Tompaso, BeritaManado.com — Wacana tanggal 7 Juli bakal dijadikan sebagaiHari Bhineka Tunggal Ika menurut Irjen Pol (Purn) Dr Benny J Mamoto SH MSi sangat relevan dengan sejarah Minahasa.
Pemerhati Budaya Sulawesi Utara ini mengatakan bahwa jika hal itu terwujud, maka momentum 7 Juli yang biasa dijadikan sebagai waktu pelaksanaan Festival Pinawetengan dengan sendirinya akan terdongkrak keatas dan dapat menjadi agenda nasional.
“Pada tanggal yang sama di tahun 1974 dilakukan pemugaran terhadap situs purbakala ini. Tanggal inilah yang diambil sebagai momentum pelaksanaan kegiatan Festival Pinawetengan lebih dari 10 tahun terakhir,” kata Mamoto, Sabtu (7/7/2018) kemarin.
Lebih lanjut Mamoto mengatakan bahwa bicara soal persatuan sebagaimana arti dari Bhineka Tunggal Ika Bangsa Minahasa melalui para leluhur zaman dahulu sudah memulainya, dengan menggelar sebuah pertemuan di lokasi Cagar Budaya Watu Pinawetengan.
Adapun latar belakang pelaksanaan pertemuan yang diikuti oleh perwakilan sembilan sub etnis Minahasa yaitu timbulnya berbagai permasalahan, diantaranya soal wilayah kekuasaan teritorial dan lain sebagainya hingga antar sesama anak suku Minahasa terlibat konflik.
Menyadari akan pentingnya persatuan, maka atas prakarsa para Tonaas waktu itu, maka diundanglah semua perwakilan dari Sembilan sub etnis Minahasa untuk berkumpul di lokasi yang saat ini telah terkenal seantero dunia.
“Hasil dari pertemuan itu adalah pembagian wilayah secara adil dan merata, serta tidak menimbulkan pertentangan. Inilah wujud sesungguhnya dari yang namanya demokrasi, dimana secara nasional kita perlu belajar dari apa yang dilakukan oleh para leluhur orang Minahasa,” tutur Mamoto.
Jadi antara sesuatu yang masih wacana dengan fakta sejarah Minahasa, keduanya tidak bertolak belakang jika disandingkan, namun untuk hal yang satu ini tentu merupakan ranahnya pemerintah pusat untuk memutuskannya.
(Frangki Wullur)