Manado, BeritaManado.com – Gerakan Masyarakat Awasi Kartel (GERMAK) menyoroti masalah kelangkaan minyak goreng dari sawit (MGS) yang meneror masyarakat Indonesia sejak akhir 2021.
Ironis memang karena kelangkaan MGS terjadi di Indonesia yang dikenal sejak tahun 2006 sebagai negara pengekspor crude palm oil (CPO)—bahan baku MGS terbesar di dunia.
Anggota GERMAK sekaligus Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePI) Jeirry Sumampow mengatakan, tahun 2021, menurut data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), produksi CPO Indonesia mencapai 46,8 juta ton dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 3,61 persen per tahun.
Produksi Minyak Goreng Sawit (MGS) baik untuk kebutuhan dalam negeri maupun kebutuhan ekspor sebenarnya selalu mencukupi.
Pada tahun 2021 total produksi MGS sebesar 22,4 juta kilo liter, sedangkan untuk ekspor MGS sebesar 11,82 juta ton setara 13,13 juta kilo liter dan untuk kebutuhan dalam negeri sebesar 5,8 juta kilo liter (25% dari produksi dalam negeri).
“Dengan postur bisnis seperti itu, semestinya MGS tidak langka di Indonesia. Jika sampai terjadi antrian mengular rakyat di banyak tempat dikarenakan kelangkaan MGS di pasaran, sudah jelas itu bisa terjadi karena dua hal. Pertama, buruknya tata niaga dan distribusi. Kedua, adanya permainan Kartel MGS terutama mereka yang memiliki kekuatan monopoli dan oligopoli dari hulu ke hilir atas produk MGS termasuk bahan baku MGS, dalam hal ini produk CPO,” ujar Jeirry dalam rilis ke BeriraManado.com, Senin (4/4/2022).
Untuk mengantisipasi kelangkaan dan memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap ketersediaan minyak goreng, maka pemerintah dalam hal ini Kementerian Perdagangan, telah melakukan berbagai inisiatif seperti melakukan operasi pasar dengan harga 14.000 dengan target 11 juta liter, kebijakan satu harga, kebijakan domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO) CPO serta produk turunannya melalui Permendag nomor 2 dan 8 tahun 2022, kebijakan harga eceran tertentu (HET) melalui Permendag nomor 6 tahun 2022.
Di awal bulan Maret 2022, Menteri Perdagangan pernah menyatakan total DMO yang terkumpul 573.890 ton dan yang terdistribusi 415.787 ton dalam bentuk minyak goreng curah dan minyak goreng kemasan ke pasar.
Jumlah DMO tersebut melebihi perkiraan kebutuhan konsumsi satu bulan yang mencapai 327.321 ton.
Akan tetapi dengan berbagai kebijakan tersebut, ternyata MGS tetap saja menjadi langka di pasaran dan kemudian harga MGS kemasan menjadi melambung tinggi setelah dilepas ke mekanisme pasar.
Pada titik ini, kinerja Menteri Perdagangan kemudian menjadi dipertanyakan.
“Kenapa masih terjadi kelangkaan? Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengungkapkan bahwa konsentrasi pasar MGS di Indonesia dikuasai oleh 4 produsen sebesar 46,5 persen,” ujar aktifis dan pengamat politik Ray Rangkuti.
Ia menilai, dengan sedikit ada pemain “penguasa bisnis” di sektor MGS, maka memungkinkan timbulnya adanya monopoli dan pengaturan harga MGS kemasan.
“Penguasa-penguasa ini dapat membuat terhambatnya program stabilitas harga MGS yang dilakukan oleh pemerintah,” tambah pendiri LSM Lingkar Madani (Lima) itu.
Sementara, Direktur Eksekutif Indonesia Budget Center Roy Salam mengatakan, problem langkanya MGS di bulan Februari-Maret 2022 yang kesulitan ditangani oleh Kemendag diduga salah satunya terjadi karena para produsen (pemilik pabrik) MGS menahan barang produksi.
Menurut dia, praktek kartel dan monopoli juga oligopoli dapat benar-benar nyata terjadi dan menyebabkan dampak sosial dan ekonomi serius dalam konteks penyediaan sumber daya esensial publik yang jaminan ketersediaannya dijamin oleh konstitusi dan menjadi tanggung jawab negara untuk mengadakannya dengan harga terjangkau.
Pada pertengahan Maret 2022, pemerintah merombak total kebijakan MGS dari semula berbasis perdagangan menjadi kebijakan berbasis industri melalui Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 8 Tahun 2022 tentang Penyediaan Minyak Goreng Curah untuk Kebutuhan Masyarakat, Usaha Mikro, dan Usaha Kecil dalam Kerangka Pembiayaan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Permenperin Nomor 8 Tahun 2022 mengatur tata kelola bisnis dan program minyak goreng curah bersubsidi mulai dari registrasi, produksi, distribusi, pembayaran klaim subsidi, larangan dan pengawasan.
Ditetapkan harga minyak goreng curah bersubsidi dengan HET Rp14.000/Liter atau Rp15.500/Kilogram dan MGS kemasan menggunakan harga pasar.
