Manado, BeritaManado.com — Salah satu penyakit yang tengah marak saat ini ialah hand, foot, mouth disease (HFMD) atau juga dikenal dengan sebutan flu Singapura.
Penyakit tersebut sangat mudah menular terutama terhadap anak di bawah usia 5 tahun.
Dilansir dari Suara.com jaringan BeritaManado.com dokter spesialis anak Prof. Dr. dr. Edi Hartoyo Sp.A(K) mengatakan bahwa, ada risiko terjadinya penularan flu Singapura selama musim mudik lebaran, mengingat akan banyak orang berkumpul saat satu waktu bersamaan.
“Kalau soal berpotensi memperluas (penularan), bisa iya. Apalagi kalau kita menggunakan sarana transportasi umum,” kata prof Edi saat konferensi pers virtual Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).
Penularan HFMD hampir sama dengan Covid-19, yaitu adanya kontak dengan penderita atau droplet.
Penularan bisa terjadi secara langsung misalnya karena batuk, bersin, terkena air liur secara oral dan dari kotoran atau feses.
Sementara penularan kontak tidak langsung juga bisa terjadi karena penggunaan handuk dari anak yang sebelumnya telah sakit Flu Singapura.
Maupun karena menyentuh mainan atau peralatan dari anak yang terinfeksi.
Itu sebabnya, HFMD dikatakan sangat mudah menular baik secara kontak langsung maupun tidak langsung terutama pada anak.
Prof. Edi menambahkan, orang tua terkadang tidak menyadari kalau anaknya sudah tertular virus HFMD. Sebab, penyakit tersenut memang tergolong ringan.
“Ini penyakitnya ringan, orang tua enggak sadar bahwa dia kena virus, akhirnya pulang naik bus, kumpul dengan orang banyak. Maka risiko untuk memperluas (penyebaran) bisa iya,” ujarnya.
Karenanya perlu cermat dalam melihat gejala terjadinya HFMD. Prof. Edi menyampaikan gejala-gejala khas dari penyakit tersebut berupa munculnya lesi di telapak tangan, kaki, dan mulut.
Kemudian anak mengalami demam, nyeri badan, sulit makan karena mengalami sariawan, pilek, hingga nyeri saat menelan.
Diagnosa Flu Singapura memang perlu dilakukan dengan pemeriksaan sampel melalui laboratorium dengan menggunakan sampel tinja, usap rektal, atau usap ulkus di mulut atau tenggorokan dengan metode PCR.
Tetapi, bila anak sudah mengalami tanda gejala seperti itu, prof. Edi menyarankan agar sebaiknya diisolasi terlebih dahulu.
(Erdysep Dirangga)