Manado, BeritaManado.com — High Level Meeting (HLM) Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Kota Manado 2021 digelar di lantai 3 Kantor Perwakilan (KPw) Bank Indonesia (BI) Sulawesi Utara, Kamis (17/6/2021).
HLM tersebut berlangsung antara Bank Indonesia Perwakilan Sulawesi Utara dan Pemerintah Kota Manado.
Wali Kota Manado Andrei Angouw, Wakil Wali kota Richard Sualang, Sekretaris Daerah Micler Pakar dan para jajaran serta OJK Suluttenggo hadir dalam HLM tersebut.
Mengawali HLM, Kepala KPw Bank Indonesia Sulut Arbonas Hutabarat menyampaikan perkembangan inflasi Kota Manado, beserta peran penting dan rekomendasi bagi TPID Kota Manado dalam pengendalian inflasi.
Struktur Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di Kota Manado didominasi 5 Lapangan Usaha Utama: Perdagangan (19,54%), Transportasi dan Pergudangan (15,72%), Administrasi Pemerintahan (10,07%), Informasi dan Komunikasi (11,43%) dan Konstruksi (9,48%).
Sementara dari sisi pengeluaran, perekonomian Manado digerakan oleh konsumsi rumah tangga dan investasi.
“Di tahun 2020, akibat pandemi COVID-19 yang menyebabkan penurunan aktivitas sosial ekonomi masyarakat dan meningkatnya ketidakpastian ekonomi, PDRB Manado terkontraksi 3,13% (yoy) lebih dalam dibandingkan kontraksi perekonomian Sulut sebesar 0,99% (yoy). Realisasi konsumsi dan investasi di Kota Manado cenderung menurun,” jelas Arbonas.
Sementara, meninjau inflasi Kota Manado, inflasi Tw-I 2021 sempat tertahan sebelum menunjukkan peningkatan pada awal Tw-II 2021 seiring dengan pemulihan konsumsi rumah tangga.
Namun pada bulan Mei 2021, Kota Manado mencatatkan deflasi sebesar -0,30% (mtm).
Berdasarkan data dari BPS, nilai ini merupakan yang terendah di Kota Manado sepanjang tahun 2021.
Ditinjau dari sumber penyumbang inflasi, tertahannya tekanan inflasi pada Mei 2021 di Kota Manado didorong oleh penurunan tekanan harga pada Kelompok Makanan, Minuman, dan Tembakau dan diikuti oleh Kelompok Transportasi.
“Berdasarkan analisa kami, hal ini disebabkan oleh pulihnya pasokan bagi masyarakat untuk memenuhi konsumsi pasca periode Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) yang lalu, sehingga keterjangkauan harga tetap terjaga,” kata Arbonas.
Disamping itu, adanya Surat Edaran Gubernur yang meniadakan kegiatan open house dan kebijakan penyekatan mudik lebaran dari Pemerintah pada saat Idul Fitri 2021 juga ditengarai memicu tertahannya konsumsi masyarakat.
Selanjutnya, berdasarkan analisis Bank Indonesia Sulut dari waktu ke waktu, komoditas Bawang, Rica, dan Tomat (BARITO), serta komoditas perikanan dan transportasi merupakan komoditas yang berisiko meningkatkan inflasi di Kota Manado.
Ditinjau dari Survei Pemantauan Harga (SPH) sampai dengan Minggu ke-4 Mei 2021, pergerakan harga komoditas BARITO di Manado cenderung volatile atau bahasa sederhananya gampang berubah.
Volatilitas harga ini salah satunya dipicu oleh ketergantungan yang tinggi dari Kota Manado terhadap pasokan dari daerah lain seperti Gorontalo dan Enrekang.
Hal ini menyebabkan pergerakan harga sangat tergantung pada pergerakan harga di daerah tersebut, dan kelancaran arus distribusi.
“Berdasarkan data historis, komoditas cabai rawit dan tomat cenderung mengalami kenaikan pada akhir tahun, sehingga hal ini perlu menjadi perhatian kita bersama untuk menyusun strategi pengendalian inflasi di paruh kedua 2021 ini,” ungkap Arbonas.
Disamping BARITO, komoditas perikanan juga menjadi komoditas pangan strategis di Kota Manado yang berisiko meningkatkan inflasi.
Pada bulan April 2021, kenaikan harga tertinggi terjadi pada komoditas perikanan yang berkontribusi sebesar 0,88% (mtm) terhadap inflasi Kota Manado.
Lima komoditas perikanan penyumbang inflasi tertinggi adalah ikan cakalang, ikan malalugis, ikan deho, ikan tude, dan ikan oci.
Pergerakan harga komoditas perikanan sangat tergantung pada kondisi cuaca, sehingga kebijakan yang tepat akan membantu mengurangi risiko ketidakpastian ketersediaan pasokan di Kota Manado.
Mengingat bahwa pengendalian inflasi di Kota Manado sebagai salah satu Kota IHK di Sulawesi Utara sangatlah penting, terutama untuk komoditas strategis cabai rawit dan perikanan yang pada tahun ini berpotensi inflasi, maka Bank Indonesia Sulut merekomendasikan beberapa hal untuk pengendalian inflasi di Manado tahun 2021.
Beberapa rekomendasi yang dimaksud, yaitu:
a. Meningkatkan kemandirian pangan melalui Program BARITO (Bertanam Bawang, Rica, dan Tomat);
b. Memperkuat lembaga kelompok tani, nelayan, pedagang cabai, dan tomat sayur;
c. Melakukan pemantauan harga komoditas strategis (perikanan dan barito), serta data pedagang di Manado dan luar daerah yang melakukan kerja sama dengan Manado.
d. Mendorong pemanfaatan platform penjualan online, termasuk penggunaan QRIS untuk digitalisasi ekonomi;
e. Operasi Pasar Strategis dalam mengantisipasi kenaikan harga (jika dinilai perlu oleh TPID);
f. Mendorong penguatan implementasi Kerjasama Antar Daerah (KAD);
g. Mendorong penyusunan konsep pengendalian inflasi melalui pendirian Pasar Induk.
h. Mendorong pembentukan sistem pertukaran informasi dan komunikasi yang efektif dan efisien antar TPID Kab/Kota; dan
i. Himbauan pada masyarakat untuk bijak berbelanja dan tidak menimbun pasokan bagi pedagang.
9. Kerjasama dan sinergi yang baik antar lembaga, khususnya melalui TPID, menjadi kunci keberhasilan menjaga inflasi di angka yang rendah dan stabil.
“Namun demikian, kita tetap harus waspada mengingat banyaknya tantangan dalam pengendalian kedepan yang masih harus kita hadapi,” ucap Arbonas.
Ke depan, koordinasi intensif dan sinergi antar dinas/instansi terkait yang sudah sangat baik ini perlu dipertahankan, dan senantiasa ditingkatkan dengan berpedoman pada prinsip 4K yaitu ketersediaan pasokan, keterjangkauan harga, kelancaran distribusi, serta komunikasi yang efektif.
“Bank Indonesia akan senantiasa berperan aktif dalam TPID untuk bersama mengendalikan inflasi demi kebaikan kita semua,” pungkas Arbonas.
(srisurya)