Diharapkan dengan adanya MGS curah subsidi dapat mengimbangi permintaan MGS kemasan dan juga dapat ikut menstabilkan harga.
“Belajar dari pengalaman sebelumnya, penyaluran MGS curah subsidi harus diawasi dan dipantau oleh masyarakat secara langsung. Praktek penyaluran yang tidak tepat sasaran, perilaku “aksi ambil untung” oleh pabrik, distributor dan pengecer dengan memanfaatkan situasi harga dan permintaan atas MGS yang masih tinggi juga praktek ambil untung dari klaim produksi dan distribusi oleh Kartel MGS harus dapat diawasi dan dicegah,” pesan Roy.
Berdasarkan kajian dan assessment singkat, GERMAK menyimpulkan beberala titik rawan korupsi dalam program MGS Curah Subsidi:
- Produsen minyak goreng kembali menerima atau membeli minyak goreng curah yang sudah keluar pabrik.
Hal ini berpotensi terjadi mengingat selisih harga minyak goreng curah dengan harga minyak goreng kemasan atau harga minyak goreng internasional
- Industri re-packing melakukan re-packing terhadap minyak goreng curah subsidi.
Permenperin 8 tahun 2022 telah melarang hal ini. Namun, selisih harga antara minyak goreng curah subsidi (Rp14.000 per liter) dengan minyak goreng kemasan (Rp25.000 per liter) yang tinggi membuat industry repacking tertarik untuk membuat minyak goreng curah subsidi menjadi minyak goreng kemasan.
3. Produsen minyak goreng curah tidak memenuhi komitmen produksi karena lebih memilih mengekspor minyak goreng tersebut keluar negeri. Hal ini terjadi karena harga minyak goreng ditingkat internasional lebih tinggi.
Ibrahim Fahmy Badoh dari NaraIntegrita menambahkan, perilaku yang sama oleh perusahaan-perusahaan MGS dapat terulang kembali dalam upaya Kemenperin menata tata kelola MGS.
Perusahaan tertentu dapat menolak atau memperlambat proses pendaftaran peserta program minyak goreng curah bersubsidi.
Terdapat 81 perusahaan industri yang wajib mengikuti dan berpartisipasi dalam program dan hingga saat ini terdaftar 72 perusahaan.
Selain mendaftar peserta, industri juga wajib memberikan data dan dokumen tentang sumber dan volume bahan baku, daftar distributor (D1 dan D2) sampai pada tingkat kabupaten/kota.
“Pengawasan atas produksi, distribusi dan penyaluran MGS curah bersubsidi mulai dari pabrik, distributor dan pengecer selama ini dilakukan oleh pemerintah. Akan tetapi dalam situasi kelangkaan MGS curah bersubsidi yang sangat berpotensi dimanipulasi dan diselewengkan maka peran aktif masyarakat dalam mengawal kebijakan menjadi sangat penting,” jelasnya.
Dalam konteks yang disebut di atas, maka GERMAK (Gerakan Masyarakat Awasi Kartel) dibentuk dalam rangka mengawal kebijakan penyaluran MGS sebagai salah satu sumber daya publik yang esensial agar sampai ke masyarakat dengan harga yang terjangkau sesuai dengan ketentuan pemerintah.
GERMAK akan melakukan pengawasan di DKI Jakarta dan 9 Provinsi lainnya bekerja sama dengan kelompok-kelompok masyarakat dan akan terus meluaskan jaringan pengawasan hingga ke tingkatan keluarga.
Terkait dengan kebijakan penyaluran MGS curah bersubsidi yang dilakukan pemerintah, maka GERMAK menyatakan sikap sebagai berikut:
- Mendukung program MGS curah bersubsidi yang dilakukan oleh pemerintah untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat atas MGS dengan harga terjangkau dan untuk menstabilkan harga MGS di pasaran;
- Mengajak masyarakat untuk ikut mengawasi pelaksanaan program MGS curah bersubsidi agar tidak dimanipulasi dan dapat disalurkan ke masyarakat luas dengan harga terjangkau;
- Melakukan pemantauan lapangan atas pelaksanaan program MGS curah bersubsidi mulai dari level, pabrik, distributor dan pengecer di 9 provinsi;
- Mengawasi kepatuhan pabrik, distributor dan pengecer atas program program MGS curah bersubsidi di 9 provinsi;
- Mengajak semua elemen masyarakat untuk ikut mengawasi MGS curah bersubsidi dan melaporkan jika terdapat ”permainan” dari pabrik, distributor dan pengecer;
- Membuat posko pengaduan MGH curah bersubsidi di 9 propinsi;
- Melaporkan dan bekerja sama dengan APH dalam pengungkapan penyelewengan distribusi MGS curah bersubsidi.
Gerakan Masyarakat Awasi Kartel (GERMAK) diinisiasi Ray Rangkuti (LIMA), Jeirry Sumampow (TePI), Ibrahim Fahmy Badoh (NaraIntegrita), Roy Salam (Indonesia Budget Center) serta Anggota Koalisi Pemantau di 9 provinsi.
(***/Finda Muhtar)