Langowan, BeritaManado.com — Peristiwa bersejarah ini tampaknya tidak lazim dari yang biasa terjadi, apalagi yang bersentuhan dengan perkembangan suatu agama.
Adalah Gereja Katolik Stasi St. Vincentius Noongan yang benih perkembangannya dimulai dari seorang bayi.
Menurut Buku Sejarah Umat Katolik Stasi St. Vincentius Noongan pada tahun 1928, tepatnya tanggal 14 Maret, lahirlah seorang bayi laki-laki yang merupakan adank dari Keluarga Tuju-Wowiling.
Pada bulan yang sama, bayi tersebut dibawa oleh ayahnya ke Gereja Protestan (GMIM) Noongan dengan maksud untuk dipermandikan oleh Pendeta, namun akhirnya permohonan itu tidak dikabulkan, sehingga menimbulkan kekecewaan.
Bulan berikutnya hal yang sama dilakukan, akan tetapi hasilnya juga seperti dialami sebelumnya dengan beragam alasan, sehingga mengakibatkan sang ayah mengambil keputusan di hadapan para pimpinan jemaat GMIM sambil bersuara lantang “selamat tinggal zending Protestan, kami kembali ke Rooms Katholik”.
Bulan itu juga ayah bayi tersebut pergi ke Langowan dan menemui Pastor Paroki Langowan yang kemungkinan saat itu dijabat oleh Pastor J Hendriks MSC (menurut Buku Sejarah Berdirinya SD Katolik Santa Monica Langowan yang ditulis Herman Kaligis Sag).
Setelam memberikan keterangan, akhirnya Pastor menyetujui untuk membaptis bayi itu dengan syarat nanti tiga bulan kedepan baru bisa diterima dalam Gereja Katolik untuk dibaptis.
Sementara itu, Pastor J Hendriks MSC mengutus seorang Guru Jumat Katolik bernama Robert Kaat untuk melakukan penyelidikan tentang keluarga atau orangtua dari bayi itu dan ternyata tidak sesuatu halangan.
Setelah mendapatkan pelajaran agama Katolik dari Robert Kaat, maka pada bulan Juli 1928 bayi tersebut dibaptis di Langowan, tepatnya di rumah keluarga Guru Jumat Katolik Keluarga Kaat-Memah.
Dengan demikian, momentum pembaptisan pada tanggal 3 Juli 1028 itulah yang dijadikan awal mula sejarah perkembangan Gereja Katolik dan nama bayi tersebut adalah Barens Walter Tuju.
Bersama dengan bayi tersebut, ternyata ada orang lain juga yang dibaptis yaitu Melchias Tuju, Alfrits Soriton, Adrian Soriton, Darius Soriton.
Demikian seterusnya umat Katolik Stasi St.Vincentius Noongan berkembang, sampai pada suatu saat berhasil membangun gedunggereja darurat dari kayu dan atap rumbia di tahun 1935 dengan ukuran 6 x 10 meter.
Setelah diperluas sedikit pada tahun 1937, maka di tahun 1954 luas bangunan gereja kembali mengalami perubahan yaitu 7 x 21 meter, dimana pembangunannya diprakarsai oleh Pastor Paroki J Hendriks MSC.
Setahun berselang (1938) sebuah Sekolah Dasar Katolik berdiri kokoh di Noongan berdampingan dengan gereja saat ini dan memiliki tiga ruang kelas dan jumlah murid yaitu 107 orang.
Salah satu tokoh umat Stasi St Vincentius Noongan Dolfie Lumintang mengatakan bahwa sebaiknya buku sejarah yang ada direvisi atau disempurnakan untuk memperkaya pengetahuan dan iman umat.
“Sudah 90 tahun umat Katolik Noongan bertumbuh dan berkembang serta usia buku sejarah yang ditulis sejak 1996 kini telah berusia 22 tahun. Itu artinya ada hal-hal baru yang dapat ditambahkan ataupun menggali lebih dalam lagi data maupun informasi sejarah yang ada,” ungkapnya kepada BeritaManado.com, Rabu (26/11/2018).
Sementara itu, dalam penyusunan buku sejarah tersebut ada dua orang tokoh umat yang berperan penting yaitu Jan Tuju (anak dari almarhum Melchias Tuju, ayah dari bayi yang dibaptis) dan mantan Ketua Stasi Adrian Soriton, dimana keduanya merupakan juga bagian dari pembaptisan yang dilakukan pertama kali pada Juli 1928.
(Frangki Wullur)