
Tondano – Masyarakat terkadang dibuuat bingung dengan apa dinamakan politik. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Partai Demokrat misalnya. Di Gedung Senayan, salah satunya sebagai partai penguasa, dan yang lainnya sebagai oposisi. Tak jarang keduanya saling perang statement di media massa. Akan tetapi di daerah mereka bersahabat. Bahkan ada yang berkoalisi dan memenagkan Pilkada. Kalau sudah deal, lawan politik bisa jadi ‘satu paket’.
Itulah yang ada dalam benak masyarakat awan. Dengan segala keterbatasan, mereka hanya yakin dengan apa yang dipikirkan tanpa mempertimbangkan aspek-aspek lainnya. Celakanya, keterbatasan inilah yang sering dimanfaatkan oknum tak bertanggung jawab demi kepentingan politik pribadinya. Sangat jarang ditemui calon politisi dan kandidat kepala daerah mau mendidik masyarakat untuk cerdas menggunakan hak demokrasinya.
Mengenai hal tersebut, Ketua Franksi Partai Golkar DPRD Minahasa Careig Naichel Runtu mengungkapkan bahwa didalam politik sejatinya tidak ada istilah musuh, kalau lawan politik ada. Akan tetapi lawan politik pun tidak mengandung arti sebagai dua pihak yang berseteru. Dikatakan CNR, mungkin lebih tepat lawan politik disamakan dengan dua komunitas yang berbeda paham namun memiliki satu tujuan yang ssama yaitu kesejahteraan masyarakat.
“Jadi bisa disimpulkan bahwa politik itu dinamis. Di Minahasa kita sudah bisa lihat bahwa PDIP menjadi lawan tanding Partai Golkar dalam Pemilu tahun 2012 silam. Akan tetapi di Minahasa Tenggara justeru dua partai besar ini berhasil menempatkan utusannya menjadi pemimpin baru untuk lima tahun kedepan. Prinsipnya, jika dua partai dalam kondisi tertentu mempunyai tujuan yang sama, tidak ada salahnya menyatu,” ungkap CNR. (Frangki Wullur)