Manado – Wacana Menristekdikti Muhammad Natsir bahwa Indonesia memerlukan rektor asing menuai kontroversi banyak pihak.
Jerry Massie, Direktur Eksekutif Political and Public Policy Studies, mengatakan bahwa jika wacana tersebut direalisasikan akan mematikan aset bangsa terutama para guru besar yang mengeyam pendidikan di luar negeri.
“Persoalnya mind set para dosen dan mahasiswa kita yang perlu dirubah dulu ketimbang mendatangkan rektor asing,” jelas Jerry Massie kepada BeritaManado.com, Rabu (7/8/2019).
Jerry Massie mempertanyakan, bagaimana mau datangkan rektor asing sementara orang hebat sekelas Muhammad Ja’far Hasibuan cendikiawan terbaik di dunia penemu obat kulit bagi manusia dan hewan yang menang di kejuaraan dunia CSITF dan WIIPA di China tak terlalu diperhatikan.
“Bagaimana aset bangsa saja tak digubris apalagi ini ada usulan mendatangkan rektor asing,” tegas Massie.
Jerry Massie mengacu prestasi Indonesia di bidang pendidikan yang jungkir balik. Pasalnya, universitas kebanggaan dan kenamaan yakni Universitas Indonesia peringkatnya turun.
Menaikan peringkat bukan harus mendatangkan rektor asing tapi bagaimana kualitas kampus tersebut. Pertanyaanya, berapa anggaran yang harus keluarkan? Apa fasilitas untuk mereka? Apakah Indonesia sudah kehabisan kaum akademisi atau orang-orang pintar hingga harus merekrut rektor asing?
“Bagaimana mau mendatangkan dosen asing, fasilitas di kampus saja kita juga belum mendukung sepenuhnya, khususnya labaratorium, sistem pembelajaran belum optimal, perpustakaan, WIFI, penguasaan bahasa asing dan IT kita masih kurang. Sarana penunjang belajar lainnya seperti komputer dan sebagainya,” tutur Massie.
“Ketimbangkan datangkan rektor asing rekrut saja guru-guru besar kita yang mengajar di belahan dunia lain atau di kampus ternama,” sambung Massie.
Jerry Massie menyontohkan, Universitas Indonesia (UI) sebelumnya berada di ranking 292 dunia, kini turun ke peringkat 296. Justru Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta yang naik ke peringkat 320. Peringkat UGM di tahun 2018 adalah 391 sehingga terjadi kenaikan 71 peringkat.
Universitas terbaik ketiga dari Indonesia menurut QS adalah Institut Teknologi Bandung (ITB) yang berada di peringkat 331, juga mengalami peningkatan karena di tahun sebelumnya berada di peringkat 359.
Namun sejauh ini, sektor pendidikan bukan menjadi skala prioritas. Lantaran kata dia pemerintahan Jokowi hanya fokus di infrastruktur, pertanahan dan agraria serta desa tertinggal.
Dengan cost or budgetingpendidikan yang mencapai 20 persen bahkan lebih dari dana APBN yaitu sebesar Rp487,9 triliun Rp2.461,1 triliun namun sayangnya minim prestasi.
Ada sejumlah metode yang bisa meningkatkan kualitas pendidikan kita diantaranya, education system (sistem pendidikan, learning methods (metode pembelajaran), quality of lecturers (kualitas dosen), research development (pengembangan penelitian), provision of learning facilities (penyedian sarana belajar) dan grand design education (desain pendidikan) perlu ditingkatkan. Kalau perlu target mengirim 30-50 ribu mahasiswa ke luar negeri dan juga training bagi dosen-dosen di universitas ternama dunia.
“Rahasia agar pendidikan kita maju, pemerintah jangan segan-segan merekrut para guru besar kita di luar negeri. Contoh di AS, yang dikenal dengan nama diaspora,” ujar Massie.
Bagaimana mau bersaing? Kata Jerry Massie, dosen-dosen di Indonesia kalah kelas. Menurut laporan dari OECD, jumlah bergelar Ph.D di Amerika dua kali lebih banyak daripada Jerman. Pada 2014, Amerika mengoleksi 67.449 orang yang bergelar Ph.D. Angka ini mengalahkan 28.147 orang lulusan yang sama di Jerman.
“Kita saja masih kalah kelas dari India. Sejauh ini mereka memiliki 24.300 doktor bergelar Ph.D yang lulus pada tahun yang sama, di bawah Inggris yang memiliki 25.020 lulusan Ph.D. OECD menyebut bahwa jumlah lulusan doktoral di dunia semakin meningkat selama dua dekade terakhir,” tukas Massie.
Menurut Jerry Massie, banyak dari mereka berasal dari negara-negara berkembang yang peduli dengan investasi pendidikan masyarakatnya. Salah satu negara yang punya komitmen untuk investasi pendidikan adalah India dengan 24.300 doktor baru pada 2014.
Selanjutnya, Afrika Selatan salah satu negara di Afrika yang getol mendorong warganya untuk mendapat pendidikan tinggi terlihat dari 2.060 lulusan doktor pada 2014.
