tokoh masyarakat dan budaya Likupang/Keturunan Dotu Kalalo), dr.Fanny Lengkong (pemerhati sejarah budaya), Adrianus kojongian.blogspot, catatan mayor tua sonder Albertus Bernadus Waworuntu, N.Graafland “inilah kitab deri hal tanah minahasa” roterdam, 1874, Foto tropenmuseum nederland dan national archief of Australia.
Jika anda pembaca memiliki versi lain atau ingin menambahkan, mengoreksi, melengkapi atau ingin menyumbang tulisan terkait ‘Sejarah Likupang’ mohon menghubungi telp/wa: 082191321194 editor Yudith Rondonuwu. (*)
Baca juga:
- Sejarah Likupang Raya – Kabupaten Minahasa Utara yang Kini Viral Setelah Ditetapkan KEK Likupang (Bag-1/bersambung)
- Sejarah Likupang Raya – Kampung Tua Minawanua Adalah Sarawet Ure (Bag-2/bersambung)
- Pulau Komang di Likupang Mirip Tanah Lot di Bali
- Ini 5 Pantai Rekreasi di Likupang yang Ada Kulinernya