Kotamobagu – Tokoh adat Bolmong Raya (BMR) A.R Mokoginta, kembali mempertanyakan tentang draft usulan soal peraturan daerah (perda) kelembagaan adat, yang menurutnya telah diusulkan kepada para legislator (anggota dewan) DPRD Kota Kotamobagu periode sebelumnya, sejak tahun 2018 lalu.
“Karena, anggota dewan yang baru terpilih sudah dilantik maka kami mempertanyakan lagi, tentang tindak lanjut draft usulan tersebut kepada anggota dewan yang baru dilantik ini,” ujar mantan Pj. Bupati Bolaang Mongondow Selatan (Bolsel) ini kepada media, Rabu (16/10/2019).
Sebelumnya, di tahun 2018 dirinya yang juga merupakan tokoh adat di Bolmong raya (BMR) bersama beberapa tokoh adat lainnya, yakni Syahrial Damopolii, Longki Mokoginta, dan Holid Makalalag, atas inisiatif bersama telah memasukkan draft usulan perda kelembagaan adat kepada pimpinan dewan.
“Pak Ishak Sugeha saat itu yang menerima, tapi sampai saat ini tidak ada kabar lagi, seperti apa perkembangannya hanya sempat dibahas sekali di awal tahun 2019,” tambahnya.
Menurutnya, rancangan peraturan daerah (ranperda) yang sempat dibahas awal 2019 di DPRD Kotamobagu ini, memang sifatnya mendesak untuk dimiliki daerah kota kotamobagu yang hukum adatnya masih kuat.
“Selama ini pemberian gelar adat, pemberian sangsi adat, dan sebagainya tidak ada aturan atau dasar hukum yang mengatur, sehingga rentan masalah. Saya mencontohkan, jika pemberian sangsi adat kepada seseorang ditolak oleh orang tersebut, yang bersangkutan merasa keberatan maka bisa bermasalah hukum karena tidak ada peraturan jelas yang mengatur serta mengikat,” tambahnya.
Dirinya menegaskan, bahwa bukan adatnya yang bermasalah, tapi dasar hukum kelembagaannya yang dipertanyakan.
“Makanya perlu ada peraturan daerah (perda) kelembagaan adat, agar tidak serampangan membawa-bawa nama adat bolaang mongondow untuk kepentingan-kepentingan terselubung yang hanya sesaat, nah tugas dewan untuk turut merealisasikan perda tersebut dengan kewenangan yang mereka miliki,” ujar pensiunan birokrat ini kepada media.
Dirinya pun menambahkan, bahwa siap untuk berdiskusi terkait hal tersebut, dengan siapapun yang ingin mendapat pencerahan soal perda kelembagaan adat tersebut.
‘Selama ini edukasi ke masyarakat soal tersebut masih kurang, padahal soal perda kelembagaan adat ini merupakan hal yang penting dimiliki di suatu daerah yang adatnya masih kuat, maka masyarakat harus tahu soal ini, secara terang benderang,” tutupnya. (Fzp)