Manado – Rencana pemerintah Kabupaten Minahasa untuk melakukan reklamasi pantai Kalasey harus ditinjau ulang. Perlakukan reklamasi terhadap pantai Kalasey hanya akan menguntungkan bagi segelintir orang yang hanya mengedepankan bisnis semata tetapi bagaimana dengan nasib nelayan-nelayan tradisional dan masyarakat setempat yang sudah bertahun-tahun hidup dari objek tersebut?
Demikian penegasan Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulut Edo Rachman melalui press realese yang dikirimkan ke email redaksi BeritaManado, Senin (03/05/10) malam.
Dirinya menerangkan Reklamasi pantai hanya akan menimbulkan banyak persoalan:
Pertama, soal dampak terhadap lingkungan. Ekosistem pantai Kalasey pasti akan hancur termasuk biota-biota laut dan semakin sulit bagi nelayan-nelayan tradisional untuk mendapatkan ikan disekitar perairan Kalasey serta kehilangan tempat parkir perahu nelayan. Selain itu, berapa banyak timbunan batu/tanah yang akan dibutuhkan dan dimana akan diambil timbunan tersebut?? Pasti ada lahan yang akan terancam rusak untuk dikeruk dan dijadikan timbunan.
Kedua, berkaca dari reklamasi pantai Malalayang dan Boulevard Manado, tidak sedikit protes yang dimunculkan oleh masyarakat.
Terlebih soal polusi debu yang akan berdampak dalam kehidupan sehari-hari yang bisa menambah jumlah penderita ISPA (infeksi saluran pernapasan akut) nantinya.
Ketiga, butuh kajian yang mendalam soal untung-rugi bagi pembangunan atau untuk peningkatan kesejahteraan rakyat. Prakteknya adalah, reklamasi dilakukan hanya untuk menjawab kebutuhan investasi bisnis dan peningkatan PAD kabupaten dalam hal retribusi dan perijinan. Dengan kata lain butuh kajian yang mendalam jika reklamasi tersebut akan menjawab soal peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Keempat, ribuan masyarakat akan kehilangan objek wisata pantai yang selama ini dijadikan oleh kalangan menengah kebawah sebagai lokasi wisata utama yang mudah di akses, murah dan menyenangkan meski tidak se-indah yang ada di Bunaken karena tidak semua masyarakat dapat mengakses objek wisata pulau Bunaken yang butuh waktu sedikit lama untuk mengakses dan biaya yang sedikit lebih mahal.
Walhi Sulut menolak rencana reklamasi tersebut dan selanjutnya menghimbau kepada masyarakat khususnya yang berada di wilayah pantai Kalasey untuk lebih mempertimbangkan soal dampak yang akan ditimbulkan dari rencana reklamasi tersebut. Pantai Kalasey adalah sumber-sumber kehidupan masyarakat dimana masyarakat juga berhak untuk mengakses dan menggantungkan hidup pada potensi tersebut.
Pantai Kalasey hanya butuh penataan agar terlihat lebih rapi, bukan reklamasi. Hal lain, Walhi Sulut juga menghimbau kepada masyarakat sekitar pantai Kalasey untuk memastikan bahwa Tim Penyusun Amdal harus melibatkan masyarakat karena prakteknya kebanyakan tim penyusun Amdal melakukan kerjanya secara diam-diam. ”Kewajiban pelibatan masyarakat dalam proses perencanaan dan penyusunan Amdal telah ditetapkan dalam Pasal 26 Undang-undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,” tandasnya.