Manado, BeritaManado.com — Anda perlu mengawasi struktur kepengurusan dan keanggotaan partai politik (parpol).
Sebab berdasarkan pengalaman, ada parpol dengan berani mencatut nama masyarakat untuk dijadikan pengurus atau keanggotaan.
Tujuannya sebagai syarat bagi parpol tersebut agar lolos menjadi peserta Pemilu 2024.
Hal tersebut disampaikan Dosen Kepemiluan Universitas Sam Ratulangi Manado, Ferry Daud Liando.
Ferry Liando menjelaskan, Undang-undang (UU) Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu, menyebut syarat parpol bisa lolos menjadi peserta Pemilu 2024 adalah wajib memiliki kepengurusan di 100 persen provinsi, 75 persen dari jumlah kabupaten/kota dan 50 persen di tingkat kecamatan.
“Selain kepengurusan, parpol juga harus memiliki anggota,” kata Ferry, Rabu (20/7/2022).
Ferry mengatakan, dalam mencegah terjadinya manipulasi kepengurusan dan keanggotaan, KPU membuat kebijakan di mana masing-masing parpol menyertakan bukti KTP elektronik.
Namun, lanjut Ferry, untuk mendapatkan copyan KTP elektronik bagi oknum pengurus yang curang tidaklah sulit.
“Di tempat fotocopy banyak copyan KTP yang mudah diperoleh. Di bagian kredit dan operator pembelian nomor handphone juga sangat mudah mengakses NIK,” bebernya.
Menurut Ferry, KPU perlu memberlakukan sanksi tegas jika terbukti ada nama masyarakat yang dipakai.
Tidak hanya sekedar membersihkan dari daftar kepengurusan atau keanggotaan, tetapi memberlakukan sanksi dengan membatalkan atau tidak melanjutkan verifikasi di daerah yang ditemukan kasus.
“Juga hukuman bagi calon independen jika dalam pilkada mencatut nama warga sebagai syarat dukungan,” tegasnya.
Dikatakan, guna memudahkan pengecekan publik, KPU perlu membuka akses informasi yang memudahkan masyarakat.
Memang, ujar Ferry, KPU punya sistem informasi partai politik atau sipol, tapi belum semua warga tahu soal aplikasi ini.
“Kalaupun ada yang membuka sipol, biasanya keterjangkauan amatlah sulit,” terangnya.
Ia menambahkan, potensi parpol baru mencatut nama seseorang menjadi pengurus atau anggota sangat berpeluang terjadi sebagaimana pada pemilu sebelumnya.
Itu akibat tidak banyak lagi orang yang bersedia menjadi pengurus atau anggota parpol.
Apalagi, menjadi pengurus atau anggota parpol bukan jaminan dirinya menjadi caleg maupun calon kepala daerah.
“Biasanya parpol mengutamakan pihak yang memiliki banyak uang atau kerabat elit meski bukan pengurus atau kader parpol,” tandasnya.
(Alfrits Semen)