Manado – Menanggapi perdebatan antara Kementerian Kesehatan dan KLH RI menyangkut masalah pencemaran di Desa Buyat, Sulawesi Utara, seharusnya permasalahan ini dilihat dari konteks pemenuhan hak kesehatan, keselamatan dari warga ini menjadi tanggung jawab kita semua, ini yang jauh lebih penting karena dalam satu sampai tiga Bulan enam orang meninggal di Buyat. Hal tersebut dikatakan Akademisi dan Ketua Aliansi Nelayan Tradisional Sulut Rignolda Djamaludin.
Djamaludin mengatakan “Point penting yang ingin saya sampaikan sebenarnya adalah jangan sampai terjadi para peneliti, para ahli, antar departemen berdebat warga yang menerima akibatnya. Satu catatan kita yang tidak pernah saya dengar adalah berapa laju kematian yang terjadi di Buyat, ada data itu disini ada Sangadi, saya dengar dalam satu Bulan sampai tiga bulan enam yang meninggal, tapi banyak saudara-saudara kami yang kami (jadikan) sampel itu sudah meninggal.”
Artinya bisa saja secara ilmu pengetahuan kita tidak mampu menjawab pada akhirnya, tetapi untuk konteks pemenuhan hak kesehatan, keselamatan dari warga ini menjadi tanggung jawab kita semua, ini yang jauh lebih penting, jelas Djamaludin.
Djamaludin juga menambahkan bahwa “cerita ini sudah panjang untuk kasus Buyat, jangan sampai kita balik pada titik nol yang semua kita tau situasi pada waktu itu, contoh masalah pencemaran air saya ingin merespon, kalau diantara pemerintah ada dua pandangan, lantas apa yang akan terjadi dalam penanganan kasus ini dari Kementerian Kesehatan tidak ada sesuatu untuk terlalu dikawatirkan sedangkan dari KLH ada indikasi yang harus ditindak lanjuti, nah kalau dua institusi berbeda apa yang kita mo bikin dilapangan, nanti ada perdebatan panjang lagi.”
“Untuk lebih detail tolong lihat publikasi Kronik Arsenik, yang dikeluarkan oleh Profesor Hota 2010 didalam Atlas Kronik Arsenik, itu sudah diterbitkan, kalau kita tidak sepakat dengan terbitan buku itu bahwa Kronik Arsenik sudah dinyatakan ada di Buyat kita wajib protes dong, wajib protes buku itu. Buku itu saya sudah kasih keteman-teman KLH,” ujar Djamaludin. (jrp)
Manado – Menanggapi perdebatan antara Kementerian Kesehatan dan KLH RI menyangkut masalah pencemaran di Desa Buyat, Sulawesi Utara, seharusnya permasalahan ini dilihat dari konteks pemenuhan hak kesehatan, keselamatan dari warga ini menjadi tanggung jawab kita semua, ini yang jauh lebih penting karena dalam satu sampai tiga Bulan enam orang meninggal di Buyat. Hal tersebut dikatakan Akademisi dan Ketua Aliansi Nelayan Tradisional Sulut Rignolda Djamaludin.
Djamaludin mengatakan “Point penting yang ingin saya sampaikan sebenarnya adalah jangan sampai terjadi para peneliti, para ahli, antar departemen berdebat warga yang menerima akibatnya. Satu catatan kita yang tidak pernah saya dengar adalah berapa laju kematian yang terjadi di Buyat, ada data itu disini ada Sangadi, saya dengar dalam satu Bulan sampai tiga bulan enam yang meninggal, tapi banyak saudara-saudara kami yang kami (jadikan) sampel itu sudah meninggal.”
Artinya bisa saja secara ilmu pengetahuan kita tidak mampu menjawab pada akhirnya, tetapi untuk konteks pemenuhan hak kesehatan, keselamatan dari warga ini menjadi tanggung jawab kita semua, ini yang jauh lebih penting, jelas Djamaludin.
Djamaludin juga menambahkan bahwa “cerita ini sudah panjang untuk kasus Buyat, jangan sampai kita balik pada titik nol yang semua kita tau situasi pada waktu itu, contoh masalah pencemaran air saya ingin merespon, kalau diantara pemerintah ada dua pandangan, lantas apa yang akan terjadi dalam penanganan kasus ini dari Kementerian Kesehatan tidak ada sesuatu untuk terlalu dikawatirkan sedangkan dari KLH ada indikasi yang harus ditindak lanjuti, nah kalau dua institusi berbeda apa yang kita mo bikin dilapangan, nanti ada perdebatan panjang lagi.”
“Untuk lebih detail tolong lihat publikasi Kronik Arsenik, yang dikeluarkan oleh Profesor Hota 2010 didalam Atlas Kronik Arsenik, itu sudah diterbitkan, kalau kita tidak sepakat dengan terbitan buku itu bahwa Kronik Arsenik sudah dinyatakan ada di Buyat kita wajib protes dong, wajib protes buku itu. Buku itu saya sudah kasih keteman-teman KLH,” ujar Djamaludin. (jrp)