Tombulu – Jalan perkebunan Desa Rumengkor dan Desa Kaleosan Sampiri kedepan diproyeksikan menjadi akses baru lalulintas kendaraan dari Kabupaten Minahasa dan Kabupaten Minahasa Utara.
Proyek peningkatan jalan telah beberapa kali masuk di ruas jalan perkebunan tersebut dalam 4 tahun terakhir. Namun disayangkan, kondisi jalan tetap rusak parah akibat proyek peningkatan jalan selalu asal jadi.
Pemerhati pembangunan, Wirabuana Talumewo menduga jalan Rumengkor-Sampiri telah dijadikan “tambang emas” oleh oknum-oknum pemerintahan tertentu. Pembangunan jalan berorientasi proyek dan mengabaikan kualitas hasil pengerjaan.
“Sesuai temuan lapangan ternyata jalan perkebunan itu sudah sekitar tiga kali dimasuki proyek peningkatan jalan dengan total anggaran miliaran rupiah. Diduga kondisi jalan yang belum banyak diketahui masyarakat Sulut dijadikan tambang emas untuk meraup keuntungan dari proyek yang dikerjakan berkali-kali,” ujar Wirabuana Talumewo kepada beritamanado.com, Selasa (28/3/2017).
Pekerja media senior yang juga aktivis anti korupsi ini mengingatkan pemerintah agar pembangunan infrastruktur jalan sesuai perencanaan matang. Ruas Rumengkor-Kaleosan-Sampiri harus dibangun menggunakan aspal hotmix bukan sekedar aspal halua yang dikerjakan berkali-kali.
“Jalan perkebunan itu jenis tanah lilin dengan tekstur berbukit, jika hanya aspal halua meskipun 100 kali diaspal pasti cepat rusak apalagi pengerjaannya asal-asalan, tak ada cara lain selain aspal hotmix. Tapi saya melihat seperti disengaja aspal halua terus agar proyek berulang-ulang,” tukas Wirabuana Talumewo.
Sebelumnya diberitakan, mental para pejabat yang bekerjasama dengan pihak kontraktor membangun berbagai infrastruktur untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tampaknya masih sangat dipertanyakan.
Contohnya, proyek peningkatan jalan Rumengkor-Sampiri tertanggal 13 Oktober 2016 selama 75 hari kerja, nilai kontrak Rp.979.120.000, APBD Kabupaten Minahasa, pelaksana CV. Sumber Arteri, yang pelaksanaan proyek telah berakhir pada 31 Desember 2016 ternyata dalam kondisi memiriskan.
Pengaspalan dinilai asal-asalan membuktikan pelaksana proyek tidak memiliki kompetensi melaksanakan proyek ditambah pengawasan pemerintah yang tidak optimal menghasilkan proyek yang amburadul.
Pantauan BeritaManado.com, pembangunan tidak profesional batu dasar hanya diletakkan diatas tanah tanpa pengerukan tanah lebih dahulu.
Jalan yang sudah diaspal berada jauh diatas tanah, aspal yang lembek berakibat jalan yang sudah selesai diaspal seperti kue mentega, sekali dilintasi kendaraan aspal jalan langsung kendor.
Tampak pula jalan menurun sekitar 100 meter menuju hibrida yang sudah diaspal dan ditaburi pasir dalam kondisi kurang bagus. Diperkirakan jalan tersebut akan cepat mengalami kerusakan melihat kualitas pembangunan yang asal-asalan.
“Diduga ada main mata antara pelaksana proyek dengan pemerintah sebagai pemilik proyek, dimana pengawasan pemerintah? Proyek sudah selesai tapi yang jadi seperti jalan mentega,” tegas Jefry Makal, warga Rumengkor.
Anggota DPRD Sulut, Adriana Dondokambey mengingatkan pemerintah daerah serius melaksanakan pembangunan infrastruktur. Pembangunan harus berorientasi manfaat bukan berorientasi proyek.
“Artinnya, bukan sekedar membangun atau asal jadi. Jika benar ada permainan di proyek ini aparat hukum harus menyelidiki,” tandas Adriana Dondokambey yang menjabat Ketua Komisi 3 DPRD Sulut ini. (JerryPalohoon)