Manado, BeritaManado.com — Pergerakan harga secara umum di Sulawesi Utara (Sulut) mengalami peningkatan yang cukup signifikan baik di Kota Manado maupun Kota Kotamobagu.
Secara nasional, Kotamobagu bahkan mencatatkan nilai inflasi tertinggi pada April 2021, meningkat signifikan dari bulan sebelumnya yang tercatat deflasi.
Indeks Harga Konsumen (IHK) atau inflasi Kota Kotamobagu tercatat inflasi sebesar 1,31 persen (mtm), sementara IHK Kota Manado sebesar 0,96 persen (mtm).
Secara tahunan, inflasi tahunan Manado dan Kotamobagu pada April 2021 masing-masing tercatat sebesar 2,84 persen (yoy) dan 2,75 persen (yoy).
Hal ini menunjukkan bahwa angka inflasi Manado dan Kotamobagu masih berada dalam rentang target inflasi nasional 3±1 persen (yoy).
Adapun IHK nasional bulan April 2021 tercatat inflasi sebesar 0,31 persen (mtm) dengan laju inflasi tahunan sebesar 1,42 persen (yoy), berada di bawah rentang target tersebut.
Kelompok Makanan, Minuman dan Tembakau masih menjadi kelompok penggerak utama IHK di Manado dengan inflasi sebesar 3,20 persen (mtm) dengan kontribusi inflasi mencapai 0,94 persen (mtm) pada inflasi umum Manado.
Kenaikan harga tertinggi terjadi pada komoditas perikanan yang berkontribusi sebesar 0,88 persen (mtm) terhadap inflasi Kota Manado.
Lima komoditas penyumbang inflasi tertinggi juga merupakan komoditas perikanan, diantaranya ikan cakalang dengan kontribusi sebesar 0,28 persen (mtm), ikan malalugis 0,22 persen (mtm), ikan deho 0,13 persen (mtm), ikan tude 0,09 persen (mtm), dan ikan oci dengan kontribusi sebesar 0,05 persen (mtm).
Kenaikan harga komoditas ikan secara umum diperkirakan terjadi akibat pengaruh cuaca dan badai Tropis Surigae yang mempengaruhi tinggi gelombang laut yang merupakan faktor utama pertimbangan nelayan untuk berlayar.
Anomali cuaca ini memberikan disinsentif nelayan untuk melaut sehingga mengurangi jumlah pasokan ikan di pasar.
Sementara itu pada sub-kelompok tembakau, komoditas rokok putih masih menunjukkan kenaikan akibat kenaikan cukai rokok walaupun tidak signifikan seperti bulan sebelumnya.
Di sisi lain, komoditas strategis Barito di Manado justru mengalami penurunan harga menjelang periode Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) Idul Fitri 2021.
Hal ini dikarenakan adanya ketersediaan stok yang cukup untuk memenuhi konsumsi masyarakat setelah panen di beberapa sentra sehingga keterjangkauan harga tetap terjaga.
Sementara, Kelompok Transportasi menahan kenaikan tekanan inflasi Sulut dengan kontribusi inflasi sebesar -0,07 persen (mtm).
Deflasi pada Kelompok Transportasi terutama disebabkan oleh penurunan harga angkutan udara sejalan dengan peraturan pemerintah untuk kembali melakukan pembatasan aktivitas masyarakat jelang perayaan HBKN.
Kotamobagu juga mengalami inflasi pada periode April 2021.
Sama halnya dengan Manado, Kelompok Makanan, Minuman dan Tembakau juga mengalami inflasi sebesar 3,76 persen (mtm) dan memberikan kontribusi inflasi sebesar 1,26 persen (mtm).
Komoditas perikanan juga menjadi penyumbang utama tingginya inflasi Kotamobagu pada bulan ini dengan kontribusi sebesar 0,91 persen (mtm).
Sebagaimana di Manado, kondisi ini disebabkan oleh anomali cuaca yang mendorong nelayan tidak melaut yang mempengaruhi jumlah pasokan ikan di pasar.
Di sisi lain, jarak Kotamobagu dengan sentra perikanan yang relatif lebih jauh menyebabkan potensi permasalahan bukan hanya pada pasokan, namun juga pada distribusi.
