Manado, BeritaManado.com – Sosoknya tak lagi muda.
Namun, di usia 96 tahun, Robby Lapian, masih terlihat tegap dengan tongkat di tangan kanannya.
Robby menjadi satu diantara puluhan veteran yang memenuhi undangan Pemprov Sulut mengikuti Upacara Peringatan Detik-detik Proklamasi di Kantor Gubernur Sulut, Kamis (17/8/2023).
Kepada BeritaManado.com, Opa Robby membagikan kisahnya sebagai pejuang.
Robby Lapian terlibat langsung pada Peristiwa 14 Februari 1946.
Suatu gerakan besar dalam penyerbuan markas militer Belanda di Teling Manado.
Opa Robby masih ingat jelas, pertempuran hidup mati itu melibatkan himpunan rakyat di Sulut.
Ada pasukan KNIL atau tentara Hindia Belanda dari pribumi, barisan pejuang, dan laskar rakyat.
Ia pun tergabung dalam pemuda yang ikut berjuang.
Umurnya waktu itu baru mau 20 tahun.
Robby dan pejuang lainnya menjadi sosok penting dalam upaya merobek bendera Belanda.
Sebelumnya merah, putih, biru, menjadi merah putih.
Bendera dikibarkan di atas gedung markas Belanda.
Robby juga masih sangat jelas mengingat sosok Letnan Kolonel Charles Choesj Taulu, yang menggerakan pasukan kala itu.
Ia bahkan dengan lantang menyebut para tokoh yang berperan dalam perjuangan seperti Letnan Sersan Wuisan, Kapten Runtuwene, Kapten Runturambi, dan Mayor Tumundo.
“Waktu itu dalam pikiran hanya total untuk bertempur dan berjuang,” kata Robby.
Sebab, ujar dia, semangat mempertahankan kemerdekaan dan menjunjung tinggi harga diri bangsa adalah hal utama.
“Suasana pada saat itu benar-benar mencekam. Mata-mata Belanda ada di mana-mana, kami tidak boleh salah bertindak,” bebernya.
Robby bersyukur dan bangga menjadi bagian dalam sejarah besar tersebut, meskipun sebagian besar teman seperjuangan gugur di medan laga.
“Yang selamat pun, kini sudah banyak yang berpulang,” bebernya.
Usai pertempuran, ia mengaku sempat bergabung dengan Tentara Republik Indonesia Sulawesi Utara (Trisu).
Robby kemudian menjadi abdi negara dengan status pegawai negeri hingga pensiun.
Kini di usia lanjut, pria asal Kawangkoan ini berharap generasi muda lebih menghargai kemerdekaan yang telah susah payah direbut.
(Alfrits Semen)