MANADO – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulut merasa prihatin dengan kondisi alam Sulut yang ada saat ini. Hal ini diperparah dengan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah daerah dan DPRD, baik ditingkat provinsi maupun kabupaten/kota yang tidak berpihak kepada kondisi lingkungan Sulut.
Malah menurut salah satu pengurus Walhi Sulut, Angel Palit, kebijakan penghancuran dan eksplorasi besar-besaran atas sumber daya alam masih terus menerus berlangsung secara
massif dan terkesan sulit dihentikan. Penguasaan lahan yang sangat luas dengan jangka waktu puluhan tahun oleh konglomerat yang hanya mengejar keuntungan secara nyata telah mengabaikan, serta menutup akses kebutuhan masyarakat Sulut terhadap sumber kehidupan..
Padahal menurut Palit, ribuan petani Sulut, masih membutuhkan lahan pertanian, ribuan nelayan tradisional harus bertarung di laut untuk memperoleh hasil tangkapan untuk
menghidupi keluargannya. Ribuan perempuan dan anak-anak harus menjadi korban dari bencana banjir dan tanah longsor akibat bencana ekologi yang disebabkan
menurunnya fungsi hutan untuk menjaga keseimbangan ekologi Sulut.
“Kami ingin mengimbau, sekaligus memerintahkan gubernur Sulut lewat 9 poin petisi untuk segera mengambil langkah-langkah strategis menyelamatkan ekologi terakhir yang masih tersisa. Salah satunya adalah menutup pertambangan PT Meares Soputan Mining (MMS) dan PT Tambang Tondano Nusajaya (TTN) karena tidak memiliki dokumen pertambangan yang jelas,” kata Palit.
Desakan Palit dan rekan-rekannya ini bukan tanpa mendasar. Karena menurutnya, PT MMS dan PT TTN diduga belum mendapatkan ijin lingkungan dari Menteri Lingkungan Hidup serta Amdal dan belum terakomodir dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Sulut.
Selain itu, sejumlah aktifitas pertambangan yang ada di Sulut juga disorot oleh Palit, seperti PT Avocet Bolmong Mining agar menghentikan eksplorasi juga PT East Asia Mining Coorporate di Sangihe karena mengancam persedian air bersih di paulau tersebut.
Masalah Ipal di lahan 16% Pemkot Manado harus dihentikan, serta pengelolaan panas bumi di Lahendong, pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit di Bolmong dan pengelola Taman Nasional Bunaken dicabut karena hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu. (EN)
MANADO – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulut merasa prihatin dengan kondisi alam Sulut yang ada saat ini. Hal ini diperparah dengan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah daerah dan DPRD, baik ditingkat provinsi maupun kabupaten/kota yang tidak berpihak kepada kondisi lingkungan Sulut.
Malah menurut salah satu pengurus Walhi Sulut, Angel Palit, kebijakan penghancuran dan eksplorasi besar-besaran atas sumber daya alam masih terus menerus berlangsung secara
massif dan terkesan sulit dihentikan. Penguasaan lahan yang sangat luas dengan jangka waktu puluhan tahun oleh konglomerat yang hanya mengejar keuntungan secara nyata telah mengabaikan, serta menutup akses kebutuhan masyarakat Sulut terhadap sumber kehidupan..
Padahal menurut Palit, ribuan petani Sulut, masih membutuhkan lahan pertanian, ribuan nelayan tradisional harus bertarung di laut untuk memperoleh hasil tangkapan untuk
menghidupi keluargannya. Ribuan perempuan dan anak-anak harus menjadi korban dari bencana banjir dan tanah longsor akibat bencana ekologi yang disebabkan
menurunnya fungsi hutan untuk menjaga keseimbangan ekologi Sulut.
“Kami ingin mengimbau, sekaligus memerintahkan gubernur Sulut lewat 9 poin petisi untuk segera mengambil langkah-langkah strategis menyelamatkan ekologi terakhir yang masih tersisa. Salah satunya adalah menutup pertambangan PT Meares Soputan Mining (MMS) dan PT Tambang Tondano Nusajaya (TTN) karena tidak memiliki dokumen pertambangan yang jelas,” kata Palit.
Desakan Palit dan rekan-rekannya ini bukan tanpa mendasar. Karena menurutnya, PT MMS dan PT TTN diduga belum mendapatkan ijin lingkungan dari Menteri Lingkungan Hidup serta Amdal dan belum terakomodir dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Sulut.
Selain itu, sejumlah aktifitas pertambangan yang ada di Sulut juga disorot oleh Palit, seperti PT Avocet Bolmong Mining agar menghentikan eksplorasi juga PT East Asia Mining Coorporate di Sangihe karena mengancam persedian air bersih di paulau tersebut.
Masalah Ipal di lahan 16% Pemkot Manado harus dihentikan, serta pengelolaan panas bumi di Lahendong, pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit di Bolmong dan pengelola Taman Nasional Bunaken dicabut karena hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu. (EN)