Catatan Menjelang Rakerda DPD PDI Perjuangan SULUT, 20 Agustus 2019
Banteng yang Terluka
Banteng, ialah hewan yang sarat dengan simbol kekuatan, keperkasaan dan ketangguhan.
Dia pantang menyerah. Bahkan dia akan lebih beringas disaat dia terluka.
Banteng ketaton, banteng ngamuk, menjadi idiom yang memang pas dengan situasi PDI Perjuangan yang disimbolisasikan pada hewan ini.
Layaknya banteng, PDI Perjuangan pun berjuang sekuat tenaga menghadapi sejarah panjang pergolakan politik bangsa Indonesia.
Ini tentu bermula dari semangat nasionalisme para founding fathers yang kemudian diformulasikan oleh Bung Karno juga termanifestasikan dalam ideologi politik Partai Nasionalis Indonesia (PNI) yang berdiri pada tahun 1927.
Dan dengan PNI inilah, tentu Bung Karno berhasil meletakan nilai dasar-dasar nasionalisme Indonesia hingga melahirkan Pancasila pada 1 Juni 1945 yang selanjutnya membawa bangsa Indonesia terbebas dari penjajahan dan menikmati kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.
Bung Karno menjadi Presiden pertama Republik Indonesia dan kemudian pada tahun 1955, PNI memenangkan pemilu pertama setelah revolusi kemerdekaan, juga dikenal salah satu pemilu yang demokratis.
Sayangnya, Bung Karno yang dikenal sangat progresif menolak dominasi barat, menggagas politik non block, tentu kurang disukai oleh block barat waktu itu.
Kegigihan mentalitas banteng pada Bung Karno hingga berani-beraninya bilang, go to hell with your aid, jelas membuat para neo imperialis itu marah.
Soekarno pun akhirnya ditumbangkan melalui konspirasi politik tingkat tinggi yang melahirkan rezim Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto.
Di rezim inilah, PNI dikerdilkan, bersamaan dengan Soekarno yang makin dikucilkan dari rakyatnya, hingga pada tahun 1973 PNI dilebur bersama 5 Partai lainnya dengan melahirkan Partai Demokrasi Indonesia (PDI).
Akal bulus untuk memusnahkan pengikut Bung Karno sementara waktu nampak berhasil. Banteng itu pun terluka!
Tapi, kecintaan rakyat Indonesia terhadap Bung Karno berhasil mengantar kembali keluarga Bung Karno, terutama Megawati Soekarno Putri ke Panggung politik melalui KLB PDI di Surabaya Tahun 1993.
Selanjutnya berhasil dikukuhkan sebagai Ketua Umum PDI yang sah pada Musyawarah Nasional (Munas) 22-23 Desember 1993 di Jakarta.
Situasi ini tentu tidak dikehendaki oleh penguasa Orba. Segala cara untuk menjatuhkan Megawati pun terus dilakukan, mulai dari menciptakan PDI tandingan (PDI Reshufle Yusuf Merukh), hingga cara-cara penggembosan dari dalam (16 pengurus) yang berujung pada konggres Medan yang dilegitimasi oleh Mendagri ketika itu, Yogie Suardi Memet.
Inilah yang kemudian memicu aksi mimbar bebas di halaman kantor PDI, jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, sebagai peristiwa Sabtu berdarah, 27 Juli 1996, yang juga dikenal dengan KUDATULI (kerusuhan dua pulu tujuh juli).
Setahun kemudian, yakni pada Pemilu 1997, PDI Pro Mega melakukan aksi “golput” karena larangan pemerintah untuk memilih Megawati.
Dari perjalanan sejarah panjang ini, ternyata tidak lepas dari peran sejumlah masyarakat yang merupakan warga Sulawsi Utara.
Bahkan, sejumlah tokoh Sulawesi Utara justru menjadi terdepan dalam memperjuangkan demokrasi yang di zaman Orba sangat terbelenggu itu.
Kasus KUDATULI misalnya, tidak lepas dari peran Binyo (anak-anak Manado, red), yang dengan gigih mempertahankan kantor PDI dari gempuran PDI Suryadi yang dibantu aparat.
Tidak sedikit jiwa yang melayang. Bahkan laporan dari komnas HAM, ada puluhan hingga ratusan korban yang hilang (atau dihilangkan).
Sementara di Sulawesi Utara sendiri, terjadi gerakan yang sangat masif mendukung Megawati Soekarno Putri dengan melakukan penolakan kepengurusan PDI Suryadi ketika itu.
Termasuk mengambil langkah hukum yang ditempuh PDI Pro Mega Sulut ketika itu dan terus berlanjut pada peristiwa demonstrasi mahasiswa yang muak melihat perilaku Soeharto ketika itu lalu berujung pada gerakan menumbangkan penguasa Orba pada 21 Mei 1998, juga melibatkan banyak mahasiswa asal Manado, termasuk Saya (Sandra Rondonuwu), Meidy Tinangon, dan lain-lain.
Ketika pemerintahan transisi Reformasi menggelar Pemilu 1999, Megawati pun merubah nama PDI menjadi PDI Perjuangan untuk bisa ikut pemilu pada tahun 1999 dan muncul sebagai pemenang.
Geliat Di Utara
Pemilu 1999 adalah masa kebangkitan PDI Perjuangan.
Banteng luka itu sembuh dan mengamuk.
Pulau Jawa dan Bali ketika itu merah total (metal).
Euforia ini justru kurang terjadi di Sulawesi Utara.
Meski lumayan mendapatkan suara, tapi PDI Perjuangan masih kalah dari Golkar.
Karena itu, PDIP hanya mampu menempatkan Fredy Sualang pada posisi Wakil Gubernur berpasangan dengan Gubernur AJ Sondakh dari Golkar.
Tapi dibalik itu, pada tahun 2004, salah satu kader terbaik partai berhasil melenggang ke Senayan.
Olly Dondokambey (OD) berhasil masuk sebagai Anggota Komisi XI.
Hanya setahun berselang, OD sudah dipercayakan sebagai Wakil Ketua Komisi XI.
OD pun makin populer dikalangan pengurus PDI Perjuangan, bahkan saat pemilu legislatif 2009 OD menjadi salah satu caleg DPR RI dengan perolehan suara terbanyak, yakni 237.620 suara.
Pada periode kedua di Senayan ini, OD langsung dipercayakan posisi Bendahara Fraksi PDI Perjuangan DPR RI.
Kepercayaan ini terus meningkat hingga kongress PDI Perjuangan Ke-III yang berlangsung di Bali.
Olly Dondokambey diberi kepercayaan besar sebagai Bendahara Umum PDI Perjuangan periode 2010-2015.
Tentu sebuah kepercayaan utuh diberikan kepada Olly Dondokambey mengingat posisi bendahara umum ini merupakan posisi yang sangat strategis dan vital dalam kaitannya menjalankan roda organisasi yang pasti membutuhkan banyak sekali perhatian, fokus dan konsistensi.
Selidik punya selidik, ternyata selain memiliki kemampuan yang mumpuni dari segi lobi dan pengelolaan keuangan, OD memang sudah dekat dengan Ibu Megawati dan Bapak Taufik Kiemas, sejak awal partai ini digawangi oleh Megawati.
Pada satu kesempatan ketika acara natalan PDIP di Sulut, Megawati pun buka rahasia.
Ternyata OD telah menjadi bagian dari pahit getirnya perjalanan PDIP yang penuh dengan darah dan air mata.
Tak heran, bila Ketua Umum Megawati mengenal betul sosok Olly Dondokambey.
Di mata Megawati, OD memiliki integritas, kualitas dan komitmen yang kuat.
Karena itu Megawati pun berpesan, “sebagai Ketua Umum partai, saya menitipkan Olly Dondokambey ke Sulawesi Utara untuk kemajuan Sulawesi Utara,” kata Megawati.
Artinya, Ibu Megawati sebetulnya lebih membutuhkan OD berada di Jakarta, mengawal berbagai kebijakan partai baik di parlemen maupun di pemerintahan.
Tapi demi kemajuan Sulawesi Utara, Megawati berbesar hari dan berharap Sulut segara berbenah menjadi daerah yang maju dan diperhitungkan di nasional maupun internasional.
Kepercayaan ini tentu tidak disia-siakan oleh Gubernur Olly.
Tak butuh waktu lama, pada periode pertama OD memimpin Sulut, langsung melakukan gebrakan.
Paling mutakhir adalah menjadikan Sulawesi Utara sebagai the rising star of world tourism di Kawasan Pasifik.
Ini bukan lagi mimpi, karena sebentar lagi, KEK Likupang akan dibangun bersamaan dengan pengembangan Bandara Sam Ratulangi serta KEK Manado Bitung.
Bahkan, berkat kepiawaian OD dalam me-lobi, Jokowi pun berjanji akan membangun jembatatan raksasa menyambungkan Bitung dan Pulau Lembe.
Ini tentu merupakan sebuah langkah raksasa yang hanya terjadi di era kepemimpinan Gubernur Olly Dondokambey dan Steven Kandouw.
Sinergitas Banteng
Memang harus diakui, pola sinerjitas adalah salah satu kunci keberhasilan pasangan ODSK dalam membangun Sulawesi Utara.
Komunikasi yang terbuka antara Gubernur OD dan Presiden Jokowi bisa terbangun dengan baik tidak bisa dipungkiri karena kedua pemimpin itu adalah kader partai yang berangkat dari ideologi yang sama, yakni semangat untuk memajukan bangsa yang adil dan sejahtera berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Dimana, semangat Bung Karno dalam Tri Sakti yakni Berdaulaut dalam Politik, Berdikari dalam Ekonomi dan Berkepribadian dalam Budaya adalah visi besar Proklamator Indonesia untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur.
Ini benar-benar dimaknai oleh para kader partai ini.
Apalagi, PDI Perjuangan sudah melewati sejumlah situasi yang paling sulit dan membuat para kader Banteng ini matang dalam politik dan teruji secara ideologis.
Sehingga, ketika rakyat memberikan kekuasaan kepada mereka, banteng-banteng ini pun langsung “mengamuk”.
Mereka langsung menyeruduk, menyerang, dan menerjang semua lini pembangunan yang harus diangkat, dikembangkan dan didorong demi tercapainya masyarakat yang adil sejahtera.
Gubernur atau Menteri
Berbagai terobosan Olly Dondokambey yang begitu brilian ini tentu membuat Presiden Jokowi berpikir panjang.
Dia membutuhkan sosok menteri yang teruji ideologinya, integritasnya, dan kemampuan managerialnya.
Tidak banyak orang yang memiliki 3 hal itu, seperti yang dimiliki oleh Olly Dondokambey.
Jokowi yang dikenal begitu profesional dan obyektif dalam menilai kinerja pembantunya, tentu akan sangat menyesal bila figur sekaliber OD dilepaskan saja.
Tapi Presiden Jokowi bukan tidak tahu, kalau rakyat Sulawesi Utara sedang membutuhkan sosok OD untuk memindahkan Sulut dari zona ala kadarya ke zona pertumbuhan ekonomi yang sangat cepat.
Memang Olly Dondokambey bersama Steven Kandouw sedang mempersiapkan semua itu.
Lantas apakah di tengah perhelatan besar ini tiba-tiba OD ditarik ke Jakarta? Ini tentu menjadi tanda tanya besar yang jadi pembahasan masyarakat.
Tentu rakyat Sulut sangat berharap agar OD masih bisa bersama-sama lagi menuntaskan banyak agenda pembangunan di periode yang kedua ODSK nanti.
Walaupun, ada pemikiran bahwa justru OD akan semakin leluasa membangun SULUT dari Jakarta, karena kiprah dan kemampuan OD justru kualitas dan kapasitasnya adalah Jakarta.
Dia hanya dipinjamkan Ibu Megawati untuk sementara waktu.
Pada saatnya, OD harus kembali ke habitatnya karena PDI Perjuangan memang sangat membutuhkan intensitas seorang OD.
Kita memang tidak bisa memungkiri, OD sedang bermetamorfosis menjadi Sam Ratulangi zaman now.
Namun demikian, ini bukan soal pilihan ganda. Gubernur atau Menteri.
Bagi kami, Gubernur atau Menteri, adalah pilihan linear yang sama-sama berbuah baik bagi rakyat Sulut.
Jadi apapun situasinya, rakyat Sulut percaya bahwa OD tetap akan memberikan yang terbaik bagi kemajuan Sulawesi Utara.
Banteng sebagai Benteng Penjaga Ideologi
Prestasi OD sebagai Ketua DPD PDI Perjuangan jelas sangat berhasil dan telah mampu memenangkan pasangan Jokowi-Ma’aruf bersamaan dengan membawa PDI Perjuangan pemenang di Sulawesi Utara dan menguasai mayoritas parlemen SULUT sebanyak 19 anggota, sekaligus mengirim 3 anggota DPR RI ke Senayan.
Secara politik, PDI Perjuangan berada pada posisi yang paling strategis.
Karena itu, jelang Konferensi Daerah (Konferda) DPD PDI Perjuangan SULUT 20 Juli 2019 tentu seluruh kader dan simpatisan, bahkan rakyat Sulawesi Utara sudah jelas menginginkan agar OD melanjutkan kepemimpinannya sebagai Ketua DPD PDI Perjuangan Sulut.
Dibawah kepemimpinan Olly Dondokambey PDI Perjuangan mengalami banyak kemajuan.
Bahkan, OD berhasil memenangkan sejumlah Pilkada seperti Minahasa, Minahasa Selatan, Minahasa Tenggara, Bolmong, Kota Kotamobagu, Bitung, Bolsel dan Bolmut sekaligus mengantar kader-kader muda potensial yang mampu menjadi pemimpin yang memiliki prestasi.
Diantaranya adalah Wakil Gubernur Steven Kandouw, Bupati Mitra James Sumendap, Ketua DPR Andrei Angouw, Wakil Bupati Minsel Franky Wongkar, Wakil Bupati Bolmong Yani Tuuk, Wakil Walikota Bitung Maurits Mantiri dan masih banyak lagi kader-kader yang sangat potensial.
Mereka semua adalah banteng-banteng yang menjadi benteng penjaga ideologi Pancasila dan UUD 1945.
Ini sangat penting bagi kita semua karena akhir-akhir ini, karena Pancasila kembali dirong-rong oleh kelompok-kelompok yang ingin mengganti ideologi negara dengan paham kelompok tertentu.
Bahkan mereka secara sistematis mendompleng kendaraan politik tertentu agar visi menjadikan Indonesia negara berdasarkan ideologi mereka dapat tercapai.
Syukurlah, upaya mereka gagal total.
Maka, kedepan satu-satunya agenda paling penting adalah melanjutkan semangat nasionalisme Bung Karno dengan Pancasila 1 Juni sehingga terbangunnya masyarakat yang Bhinneka Tunggal Ika yang berlandaskan Undang-undang Dasar 1945 dalam konsepsi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sambil membangun sinergitas yang utuh antara Pemerintah Pusat dan Daerah untuk pembangunan, tentu Olly Dondokambey akan terus memimpin barisan “banteng beringas” ini demi mengawal dan memastikan semua agenda pro rakyat dapat terwujud sehingga Sulawesi Utara secara khusus dan Indonesia secara umum menjadi bintang yang akan terus bersinar di mata dunia.
Merdeka.
Oleh: Sandra Rondonuwu STh SH
(***/sri)