Manado, BeritaManado.com — Tim dari Asisten Deputi Wawasan Kebangsaan, Pertahanan, dan Keamanan, Sekretariat Wakil Presiden (Setwapres) berkunjung ke Manado, Kamis (29/2/2024).
Kedatangan tersebut bertujuan menyerap dan mendapatkan informasi mengenai implementasi Moderasi Beragama dan Rencana Aksi Daerah Penanggulangan Ekstremisme (RADPE) serta Program Kampung Moderasi Beragama di Kelurahan Taas, Manado.
Dalam agendanya di Manado, tim ini didampingi Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Sulut, sekaligus berdiskusi perihal kerukunan masyarakat di bumi nyiur melambai.
Ketua FKUB Sulut, Pdt Lucky Rumopa MTh, menjelaskan pertemuan banyak membahas perihal moderasi beragama serta tantangan dan peluang yang dihadapi.
Pdt Lucky Rumopa menegaskan bahwa kondisi kerukunan di Sulut sangat kondusif.
Memang, kata Lucky, ada riak-riak sosial yang seringkali menggiring persoalan tertentu ke ranah agama.
“Itu dilakukan oknum tidak bertanggungjawab yang dikemas dalam persaingan politik. Mereka menggunakan media sosial dengan cara-cara yang tidak beretika,” tegas Lucky.
Prinsipnya, tegas Lucky, keadaan Sulut rukun dan damai.
Ia juga menyampaikan pengalaman FKUB Sulut dalam menyelesaikan potensi konflik di beberapa tempat seperti Bolaang Mongondow, Kota Bitung, Minahasa Utara dan Minahasa Tenggara.
“FKUB Sulut selalu berupaya mengantisipasi ancaman radikalisme dan kekerasan lebih cepat,” katanya.
Kekinian, lanjut Lucky, upaya FKUB Sulut memperkokoh kerukunan semisal membangun pondasi mulai dari level pelajar.
Dan itu, kata Lucky, kian intens dilakukan dengan menggandeng siswa SMA sederajat se-Sulut.
“Kemarin forum kerukunan siswa baru terbentuk di SMAN 9 Manado. Kami upayakan bisa menjangkau ke lebih banyak sekolah lagi,” terangnya.
Lucky mengatakan, terobosan FKUB Sulut ini mendapat apresiasi dari tim sekretariat wakil presiden.
Terlebih, lomba pidato kerukunan FKUB Sulut yang fenomenal dua tahun lalu, di mana respons siswa sangat tinggi.
“Harapan kami ditindaklanjuti ke tingkat nasional dan tim menyetujuinya,” ujar Lucky.
Pertemuan juga membicarakan sinergitas kerukunan yang terus dibangun, khususnya dalam agenda pemilu.
Lucky menegaskan, koordinasi bersama kabupaten/kota dan unsur aparat keamanan aktif dilakukan pihaknya.
Lucky turut menerangkan sejarah toleransi warga Sulut yang sejak dulu telah hidup berdampingan.
Lucky mengisahkan, perbedaan agama di Sulut sudah dimulai sejak 1828 sejak kedatangan Kiai Modjo yang menyebarkan ajaran Islam, kemudian Johann Friedrich Riedel dan Johann Gottlieb Schwarz yang memperkenalkan ajaran Kristen.
“Waktu itu masyarakat masih mengenal kepercayaan animisme dan dinamisme. Nah, kehadiran tiga tokoh ini (Kiai Modjo, Riedel dan Schwarz) adalah mengedukasi warga dalam menanam, bekerja dan mengatur kampung. Dan semuanya dikerjakan dengan budaya Mapalus. Perjumpaan Kiai Modjon dengan tokoh Kristen tidak mengalami hambatan. Justru menjadi kekuatan dalam keberagaman,” jelas Pdt Lucky.
Dengan budaya kebersamaan dan majemuk sejak nenek moyang, Pdt Lucky yakin kerukunan Sulut semakin kuat dan terus mengangkat nilai-nilai kemanusiaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
(Alfrits Semen)