BITUNG—Kabupaten Mojokerto Provinsi Jawa Timur yang wilayahnya lebih kecil jika dibandingkan dengan Kota Bitung kalah dalam jumlah Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang ditargetkan setiap tahunnya. Hal ini terungkap ketika DPRD Kabupaten Mojekerto melakukan kunjungan kerja ke DPRD Bitung, Selasa (11/10).
Padahal romobongan tamu legislator Mojokerto plus 6 orang staf yang dipimpin Wakil Ketua DPRD Mojokerto, Djoko Afrianto ingin belajar ke Kota Bitung soal keberhasilan dalam hal pajak dan retribusi serta perijinan dan penanaman modal, tapi kenyataannya PAD mereka lebih tinggi jika dibandingkan Kota Bitung. Pasalnya menurut pengakuan Afrianto, PAD Mojokerto mencapai 43 miliar. Padahal bila dibandingkan dengan luas wilayah Kota Bitung, Kabupeten Mojokerto tidak mencapai setengah dari luas wilayah Kota Bitung yang mencapai 312 kilometer persegi yakni hanya sekitar 16 kilometer persegi.
Begitu pun dengan jumlah penduduk, kalau Kota Bitung sekitar 200 ribu jiwa sedangkan Mojokerto hanya sekitar 100 ribu jiwa. Mojokerto juga tidak memiliki laut dan pelabuhan dibandiungkan dengan Kota Bitung.
Pemaparan para legislator Mokokerto ini ternyata mengundang perhatian para anggota DPRD Kota Bitung yang menyatakan kagum dan heran dengan capaian PAD sebesar Rp43 miliar bila dibandingkan dengan Bitung yang hanya Rp23 miliar. “Kami kagum dan salut ternyata dengan kondisi wilayah serta jumlah penduduk yang jauh lebih kecil dari Kota Bitung, ternyata mampu menghasilkan PAD sebesar Rp43 miliar. Ini menjadi tantangan bagi SKPD di Pemkot Bitung,” ujar personil Komisi B, Nurdin Duke dalam dialog dengan para tamu legislator Mojolerto.
Meski PAD mereka terbilang jauh lebih besdar dari Kota Bitung, ternyata legislator Mojokerto mengaku mereka justru ingin mempelajari tentang sumber-sumber PAD lainnya yang dikelola Kota Bitung yang belum dilaksakan di Mojokerto.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Kota Bitung, Maurits Mantiri, mengaku jika PAD bukan hanya tergantung dari luasnya suatu wilayah atau banyaknya jumlah penduduk. Namun bagaimana pemerintah bisa menggarap atau potensi-potensi yang ada sebagai pendapatan daerah.
“Sebagai contoh, jika dibandingkan dengan Mojokerto yang memiliki sejumlah obyek wisata menarik dan pernah menjadi pusat Kejaraan Majapahit, dengan berderet puluhan candi peninggalan dan makam raja-raja Majapahit, serta Pendopo Agung yang diperkirakan berada di pusat istana Majapahit,” kata Mantiri.
Bahkan menurutnya, andalan lainnya Wisata Arung Jeram dan Lokasi Outbound Training OBECH Wilderness Experience, Pemandian Air Panas dan vila-vila peristirahatan yang tidak ada di Kota Bitung. Juga industri sepatu dan sandal, kerajinan emas, perak, dan patung batu.
“Demikian pengembangan Industri Kecil dan Menengah (IKM) dibawah pengawasan Dinas pariwisata dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan. Yang paling menonjol IKM, diantaranya tekstil, sepatu (anggota cluster alas kaki) sebagai pusat perkulakan sepatu yang merupakan pasar sepatu pertama terbesar di Indonesia, melayani pembelian partai maupun eceran, serta spesifikasi produk alas kaki terlengkap termasuk sepatu dan sandal casual, sepatu olahraga, sepatu safety for industry, dan sebagaianya,” katanya.