Sedangkan Prancis, 59 persen negara yang paling banyak menghasilkan lulusan dari jurusan ilmu alam dan teknik, disusul Kanada (55 persen), dan Cina (55 persen). Cina melalui kebijakan ekonomi yang agresiflasnya mengembangkan teknologi untuk kepentingan industri, tentu membutuhkan lebih banyak doktor untuk mewujudkan itu semua.
Lantas bagaimana dengan Indonesia? Pada 2012 Indonesia, jumlah penyandang gelar doktor baru mencapai 25.000 orang. Dua tahun kemudian angka itu naik mencapai 75.000 orang, angka ini jauh tertinggal dari Cina yang memiliki 500.000an doktor.
Jumlah doktor Indonesia yang berkualitas taraf internasional masih minim. Untuk meningkatkan jumlah doktor di Indonesia maka mau tidak mau pemerintah harus menggenjot sektor pendidikan.
Justru itu, Massie menyarankan agar perlu mengumpulkan profesor kita yang tersebar di luar negeri, perbanyak perpustakaan, minat baca ditingkatkan kalau mau pendidikan kita mengalami progressing (kemajuan) bukan setback (kemunduran). Berikan facilities and salary (fasilitas dan gaji) yang sesuai kemampuan mereka.
“Saat berada di Southern California University dan New York University ternyata di Southern ini, internasional student cukup banyak khususnya dari China yang hampir 50 persen begitu pula di NYU,” tandas Massie.
Tambah Jerry Massie, adapula MIT di Boston yang kini duduk diperingkat pertama dunia, memiliki jumlah mahasiswa asing terbanyak di Amerika Serikat. Sebanyak 42 persen. Adalagi kampus di New York yakni Colombia University dengan total mahasiswa asing sebesar 32 persen, kampus ini menjadi salah satu kampus dengan jumlah mahasiswa terbanyak di Amerika Serikat.
Sedangkan Northeastern University di Boston, memiliki mahasiswa jenjang S-1 sebesar 18 ribu, dimana 3.400 mahasiswanya terdiri dari mahasiswa asing. Adapula Rice University di Houston sendiri yang memiliki presentase jumlah mahasiswa asing terbanyak. Hampir setengah mahasiswanya adalah mahasiswa asing.
Kampus ini juga memiliki jumlah mahasiswa asing terbanyak di Amerika Serikat. Dengan populasinya sekira 2.255 mahasiswa.
Georgia Institute of Technology sendiri kata dia, menjadi kampus dengan jumlah mahasiswa asing terbanyak di Amerika Serikat pada 2016 lalu sekira 20-ribuan mahasiswanya berasal dari luar Amerika Serikat.
Indonesia masih kalah kelas dengan negara tetangga yaitu Singapura yang menempatkan dua universitanya di peringkat 11 dunia dalam daftar 500 universitas terbaik di dunia yakni: Nanyang Technological University dan National University of Singapore yang dirilis lembaga QS, dengan torehan Ini menempatkan kedua lembaga perguruan tinggi ternama di Singapura itu sebagai universitas terbaik di Asia.
“Bagaimana mau maju banyak dosen yang tak menguasai IT dan bahasa Inggris, kurang riset di luar negeri. Bahkan jumlah mahasiswa kita di luar negeri sangat minim,” tegas Massie.
Jerry Massie juga menyontohkan negara Cina pada 2017/2018 mengirim 363,341 student ke Amerika. Tahun 2015/2016 sebanyak 328,547 pelajar serta 2016/2017 yaitu sebanyak 350,755.
Sedangkan Indonesia 8650 pelajar yang belajar di AS pada tahun 2017/2018. Masih kalah dengan Vietnam yakni 24.325, sedangkan India di posisi kedua 196,271 serta Korea Selatan 54,555 pelajar.
Sampai kini, Massachusetts Institute of Technology (MIT) di Amerika Serikat yang berada di peringkat pertama delapan tahun berturut-turut diikuti Stanford University dan Harvard berada di urutan kedua dan ketiga, disusul Oxford University di Inggris di tempat keempat.
Dalam menentukan peringkat ini, QS menggunakan beberapa kriteria seperti reputasi akademis, penelitian yang dilakukan, rasio antara staf dengan mahasiswa dan seberapa mudah lulusan mendapat pekerjaan.
Sementara Australia jelas dia, menempatkan tujuh universitas terbaik berada di peringkat 100 dunia, dengan Australian National University di Canberra berada di peringkat 29. University of Melbourne berada di peringkat 38. Dua universitas besar di Sydney, University of Sydney dan University of New South Wales saling berdekatan, yaitu masing-masing di peringkat 42 dan 43.
University of Queensland di Brisbane berada di peringkat 47 dan universitas lainnya di Melbourne, Monash University berada di peringkat 58. Dan University of Western Australia di Perth berada di peringkat 86.
Inti persoalannya Indonesia belum bisa membedakan antara politik dan pendidikan. Kerap pendidikan di politisasi demi group and privacy interest tanpa melihat public interest seperti apa?
“Saran saya untuk menaikan ranking dunia universitas, rekrutlah para guru besar yang saat ini mengajar di berbagai universitas ternama di dunia. Kumpulkanlah mereka dan bangun pendidikan Indonesia menjadi lebih baik,” pungkas Jerry Massie.
(***/JerryPalohoon)