Jakarta – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Rabu (4/5/16) kemarin akhirnya memutuskan bahwa mantan ketua KPU Manado, Eugenius Paransi diberhentikan tetap dalam keanggotaan penyelenggara pemilu Kota Manado.
Paransi dinilai terbukti melanggar ketentuan dalam meloloskan kembali pasangan Jimmy Rimba Rori-Boby Daud dalam kepesertaan di Pilkada Manado beberapa waktu lalu yang kemudian oleh putusan MA, pasangan tersebut dinyatakan tidak memenuhi syarat.
“Menjatuhkan sanksi berupa pemberhentian tetap kepada Teradu atas nama Eugenius Paransi sebagai Anggota KPU Kota Manado terhitung sejak dibacakannya Putusan ini,” demikian kutipan amar putusan DKPP dibacakan Anggota Majelis Ida Budhiati.
Keputusan DKPP tersebut merupakan akhir dari proses aduan yang dilakukan ketua KPU Sulut, Yessy Momongan. Pada persidangan April 2016 lalu, Momongan menyebut Paransi yang waktu itu menjadi Ketua KPU Manado telah berinisiatif untuk menerbitkan berita acara hasil pleno yang isinya mengubah status Jimmy Rimba yang awalnya tidak memenuhi syarat menjadi memenuhi syarat.
Selain itu, Paransi juga mengondisikan suasana menjadi mencekam agar empat komisioner lain ikut menandatangani berita acara tersebut. Berita acara itu kemudian ditandatangani di tengah ancaman massa pendukung Jimmy Rimba yang memenuhi kantor KPU.
Sidang juga pernah menghadirkan Kepala Subbagian Teknis Penyelenggara dan Hubungan Partisipasi Masyarakat (Hupmas) Reynold Runtu yang disebut-sebut menjadi drafter berita acara tersebut. Reynold dihadirkan sebagai saksi. Dalam kesaksiannya, Reynold mengakui bahwa dia memang diperintah oleh Paransi untuk membuat draf berita acara.
Menurut Reynold, setelah selesai diketik dia mengepritnya dan meletakkan di atas meja para komisioner yang waktu itu sedang menerima massa aksi. Seusai meletakkan draf berita acara, dia mengaku tidak berbicara apa-apa karena merasa tugasnya sudah selesai. Kemudian dia mendengar pendemo meminta berita acara dibacakan. Atas permintaan pendemo, Ketua mempersilakan salah satu pendemo bernama Ruby Rumpesak untuk membaca berita acara itu. Seusai dibacakan, semua komisioner diminta untuk menandatangani berita acara itu.
Namun, Teradu Eugenius Paransi membantah baik tuduhan Pengadu maupun keterangan saksi. Menurutnya, tidak benar kalau draf itu tidak diketahui oleh komisioner lain. Pada saat penyusunan konsepnya semua komisioner hadir dan mendengar dengan saksama. Paransi juga mengelak dikatakan telah mempersilakan pendemo untuk membaca draf berita acara itu.
“Tidak benar Majelis, kalau disebut saya yang mempersilakan. Draf itu setelah sampai di meja langsung ditarik oleh pendemo dan langsung dibaca,” sanggah Paransi, waktu itu.
Namun DKPP menilai lain. Tindakan Teradu telah mengoyak kemandirian, ketertiban, kehormatan, dan kewibawaan lembaga penyelenggara Pemilu. DKPP berpendapat Teradu selaku Penyelenggara Pemilu seharusnya mampu untuk berpikir jernih dalam tekanan saat memutuskan hal yang bersifat krusial. Apalagi dalam hal jabatannya sebagai Ketua KPU Kota Manado pada saat itu, Teradu seharusnya mampu untuk mengendalikan situasi, sehingga tekanan tersebut tidak mempengaruhi dirinya dan anggota lain selaku Penyelenggara Pemilu dalam mengambil keputusan.
“Tindakan Teradu menandatangani dan menawarkan kepada anggota KPU Kota Manado lain, di hadapan para pendemo untuk ikut menandatangani Berita Acara Nomor 40/BA/PILWAKO/XI/2015, sungguh tidak dapat dibenarkan, karena dalam situasi yang tertekan tidak sepatutnya seorang ketua memengaruhi anggotanya untuk mengambil keputusan yang salah,” demikian pertimbangan putusan DKPP.
Sidang putusan ini dilaksanakan di Ruang sidang DKPP dan diikuti secara video conference dari kantor Bawaslu Provinsi Sulawesi Utara. Ketua Majelis Prof Jimly Asshiddiqie didampingi empat Anggota yakni Dr Nur Hidayat Sardini, Saut Hamonangan Sirait, Prof Anna Erliyana, dan Ida Budhiati. (DKPP/Redaksi)