Manado – Akademisi Unsrat yang juga pengamat politik Sulut, Ferry Liando berpendapat, jika Pilkada Manado tidak dilaksanakan tahun 2015, maka hal ini akan menjadi persoalan baru. Sebab sampai saat ini belum ada dasar hukum yang menjamin atau digunakan terkait pelaksanaan Pilkada Manado jika tidak dilaksanakan tahun 2015.
Menurutnya, putusan PTUN bukan dasar kuat menunda Pilkada Manado yang bisa dijadikan dasar penundaan, hanyalah undang-undang atau peraturan pengganti undang-undang (Perpu). Dalam undang-undang nomor 8 tahun 2015 menyebutkan bahwa Kota Manado masuk dalam Pilkada serentak tahap pertama yaitu di tahun 2015 dari 3 tahap yang harus dilalui sebelum pelaksanaan Pilkada serentak tahun 2027.
Lebih lanjut dikatakannya, untuk membatalkan undang-undang hanya bisa dilakukan dengan dua cara yakni keputusan MK atau Perpu. Namun dalam hal kasus Manado tidak bisa dengan keputusan MK, karena MK hanya memutuskan sengketa perselisihan hasil pemilu, sementara kasus Manado itu terkait dengan sengketa pencalonan yang cukup ditangani PTUN atau MA.
Ditambahkannya, dalam undang-undang Pilkada juga menyebutkan perihal penundaan Pilkada jika terjadi kerusuhan, bencana alam, ganguan keamanan dan gangguan lainnya. Tidak ada klausul yang menyebutkan bahwa Pilkada dapat ditunda karena adanya sengketa pencalonan. Keputusan PTTUN, Kasasi, keputusan MA dan peninjauan kembali bukan dasar kuat untuk penundaan Pilkada. Untuk mengubah undang-undang agar penundaan Pilkada memiliki dasar hukum, rasanya sangat sulit. Membuat undang-undang memerlukan waktu panjang. Oleh karena itu, diperlukan payung hukum yang setara dengan undang-undang sebagai pengganti aturan itu. Menurut undang-undang nomor 12 tahun 2011, aturan yang setara dengan undang-undang adalah Perpu. (leriandokambey)
Baca juga: Penundaan Pilkada Manado Kian Pasti
Manado – Akademisi Unsrat yang juga pengamat politik Sulut, Ferry Liando berpendapat, jika Pilkada Manado tidak dilaksanakan tahun 2015, maka hal ini akan menjadi persoalan baru. Sebab sampai saat ini belum ada dasar hukum yang menjamin atau digunakan terkait pelaksanaan Pilkada Manado jika tidak dilaksanakan tahun 2015.
Menurutnya, putusan PTUN bukan dasar kuat menunda Pilkada Manado yang bisa dijadikan dasar penundaan, hanyalah undang-undang atau peraturan pengganti undang-undang (Perpu). Dalam undang-undang nomor 8 tahun 2015 menyebutkan bahwa Kota Manado masuk dalam Pilkada serentak tahap pertama yaitu di tahun 2015 dari 3 tahap yang harus dilalui sebelum pelaksanaan Pilkada serentak tahun 2027.
Lebih lanjut dikatakannya, untuk membatalkan undang-undang hanya bisa dilakukan dengan dua cara yakni keputusan MK atau Perpu. Namun dalam hal kasus Manado tidak bisa dengan keputusan MK, karena MK hanya memutuskan sengketa perselisihan hasil pemilu, sementara kasus Manado itu terkait dengan sengketa pencalonan yang cukup ditangani PTUN atau MA.
Ditambahkannya, dalam undang-undang Pilkada juga menyebutkan perihal penundaan Pilkada jika terjadi kerusuhan, bencana alam, ganguan keamanan dan gangguan lainnya. Tidak ada klausul yang menyebutkan bahwa Pilkada dapat ditunda karena adanya sengketa pencalonan. Keputusan PTTUN, Kasasi, keputusan MA dan peninjauan kembali bukan dasar kuat untuk penundaan Pilkada. Untuk mengubah undang-undang agar penundaan Pilkada memiliki dasar hukum, rasanya sangat sulit. Membuat undang-undang memerlukan waktu panjang. Oleh karena itu, diperlukan payung hukum yang setara dengan undang-undang sebagai pengganti aturan itu. Menurut undang-undang nomor 12 tahun 2011, aturan yang setara dengan undang-undang adalah Perpu. (leriandokambey)
Baca juga: Penundaan Pilkada Manado Kian Pasti