Manado – Kabupaten Kepulauan Talaud tinggal menghitung hari akan menggelar pemilihan langsung kepala daerah ketiga kali pasca-dimekarkan 2007 silam. Di balik keindahan alamnya dengan kontur pulau dan pantai berpasir putih, Talaud menyimpan kisah kelam.
Konon saat ditemukan kali pertama oleh pelaut Portugis ratusan abad lampau, mereka buang sauh di dekat Pantai Lirung dan mengira sudah tiba di surganya dunia —saking indahnya panorama alam pantai berpasir putih itu. “Paradiso..,” seru para pelaut merujuk ke kata Paradise dalam bahasa Inggris atau berarti surga dalam bahasa Indonesia. Hal mana oleh warga Talaud sendiri, kemudian menjuluki tanahnya dengan sebutan Bumi Porodisa.
Situs ensiklopedi terkenal, Wikipedia mengulas Talaud sebagai daerah kepulauan di perbatasan Utara Indonesia yang mengoleksi 48 desa sangat tertinggal, atau 34 persen dari total kampung. Desa kategori tertinggal terbanyak berjumlah 72 desa atau 54 persen. Sedangkan desa kategori maju hanya 17 desa atau 12 persen saja. Data ini adalah fakta yang dipaparkan dalam kondisi dan pembobotan/penilaian kriteria desa tertinggal oleh Kementrian Negara PDT.
Sebelum otonom pada 2007, Talaud adalah bagian dari Kabupaten Sangihe-Talaud. Daerah yang ditempuh selang 6 jam lewat laut dari Manado ini terbagi atas 19 kecamatan, 11 kelurahan dan 142 desa.
Data kependudukan terakhir pada 2008 menyebut, penduduk Talaud berjumlah 84.967 jiwa. Laki-laki berjumlah 43.282 jiwa dan perempuan berjumlah 41.685 jiwa. Ironi, Jumlah KK miskin adalah 6.159 (26,8%), dan jumlah pencari kerja 1.114 orang. Sementara di daftar pemilih tetap (DPT) yang baru ditetapkan KPU, jumlah warga dewasa yang menjadi wajib pilih lebih dari 60 ribu jiwa.
Namun jumlah pencari kerja atau warga menganggur yang seribuan itu termasuk paling sedikit di Sulut, sebagaimana data Badan Pusat Statistik provinsi tahun 2013 ini. Etos kerjalah yang menjadi penyelamat warga Talaud dari keterpurukan kemiskinan.
Menurut Kasenangan Rumewo, tokoh masyarakat senior dari Kepulauan Nanusa, masyarakat di daerah itu mengais rejeki dari hasil alam turun temurun, dari ayah ke anak, anak ke cucu dan ke keturunan selanjutnya. Di masa kini, menurutnya, dinilai hanya anak-anak PNS-lah yang terkesan hidup lebih santai, sementara anak petani dan nelayan tidaklah demikian.
Mengabdikan diri kepada alam telah menumbuhkan sikap dan etos kerja masyarakat Talaud ke setiap generasi yang hidup – Kasenangan Rumewo, lansia berbadan tegap tokoh Kepulauan Nanusa.
Talaud sebentar lagi segera ‘melahirkan anaknya’, daerah pemekaran baru bernama Talaud Selatan. Proses otonomisasinya merupakan dampak atas aspirasi masyarakat sendiri. Namun, banyak yang berharap mudah-mudahan pilihan ini tidak akan meninggalkan PR buat pemerintah. (Ady Putong)
Baca Juga: