Manado, BeritaManado.com — Pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II (Q2) 2020 mengalami kontraksi sebesar 5,32 persen year on year (yoy).
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat angka ini memburuk dari Q1 2020 yang mencapai 2,97 persen dan Q2 2019 yang mencapai 5,05 persen.
Menurut pengamat ekonomi, Frederik Worang, ini disebabkan oleh terjadinya pembatasan sosial karena pandemi.
“Q2 itu retang waktu dari bulan April, Mei, Juni dan kita ketahui saat itu PSBB di beberapa daerah seperti Jakarta, Jawa Barat dan Jawa Timur. Ekonomi rumah tangga tidak bergerak. Tidak ada konsumsi rumah tangga yang besar. Itu yang menyebabkan perekononian terpuruk,” ujar Frederik Worang.
Ia menambahkan, negara-negara lain juga sama, ekspor dan impor berhenti, kecuali bahan makanan, bahkan aspek pariwisata bisa dikatakan nol.
“Jadi memang saat pembatasan tersebut, terjadi konsumsi rumah tangga yang sangat rendah, kurangnya produktifitas, pariwisata juga tak bergerak itu yang menyebabkan,” ujarnya
Untuk Sulut berbeda dengan daerah lainnya.
Worang menjelaskan bahwa perbedaanya adalah di daerh lain seperti Jabar, Jatim Banten mereka dominan pabrik.
“Jadi saat PSBB pada Q2, perekonomian mereka melambat, sehingga itu menciptakan pertumbuhan ekonomi mines,” ujarnya
Namun, Ia mengatakan walaupun mines belum bisa dikatakan resesi, karena resesi harus sudah 1 tahun.
“Sulut pertumbuhan ekonomi masih plus diatas nasional karena di Sulut ada sektor pertanian sebagai penyumbang terbesar, ditempat lain tidak ada,” jelasnya
Ia menambahakan perkebunan dan perikanan juga menyumbangkan pertumbuhan ekonomi yang sangat besar, sedangkan sektor wisata terpuruk.
“Sektor wisata kita sangat terpuruk. Pemerintah harus segera membuka objek wisata dengan mematuhi protokol kesehatan dan menggerakan wisatawan lokal,” ungkapnya.
(Dedy Dagomes)