Catatan Tenni Assa:
SULAWESI UTARA, meski daerah yang kecil dan jumlah penduduknya hanya 2 jutaan, tapi ternyata menjadi gudang Pahlawan Nasional.
Buktinya sampai saat ini sudah ada 11 putra-putri terbaik Sulut yang diberikan gelar Pahlawan Nasional oleh pemerintah.
Mereka itu adalah Dr GSSJ Ratulangi, Arie F Lasut, Maria Walanda Maramis, Piere Tendean, Robert Wolter Mongisidi, John Lie, LN Palar, BW Lapian, Mr AA Maramis, Arnold Mononutu, dan Bataha Santiago yang pada peringatan Hari Pahlawan tahun 2023 ini akan dianugerahi Pahlawan Nasional oleh Presiden Joko Widodo.
Selain ke 11 Pahlawan Nasional ini, Tim Peneliti, Pengkaji Gelar Daerah (TP2GD) Sulut di mana saya salah satu anggotanya, sudah merekomendasikan tokoh Peristiwa Merah Putih 14 Februari 1946 Charli Choezj Taulu menjadi pahlawan nasional.
Dan tim pemberi gelar dari pusat pada pertengahan tahun 2023 ini telah mengadakan pertemuan dengan TP2GD Sulut dan menyatakan persyaratan administrasi Ch Ch Taulu telah memenuhi syarat (TMS), tinggal menunggu penetapan.
Karena itu kalau tahun ini yang ditetapkan Bataha Santiago adalah wajar karena pahlawan asal Sangihe ini sudah diusulkan oleh TP2GD Sulut sejak tahun 2019 lalu.
Tidak hanya Ch Ch Taulu yang sudah diusulkan, TP2GD Sulut juga sudah menyidangkan calon pahlawan nasional lainnya yaitu Henk Ngantung, Daan Mogot serta Alex Impurung Mendur dan Frans Soemarto Mendur.
Sebagai jurnalis, tentu kita berharap Mendur Bersaudara (Alex dan Frans Mendur), juga bisa menerima gelar Pahlawan Nasional.
Karena foto-foto mereka pada peristiwa pembacaan teks Proklamasi kemerdekaan Indonesia oleh Soekarno-Hatta pada 17 Agustus 1945 lalu, dijadikan bukti kepada dunia internasional termasuk PBB dan Sekutu yang memenangi Perang Dunia II bahwa Indonesia tidak lagi menjadi daerah jajahan Jepang maupun Belanda yang datang mendompleng Sekutu dengan menetapkan NICA (Nederlansch Indische Civiele Administratie) Pemerintahan Sipil Belanda di Indonesia.
Bahkan jika membaca kisah Alex dan Frans Mendur dalam mempertahankan filem negatif, keduanya rela mempertaruhkan nyawa dari kejaran tentara Jepang yang ingin mengambil paksa hasil jepretan mereka.
Dan kamera dari Alex Mendur berhasil diamankan, sedangkan negatif filem yang ada di kamera Frans Mendur berhasil disembunyikannya. Dan foto-foto itulah yang menyebar sampai saat ini.
TP2GD Sulut sendiri belum menyidangkan usulan Pahlawan Nasional Mendur Bersaudara karena baik pengusul dan persyaratan yang dibutuhkan belum lengkap.
Ini hendaknya menjadi motivasi bagi para jurnalis di daerah ini dan juga pemerintah di Kabupaten Minahasa untuk bisa memfasilitasi sekaligus menjadi pengusul agar Mendur Bersaudara ini ditetapkan jadi pahlawan nasional.
Dengan pemberian gelar pahlawan nasional ini menunjukkan bahwa Sulut memegang andil besar dalam perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Apalagi dengan peristiwa 14 Februari 1946 yang dipimpin BW Lapian (Sipil) dan Ch Ch Taulu (Militer) yang berhasil merebut tangsi militer di Teling dan pemerintahan Belanda di Sulut.
Peristiwa heroik ini menjadi perhatian khusus Sekutu karena para Tentara Republik Indonesia Sulawesi Utara (TRISU) yang dipimpin Ch Ch Taulu telah menawan para pemimpin Belanda dan ribuan tentara Jepang yang ditawan di Wangurer Bitung.
Sebab dalam perjanjian Sekutu dan Jepang, Sekutu wajib menjaga keselamatan tentara Jepang yang kalah dan menjadi tawanan militer.
(***)