Manado, BeritaManado.com — Mungkin belum banyak orang berpikir bagaimana cara yang harus dilakukan manusia jika di saat yang tidak terduga, Indonesia termasuk Sulawesi Utara dilanda krisis pangan.
Entah itu karena kebijakan pemerintah negara-negara dunia menghentikan ekspor pangan maupun faktor lain seperti gagal panen dan sebagainya, maka diperlukan langkah antisipasi.
Dari kalangan akademisi sekaligus praktisi Kandidat Doktor Sjenny Malalantang yang kini sedang bersiap untuk ujian disertasi di Institut Pertanian Bogor (IPB) sukses melakukan ujicoba pengembangan Sorgum sebagai komoditi pangan alternatif.
Dikatakannya, bahwa krisis pangan bukanlah sesuatu yang diharapkan terjadi di bumi nyiur melambai maupun Indonesia secara umum, akan tetapi sebagai langkah antisipasi, maka sudah harus ada aksi nyata untuk menanam komoditi pangan alternatif.
“Sorgum dapat dijadikan komoditi pangan alternatif bagi masyarakat Sulut maupun Indonesia untuk menghadapi kemungkinan terburuk dari potensi terjadi krisis pangan daerah, nasional maupun dunia,” ungkap Malalantang.
Dijelaskannya, bahwa Sorgum memiliki kandungan nutrisi relatif tinggi, seperti karbohidrat, sehingga dapat dijadikan pilihan sumber pangan maupun pakan pokok.
Mengenai Sorgum itu sendiri, Malalantang mengatakan bahwa komoditi tersebut memiliki karakter ‘low glikemik indeks’ dan ‘free gluten’
Bahan pangan menyehatkan satu ini, diungkapkan Malalantang dapat dikonsumsi warga masyarakat, teristimewa mereka yang berkebutuhan khusus antara lain diabetes.
“Selain bulir-bulirnya, bagian Sorgum lainnya seperti batang serta daunnya dapat dijadikan pakan ternak yang juga menyehatkan,” jelasnya.
Keistimewaan Sorgum lainnya adalah mempunyai karakter tahan terhadap cuaca ekstrim seperti panas, hujan dan suhu tinggi.
Hal itu membuat Sorgum sebagai koditi yang ideal untuk dibudidayakan dan dapat menjadi alternatif serta komoditi tanaman unggul.
“Sorgum punya daya adaptasi yang luas, tinggi produktivitasnya, input pertanian relatif sedikit, tahan hama penyakit dan juga memiliki toleransi dalam situasi dan kondisi marginal.
Keunggulan Sorgum terletak pada kemampuannya dalam mempertahankan kapasitas produksi serta kualitas selama tahapan ratun.
Adapun sisi unik dan no istimewa dari Sorgum, yaitu jika sudah dalam masa setelah panen, Sorgum bisa tumbuh lagi, tanpa harus menguras tenaga untuk melakukan penanaman kembali.
“Budidaya Sorgum mudah dan biayanya juga murah, sehingga budidayanya bisa ditanam dalam metode monokultur atau tumpang sari dengan masa tanam 90 – 115 hari,” tandasnya.
Sjenny Malalantang sendiri saat ini memiliki lahan percontohan pengembangan Sorgum dengan 12 jenis varietas di wilayah Perkebunan Sorgum di Kelurahan Paniki Bawah Kecamatan Mapanget, Kota Manado.
Mengenai ancaman krisis pangan itu sendiri ternyata sudah diperingatkan oleh FAO dan PBB yang bakalan melanda dunia setelah gelombang Pandemi COVID-19 dan gejolak perang Ukraina dan Rusia saat ini.
“Indonesia adalah negara pengimpor gandum terbesar di dunia. Jadi mau tak mau, Indonesia termasuk Sulut harus menyikapi dan bersiap untuk menghadapi ancaman krisis pangan ini,” tuturnya.
Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi besar serta daya adaptasi yang sangat luas, dapat membuka peluang besar untuk budidaya dan pengembangan komoditi Sorgum ini.
(Frangki Wullur)