Manado – Meskipun telah diresmikan oleh Menteri Sosial, Khofifah Indar Parawansa, pekan lalu, ternyata lahan yang dibangun pemukiman baru bagi masyarakat korban banjir di Kelurahan Pandu, Kecamatan Mapanget, Kota Manado, diduga masih bermasalah.
Pasalnya, lahan seluas sekitar 200 ha termasuk 54 ha didalamnya dibangun rumah masyarakat korban banjir di-klaim dimiliki oleh keluarga dotu Korengkeng Karungu – Ottay sebagai tanah adat atau tanah ulayat.
Sofie Alma Bawuna mewakili keluarga besar dotu Korengkeng saat menyampaikan aspirasi di DPRD Sulut, Kamis (9/2/2017) kemarin, mempertanyakan pengambil-alihan 200 ha oleh pemerintah tanpa sepengetahuan keluarga. Menurutnya, pada pembicaraan 5 tahun lalu berdasarkan permohonan pemerintah hanya seluas 54 ha.
“Kalau sekarang dikatakan 200 ha, itu minta dari siapa? Kami tidak pernah memberikan sebesar itu. 12 Oktober 2016 kami difasilitasi Assisten I dan Biro Hukum, kami diterima dan mulai dari nol, tapi sampai hari ini tidak ada jawaban. Akhirnya kami menyurat kepada Presiden dan pada 17 November 2016 kami dapat jawaban dari Presiden melalui sekretariat negara agar laporan kami ditindaklanjuti oleh BPN,” terang Sofie Bawuna.
“Total 427 ha dan 531 ha milik dotu kami sebagai tanah adat. Selain pembayaran pajak hingga 3 tahun lalu, bukti lain ada surat sejak tahun 1800, kemudian masuk HGU pada 1912,” tambah Sofie Bawuna.
Anggota DPRD Amir Liputo dan Edwin Lontoh yang menerima aspirasi berjanji akan menindaklanjuti, menyampaikan kepada pimpinan DPRD kemudian dituntaskan oleh Komisi 1.
“Sesuai Undang-Undang, tanah adat atau tanah ulayat diakui oleh negara yang penting bisa dibuktikan. Sifatnya kami menerima aspirasi tapi kelanjutannya melalui komisi terkait yakni komisi 1. Hearing berikut akan melibatkan BPN,” jelas Amir Liputo. (JerryPalohoon)