Lebih lanjut Mantiri mengatakan, jika potensi yang dimiliki Kota Bitung dikelola dengan baik maka tentu saja mendongkrak pendapatan daerah. Dan ia berharap ada banyak potensi yang belum digali dari 11 jenis pajak yang ada, baru delapan yang dilaksanakan.(en)
BITUNG—Kabupaten Mojokerto Provinsi Jawa Timur yang wilayahnya lebih kecil jika dibandingkan dengan Kota Bitung kalah dalam jumlah Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang ditargetkan setiap tahunnya. Hal ini terungkap ketika DPRD Kabupaten Mojekerto melakukan kunjungan kerja ke DPRD Bitung, Selasa (11/10).
Padahal romobongan tamu legislator Mojokerto plus 6 orang staf yang dipimpin Wakil Ketua DPRD Mojokerto, Djoko Afrianto ingin belajar ke Kota Bitung soal keberhasilan dalam hal pajak dan retribusi serta perijinan dan penanaman modal, tapi kenyataannya PAD mereka lebih tinggi jika dibandingkan Kota Bitung. Pasalnya menurut pengakuan Afrianto, PAD Mojokerto mencapai 43 miliar. Padahal bila dibandingkan dengan luas wilayah Kota Bitung, Kabupeten Mojokerto tidak mencapai setengah dari luas wilayah Kota Bitung yang mencapai 312 kilometer persegi yakni hanya sekitar 16 kilometer persegi.
Begitu pun dengan jumlah penduduk, kalau Kota Bitung sekitar 200 ribu jiwa sedangkan Mojokerto hanya sekitar 100 ribu jiwa. Mojokerto juga tidak memiliki laut dan pelabuhan dibandiungkan dengan Kota Bitung.
Pemaparan para legislator Mokokerto ini ternyata mengundang perhatian para anggota DPRD Kota Bitung yang menyatakan kagum dan heran dengan capaian PAD sebesar Rp43 miliar bila dibandingkan dengan Bitung yang hanya Rp23 miliar. “Kami kagum dan salut ternyata dengan kondisi wilayah serta jumlah penduduk yang jauh lebih kecil dari Kota Bitung, ternyata mampu menghasilkan PAD sebesar Rp43 miliar. Ini menjadi tantangan bagi SKPD di Pemkot Bitung,” ujar personil Komisi B, Nurdin Duke dalam dialog dengan para tamu legislator Mojolerto.
Meski PAD mereka terbilang jauh lebih besdar dari Kota Bitung, ternyata legislator Mojokerto mengaku mereka justru ingin mempelajari tentang sumber-sumber PAD lainnya yang dikelola Kota Bitung yang belum dilaksakan di Mojokerto.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Kota Bitung, Maurits Mantiri, mengaku jika PAD bukan hanya tergantung dari luasnya suatu wilayah atau banyaknya jumlah penduduk. Namun bagaimana pemerintah bisa menggarap atau potensi-potensi yang ada sebagai pendapatan daerah.
“Sebagai contoh, jika dibandingkan dengan Mojokerto yang memiliki sejumlah obyek wisata menarik dan pernah menjadi pusat Kejaraan Majapahit, dengan berderet puluhan candi peninggalan dan makam raja-raja Majapahit, serta Pendopo Agung yang diperkirakan berada di pusat istana Majapahit,” kata Mantiri.
Bahkan menurutnya, andalan lainnya Wisata Arung Jeram dan Lokasi Outbound Training OBECH Wilderness Experience, Pemandian Air Panas dan vila-vila peristirahatan yang tidak ada di Kota Bitung. Juga industri sepatu dan sandal, kerajinan emas, perak, dan patung batu.
“Demikian pengembangan Industri Kecil dan Menengah (IKM) dibawah pengawasan Dinas pariwisata dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan. Yang paling menonjol IKM, diantaranya tekstil, sepatu (anggota cluster alas kaki) sebagai pusat perkulakan sepatu yang merupakan pasar sepatu pertama terbesar di Indonesia, melayani pembelian partai maupun eceran, serta spesifikasi produk alas kaki terlengkap termasuk sepatu dan sandal casual, sepatu olahraga, sepatu safety for industry, dan sebagaianya,” katanya.
Lebih lanjut Mantiri mengatakan, jika potensi yang dimiliki Kota Bitung dikelola dengan baik maka tentu saja mendongkrak pendapatan daerah. Dan ia berharap ada banyak potensi yang belum digali dari 11 jenis pajak yang ada, baru delapan yang dilaksanakan.(en)