Kakaskasen, BeritaManado.com — Sebuah babak baru kehidupan umat Katolik Kakaskasen hingga saat ini belum diketahui kapan pastinya dimulai.
Namun, dengan catatan sejarah yang ada, berbagai pendapat bisa dijadikan referensi untuk menandakan hadirnya peradaban kehidupan umat beriman di wilayah yang diapit oleh Gunung Lokon dan Gunung Mahawu ini.
Merujuk pada berbagai cerita serta literatur sejarah dan budaya Minahasa, bahwa kehadiran umat Katolik di bumi Malesung ini sudah ada sejak zaman penjajahan bangsa Portugis dan Spanyol yang terjadi sekitar tahun 1500-an melalui karya Pater Diego de Magelhaes SJ.
Namun sayangnya, di masa penjajahan Portugis dan disusul Spanyol pada rentang waktu 1500 – 1600-an, belum ditemukan dokumen baptisan umat Katolik yang menurut cerita sejarah sudah terjadi di berbagai wilayah seperti Manado Tua, Minahasa, Siau, Kaidipan dan daerah lain.
Baru pada tahun 1868, jejak-jejak bersejarah mulai terdeteksi dengan hadirnya kembali para misionaris dari Ordo Serikat Jesus (SJ).
Tepat pada 19 September 1868, di Langowan terjadi peristiwa bersejarah dengan dibaptisnya sejumlah orang, dimana salah satunya adalah anak pertama sang perintis kembalinya misi Katolik di Minahasa Daniel Mandagi, dimana buku baptis atau Liber Baptizatorum I saat ini masih tersimpan di Sekretariat Paroki St. Petrus Langowan.
Peristiwa bersejarah itu menurut catatan Daniel Mandagi yang ada hingga saat ini terjadi di kediaman seoran Pendeta NZG yaitu Abraham Obez Schaafsma melalui kehadiran Pater Johanes de Vries SJ.
Sebelum ke Langowan, Pater Johanes de Vries SJ juga mendarat di Pelabuhan Kema dan sempat membaptis beberapa orang disana.
Adapun terjadinya pembaptisan tersebut bermula dari kerinduan Daniel Mandagi agar anaknya dapat dibaptis oleh seorang imam Katolik.
Namun karena di Langowan saat itu tidak ada imam Katolik, maka ia mengoba untuk minta agar anaknya dibaptis oleh Pendeta Abraham Obez Schaafsma, namun keinginan tersebut tidak dikabulkan.
Berbekal pengalaman hidup di Pulau Jawa semasa dinas militer sebagai Tentara KNIL Minahasa, maka Daniel Mandagi menulis sepucuk surat kepada Uskup Batavia Mgr Petrus Maria Vrancken Pr dan akhirnya diputuskan Pater Johanes de Vries SJ ke Minahasa (Kema dan Langowan).
Dari peristiwa bersejarah inilah dapat ditarik benang merah sejarah perkembangan umat Katolik Kakaskasen yang saat ini memiliki nama pelindung St Fransiskus Xaverius dan dirayakan setiap tanggal 3 Desember.
Sejumlah misionaris Jesuit yang pernah melayani umat di Langowan juga tercatat dalam Buku Baptis yang ada di Sekretariat Paroki St Fransiskus Xaverius Kakaskasen.
Adalah Pater Joan Petrus Nicolaus van Meurs SJ yang menjadi imam Katolik pertama di salah satu paroki Keuskupan Manado yang empat tahun lagi (2025) akan merayakan Yubelium 150 tahun pembaptisan pertama.
Dikutip dari https://www.fxkakaskasen.com/, Pater van Meurs sendiri saat itu ditugaskan secara khusus untuk melayani umat di wilayah Minahasa dan Manado, termasuk Kakaskasen.
Selama bertugas, imam Jesuit ini tidak leluasa berkarya, karena masa tugas dibatasi oleh Pemeirntah Kolonial Belanda hanya tiga bulan dalam satu tahun.
Kunjungan pastoral Pater van Meurs di Minahasa dan Manado turut membawa rahmat yang istimewa bagi umat Katolik Kakasksen secara khusus.
Pada akhir tahun 1875 hingga awal Januari 1876, Pater van Meurs membaptis sejumlah umat di Kakaskasen, dimana dalam Liber Baptizatorum I tercatat ada 19 orang yang dibaptis dan hanya berselang beberapa hari pada 6 Januari 1876, 24 orang juga dibaptis.
Dari 19 orang yang dibaptis Pater van Meurs Desember 1875, ada dua keluarga yang seluruh anggotanya dibaptis yaitu Keluarga Sondakh-Mamuaya (suami-istri dan empat orang anak), kemudian Keluarga Sondakh-Angow (suami-istri dan empat orang anak juga)
Momentum pembaptisan inilah yang diyakini menjadi awal mula perkembangan umat Katolik Kakaskasen.
Kemudian, pembaptisan setelah momentum bersejarah tersebut dilakukan satu kali dalam satu tahun, dimana hal menarik dalam peristiwa yang menyertai setelah momentum baptisan pertama, yaitu keluarga yang dibaptis Pater van Meurs itu menjadi Wali Baptis dari umat yang dibaptis kemudian.
14 September 1905, bertepatan dengan Pesta Salib Suci, Pater Petrus Anthonius Wintjes SJ menulis dalam buku St. Claverbond (1906), bahwa keadaan umat Katolik di Kakaskasen dan Kinilow mengalami perkembangan hingga mencapai sekitar 400 jiwa dan di Wailan sekitar 94 jiwa, sehingga secara total waktu itu sekitar 500 jiwa.
Jumlah tersebut tidak bisa dikatakan sedikit jika diukur dalam rentang waktu 30 tahun setelah baptisan awal 1875.
Dalam persekutuan, umat Katolik Kakaskasen mendapatkan pelayanan pastoral dan Sakramental dari imam Jesuit yang ditugaskan di wilayah Tomohon dan sekitarnya, namun untuk kegiatan keumatan belum terpusat pada satu gedung gereja.
Baru pada April 1907 ada pemberkatan gedung gereja dan sekolah di Kakaskasen, namun tidak ada keterangan pasti tanggal berapa dilaksanakan.
Catatan lain menuliskan bahwa, pada 27 April 1907, ada beberapa altar yang dikirim telah tiba di Tomohon, sehingga diperkirakan pemberkatan “gereja tua” terjadi sektiar akhir April di tahun tersebut.
Kesimpulannya, Pater van Meurs yang pernah melayani umat Katolik Langowan tahun tahun 1874, juga pada tahun 1875 melayani umat Katolik di Kakaskasen.
Tidak hanya di Kakaskasen, jejak pelayanan Pater van Meurs juga terdapat di sejumlah Paroki, seperti St. Petrus Langowan, Hati Kudus Yesus Tomohon, St. Yoseph Sarongsong, St. Antonius padua Tara-Tara dan Bunda Hati Kudus Woloan.
Mengenai cerita sejarah ini, Sekretaris Paroki St. Fransiskus Xaverius Kakaskasen Stefanus Ngenget, mengatakan bahwa pihaknya akan terus menelusuri informasi yang masih tersimpan dalam pengalaman pribadi umat.
“Kami berharap, kurang lebih tiga tahun kedepan menjelang Yubelium 150 tahun pembaptisan pertama, sebagian besar informasi sudah diinventarisasi untuk selanjutnya didokumentasikan dalam bentuk buku,” harapnya
(Frangki Wullur)