Secara umum, komoditas perikanan dengan kenaikan harga tertinggi adalah ikan malalugis dengan laju inflasi bulanan 45,54 persen (mtm) dan berkontribusi terhadap inflasi sebesar 0,55% (mtm).
Kemudian berbeda dengan di Manado, komoditas cabai rawit mencatatkan kenaikan harga di Kotamobagu dengan kenaikan IHK sebesar 11,05 persen (mtm), menyumbangkan 0,11 persen (mtm) kepada inflasi umum.
Di sisi lain, kenaikan IHK Kotamobagu tertahan oleh penurunan IHK Kelompok Informasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan, serta Kelompok Perawatan Pribadi dan Jasa Lainnya dengan kontribusi inflasi sebesar 0,03 persen (mtm).
Bank Indonesia dan TPID Sulawesi Utara berpandangan bahwa tingginya inflasi pada bulan April tidak lepas dari peningkatan aktivitas masyarakat Sulut serta anomali cuaca yang mempengaruhi komoditas perikanan.
Secara umum, aktivitas ekonomi pada sektor grosir dan farmasi hingga minggu ketiga April 2021 tercatat sebesar 11,4 persen di atas tingkat aktivitas pra Covid-19 (baseline).
Angka tersebut naik dibandingkan bulan sebelumnya yang hanya 2,8 persen di atas baseline.
Perkembangan ini sejalan dengan penurunan kasus aktif Covid-19 di Sulut sepanjang Januari-Februari sehingga mendorong pemerintah mencabut kebijakan pembatasan jam operasional.
Pada periode Maret-April 2021 kasus aktif Covid-19 di Sulawesi Utara masih menunjukkan tren penurunan.
“Percepatan vaksinasi, penangangan pandemi yang semakin baik dan potensi kenaikan permintaan pada periode HBKN pun berpotensi memberikan tekanan inflasi baik di Manado maupun Kotamobagu pada bulan Mei dan Juni 2021,” ujar Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara, Arbonas Hutabarat dalam siaran pers pada Senin (3/5/2021).
Aktivitas ekonomi masyarakat terutama didukung oleh berbagai upaya menurunkan kasus Covid-19 ke depan akan mempengaruhi strategi pengendalian inflasi yang perlu dijalankan oleh TPID.
Terutama menjelang puncak perayaan HBKN 2021, aktivitas ekonomi masyarakat diperkirakan meningkat.
Kondisi tersebut tentu akan mendorong permintaan serta mendukung proses pemulihan ekonomi daerah.
Namun demikian, upaya-upaya untuk stabilisasi harga dan memastikan ketersediaan pasokan diperlukan agar inflasi baik di Kota Manado maupun Kotamobagu tetap berada pada rentang sasarannya.
Sementara dalam jangka pendek, risiko kenaikan harga ikan masih akan tetap berlangsung mengingat curah hujan tinggi diperkirakan masih berlangung di sebagian besar daerah Sulawesi Utara sampai Bulan Mei 2021.
Untuk itu, Bank Indonesia memandang perlu adanya sinergi seluruh dinas dan Kementerian/Lembaga terkait untuk menjaga ketersediaan pasokan komoditas strategis terutama perikanan.
“Caranya dengan mengoptimalkan sistem rantai dingin yang tersedia, pemantauan dan intervensi pemerintah atas pasokan dan distribusi ikan sehingga pasokan dan harga lebih terjaga, termasuk pemanfaatan sumber daya daerah pendukung yang berlebih untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas manajemen pasokan,” kata Arbonas.
Hal ini dapat dilakukan melalui koordinasi lintas TPID kabupaten/kota terutama dengan TPID di wilayah produsen pangan, termasuk implementasi kesepakatan Kerjasama Antar Daerah (KAD).
Selain itu, meskipun aktivitas masyarakat mulai membaik, namun pengendalian pandemi Covid-19 tetap perlu menjadi perhatian.
“Salah satu hal yang bisa dilakukan adalah memanfaatkan platform penjualan online oleh petani dan/atau pedagang pasar, termasuk penggunaan QRIS dalam transaksi sebagai solusi menjaga pergerakan perekonomian di tengah pandemi sekaligus mempercepat digitalisasi ekonomi dan keuangan di Sulut,” pungkas Arbonas.
(***/srisurya)