Minut, BeritaManado.com – Pembangunan mega proyek Bendungan Kuwil Kawangkoan di Kecamatan Kalawat Kabupaten Minahasa Utara (Minut) kembali berpolemik.
Sejumlah warga yang menamakan diri Persatuan Masyarakat Adat melakukan aksi penolakan terhadap proses pembangunan waduk tepatnya pada bagian spillway, karena dinilai masih berstatus tanah adat.
Kepada sejumlah wartawan, Yan Wurangian selaku tokoh adat setempat mengaku pihaknya keberatan setelah mengetahui bahwa tanah adat tersebut sudah dibayar ke Pemerintah Desa Kawangkoan, sementara lahan pengganti belum diketahui keberadaanya dimana.
“Masyarakat hanya menuntut mana tanahnya? Katanya sudah dibayar ke Hukum Tua Kawangkoan, sudah ditukar guling? Lalu mana tanahnya? Sampai sekarang pemerintah desa hanya katakan sudah ada, tapi tidak tahu tanahnya dimana,” ujar Wurangian, Jumat (19/10/2018).
Menurut Wurangian, tanah adat yang menjadi lokasi spillway dulunya lokasi pekuburan tua-tua adat.
Kemudian karena info ada lahan pengganti, maka waruga yang ada di lokasi tersebut sudah dipindahkan ke lokasi sementara, sambil menunggu kejelasan lokasi tanah pengganti.
“Waruga sudah dipindahkan ke tempat sementara dan perjanjiannya akan dipindahkan kembali ke tanah yang ditukar guling. Kalau tanahnya sudah ada, maka masalahnya selesai. Hanya itu tuntutan kami,” tegas Wurangian.
PENJELASAN
NINDYA KARYA
Terkait aksi masa yang menghadang proses pembangunan spillway, Radityo selaku Kepala Proyek Bendungan Kuwil Kawangkoan dari PT Nindya Karya, akhirnya buka suara.
Ketika dikonfirmasi Jumat (19/10/2018), Radityo meminta agar permasalahan tanah seluas 5,5 Hektar (Ha) tersebut bisa ditempuh lewat jalur hukum sehingga tidak mengganggu proses pembangunan.
“Sebenarnya kalau ada yang mau klaim atau mau bertanya apa, bisa ke kantor Desa Kawangkoan, disana datanya ada semua. Atau bisa tempuh jalur hukum dan bukan menghentikan pekerjaan. Karena dengan demo seperti ini, progres kita terhambat, pekerjaan kurang maksimal,” ujar Radityo.
Ia menjelaskan, secara legal tanah pembangunan spillway sudah dilakukan pembebasan lahan dan ganti rugi dari pemerintah desa.
“Cuma memang sekarang yang diklaim sejumlah masyarakat bahwa itu tanah adat. Padahal tanah itu sudah dibayar oleh Balai Sungai. Sudah ada relokasinya. Kami sebatas pelaksana pekerjaan sesuai tanah yang ditunjukan pada kami,” jelas Radityo.
Bendungan Kuwil Kawangkoan sendiri merupakan proyek nasional yang menelan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebesar Rp1,5 triliun.
PENGAMANAN
POLISI DAN TNI
Sementara itu, di lokasi pembangunan spillway tampak berjaga-jaga anggota Polres Minut dan unsur TNI.
Radityo membenarkan bantuan pengamanan tersebut atas surat permohonan dari Balai Sungai dan dikoordinasikan bersama PT Nindya Karya sebagai pelaksana proyek.
“Untuk pengamanan bukan kami yang minta, tapi resmi dari Balai Sungai sebagai pemilik pekerjaan. Ini kan proyek nasional, tidak mungkin kalau berjalan tidak sesuai prosedur,” tambah Radityo.
Terpisah Kapolres Minut AKBP Alfaris Pattiwael SIK MH mengatakan, pengamanan perlu dilakukan apalagi pada proyek nasional.
“Jika ada masalah maka ditempuh lewat jalur hukum. Petugas kami hanya mengamankan lokasi agar pembangunan tetap jalan. Apalagi ini proyek nasional,” singkat Kapolres.
(FindaMuhtar)