
Manado — African Swine Fever (ASF) adalah penyakit perdarahan yang sangat menular pada ternak babi dan babi hutan yang disebabkan oleh virus Asfaviridae yang mempunyai tingkat virulensi yang tinggi.
Kutu genus Ornithodoros juga bisa terinfeksi virus ini.
Penularan penyakit ini melalui kontak langsung, selain itu daging babi, produk olahan dari babi yang tidak dimasak dengan sempurna bisa menjadi media pembawa penyakit ASF.
Penjelasan tersebut disampaikan Kepala Balai Karantina Pertanian Kelas I Manado Ir Junaidi MM kepada BeritaManado.com, Jumat (11/10/2019).
Junaidi juga menjelaskan, dampak serangan penyakit ASF pada ternak babi yaitu, tingkat kematian pada stadium akut bisa mencapai 100%, tingkat kematian pada stadium kronis 30 sampai 70%.
“Virus ASF tidak menular ke manusia,” ujar Junaidi.
Mencuatnya penyebaran ASF dibeberapa negara memang menarik perhatian dan kewaspadaan Indonesia, khususnya Sulawesi Utara, dimana pada sektor sosial ekonomi masyarakat Sulawesi Utara sebagian besar adalah konsumen daging babi, sehingga apabila terjadi serangan virus ASF maka pasokan daging babi di pasar akan sangat kekurangan.
“Tingkat kematian babi yang terserang virus ASF sangat tinggi, bisa mencapai 100% sehingga bisa merugikan peternak babi, selain itu akan mengganggu kestabilan harga daging babi di pasar sehingga bisa menyebabkan inflasi,” ungkap Junaidi.
Upaya pencegahan pun telah dilakukan oleh Balai Karantina Pertanian Kelas I Manado, diantaranya membentuk tim Kesiapsiagaan Dini Terhadap Ancaman Masuknya ASF, membuat dokumen analisa resiko ancaman masuknya ASF ke Sulawesi Utara sehingga pencegahan yang dilakukan akan terarah dan mengenai sasaran, melakukan sosialisasi kepada pengguna jasa karantina dan masyarakat umumnya melalui media massa dan pemasangan banner.
Balai Karantina Pertanian Kelas I Manado pun melakukan koordinasi dengan Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Sulawesi Utara dalam rangka pembagian tugas pencegahan sehingga tidak terjadi tumpang tindih dalam upaya pencegahan dan lebih terarah antisipasi yang dilakukan.
Hal lainnya yaitu melakukan peningkatan pengawasan penumpang dan barang bawaan penumpang yang berasal dari negara tertular ASF di bandara udara Sam Ratulangi dan di pelabuhan pelabuhan di Sulawesi utara.
Tidak hanya itu saja, pengawasan dan pemeriksaan terhadap sampah pesawat hingga melakukan penahanan dan pemusnahan terhadap media pembawa ASF yang dibawa oleh penumpang pesawat dari negara tertular ASF turut dilakukan, termasuk melakukan pengujian (PCR) terhadap media pembawa yang ditahan dan sampah pesawat sebelum dimusnahkan untuk mendeteksi kemungkinan adanya infeksi virus.
“Tentu juga dengan melakukan updating informasi terkait ASF dan penyebarannya di luar negeri melalui OIE (organisasi kesehatan hewan dunia),” kata Junaidi.
Junaidi pun mengatakan, sejauh ini koordinasi yang dilakukan bersama dengan Angkasa Pura sebagai fasilitator di bandara dalam rangka pengawasan dan pemusnahan sampah pesawat yang merupakan salah satu mesia pembawa virus ASF, dengan Bea dan Cukai untuk mencegah penyebaran media pembawa yang berasal dari barang bawaan penumpang yang merupakan media pembawa penyakit, dengan Dinas Pertanian dan Peternakan dalam rangka mensosialisasikan bahaya dan dampak terhadap serangan penyakit ASF sehingga masyarakat bisa turut serta melakukan pencegahan terhadap penularan penyakit ASF, dengan Angkatan laut dan Polair dalam rangka mencegah pelintas batas negara melalui laut yang membawa babi, produk babi dan olahannya serta media pembawa lain yang bisa menularkan penyakit ASF di daerah pulau pulau terluar Sulawesi utara yang merupakan salah satu pintu masuknya ASF berjalan dengan baik.
(srisurya)
Baca juga:
- Soal Demam Babi Afrika di Tomohon, Ini Tanggapan Kadis Pertanian dan Perikanan
- Virus Demam Babi Afrika Tidak Terdeteksi di Minsel
- Soal Virus ASF, ini Pernyataan Ketua Komisi II DPRD Sulut
- Mitra Masih Aman dari African Swine Fever Virus