DULUNYA Likupang disebut Linekepan.
Linekepan adalah kata yang berasal dari bahasa Tounsea ‘Linekep’ yang artinya ‘tenggelam’.
Pelafalannya kemudian menjadi ‘Likupang’ sampai saat ini.
Istilah Linekepan yang berarti ‘tenggelam’ ditetapkan pendiri daerah ini (dotu-dotu) berdasarkan kondisi saat itu.
Pada waktu-waktu tertentu saat bulan purnama, yaitu ketika air laut pasang seringkali membuat pemukiman terendam air dan bila dilihat dari kejauhan perkampungan Likupang saat itu seperti tenggelam.
Adapun nama perkampungan ini awalnya oleh para Dotu disebut Minawanua Linekepan.
Likupang saat itu merupakan suatu wilayah yang terletak di paling ujung utara tanah Tounsea, salah satu suku yang mendiami tanah Minahasa, Provinsi Sulawesi Utara.
Lokasi awal mula pemukiman diperkirakan ada di Dusun Kijang, Desa Likupang Satu, cukup dekat dengan sungai besar yang masih ada sampai saat ini dan disini terdapat banyak waruga baik yang masih nampak maupun yang diduga sudah tertimbun dalam tanah.
Likupang pernah menjadi satu Kecamatan Likupang yang beribukota di Desa Likupang Dua.
Saat ini, Likupang menjadi tiga bagian yaitu Kecamatan Likupang Timur, Kecamatan Likupang Barat dan Kecamatan Likupang Selatan.
Selanjutnya dalam pengusulan adanya Kecamatan Likupang Induk/ Likupang Tengah dan Kecamatan Likupang Kepulauan hal ini terkait persiapan pemekaran menjadi Kabupaten atau Kota Likupang Raya.
Bermula dari DAS dan Marawuwung
Jika diuraikan sejarah munculnya Likupang yaitu bermula dari suatu tempat pemukiman yang terletak ditepian sungai (DAS; daerah aliran sungai) yang mengairi ujung tanah Tounsea.
Sungai ini bermuara ke laut utara pulau Sulawesi. Sungai ini posisinya menghadap ke beberapa pulau, yaitu pulau Bangka, pulau Gangga, pulau Talise, pulau Kinabuhutang, pulau Lihaga dan pulau Tindila.
Tempat bermuara sungai itu ada diarea yang disebut Marawuwung. Adanya proses alam menyebabkan perpindahan aliran sungai tersebut dan muaranya ke tempat seperti yang ada sekarang ini.
Keberadaan sungai ini membuat sekelompok orang dari daerah pegunungan dan hutan datang dan mendiami daerah tepiannya.
Dari waruga yang diduga berusia ratusan bahkan ribuan tahun dan masih ada sampai saat ini, terdapat relief tentang datangnya orang asing dari Barat. Itu artinya ada penduduk asli selayaknya sejarah tanah Minahasa pada umumnya.
Penduduk Likupang mula-mula hidup dari berburu dan bercocok tanam.
Mereka berburu di hutan sekitar tempat mereka. Hewan yang diburu antara lain anoa (sapi hutan endemik Sulawesi), babi hutan, rusa, babi rusa, longkoy (kucing hutan), yaki (monyet Sulawesi), patola (ular sawah), kawok dan momot (tikus hutan).
Mereka juga mengonsumsi jenis burung di atas tanah seperti weris, taktak dan bebek talaga sampai sebangsa burung terbang seperti Paniki (kelelawar), burung kumkum, burung makiang, burung kowou tapi tidak termasuk burung doyot, burung keteketenge dan burung suweko.
Ketiga burung yang disebut belakangan yaitu burung doyot, burung keteketenge dan burung suweko tidak diburu karena ketiganya dianggap sebagai burung pemberi tanda baik.
Burung doyot dan burung keteketenge dianggap pemberi tanda baik bagi orang yang tinggal di pedalaman dan burung suweko dianggap pemberi tanda baik bagi orang orang yang tinggal di pinggiran pantai dan kepulauan.
Selain berburu mereka juga bercocok tanam umbi-umbian, palawija dan padi.
Padi yang ditanam waktu itu adalah padi lahan jering atau padi ladang seperti padi Paniki, padi ombong (embun), padi temo dan padi burungan yang masih tetap ditanam dan dikembangkan sampai saat ini dengan nama ‘padi winuri’.
Disebut padi winuri karena sampai sekarang padi ini selalu ditanam oleh orang-orang Desa Winuri, Kecamatan Likupang Timur, pada setiap musim tanam.
Orang-orang Likupang mula-mula yang berdiam disepanjang tepi sungai ini hidup rukun dan damai.
Mereka membentuk kelompok dengan sistim sosial yang dipimpin oleh Walian (pemimpin agama Malesung) dan Tonaas (pemimpin masyarakat/ kelompok).
Waktu itu belum ada peperangan atau penyerangan antar kelompok maupun serangan dari luar baik invasi, infiltrasi, menguasai, menduduki maupun perampokan dari suku lain atau bangsa bangsa asing lainnya.
Daerah Likupang masih di dominasi hutan dan konon para dotu yang merupakan warga mula-mula Likupang memiliki ilmu yang tinggi diantaranya ilmu kebal, bisa terbang dan bisa menghilang (pergi ke daerah lain dalam sekejap mata).
Tempat yang didiami saat itu terletak di suatu areal dataran rendah dengan perbukitan-perbukitan kecil dan tanah yang subur karena terletak ditepian sungai.
Namun seiring waktu berjalan daerah itu sering terjadi banjir dan menggenangi tempat tinggal mereka. Hal inilah yang memaksa kelompok ini berpindah tempat ke arah Utara.
(bersambung)
Baca juga:
- Sejarah Likupang Raya – Kampung Tua Minawanua Adalah Sarawet Ure (Bag-2/bersambung)
- Sejarah Likupang Raya – Linekepan dan Pengaruh Portugis Spanyol (Bag-3/Selesai)
- Pulau Komang di Likupang Mirip Tanah Lot di Bali
- Ini 5 Pantai Rekreasi di Likupang yang Ada Kulinernya