Manado, BeritaManado.com – Aksi penghadangan dan pelarangan menggelar aksi pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali, dialami tim pesepeda Chasing the Shadow Greenpeace.
Rombongan dihadang dan diintimidasi sekelompok orang dari beberapa organisasi masyarakat yang mengaku sebagai perwakilan masyarakat Probolinggo, Senin (7/11/2022).
Leonard Simanjuntak, Kepala Greenpeace Indonesia, dalam keterangan pers, Selasa (8/11/2022) menjelaskan, sekelompok ormas tersebut mendatangi tim Greenpeace yang tengah singgah dalam perjalanan di Probolinggo.
Mereka menyatakan menolak kegiatan bersepeda dan kegiatan kampanye Chasing the Shadow di KTT G20 Bali.
“Salah satu teman kami yang ikut dalam rombongan dipaksa membuat surat pernyataan dengan tanda tangan di atas materai agar tidak melanjutkan perjalanan, atau tidak melakukan kampanye apa pun selama KTT G20 di Bali,” ujar Leonard Simanjuntak.
Perihal intimidasi itu, rupanya sudah dirasakan rombongan tim pesepeda Greenpeace sejak mereka masih di Semarang.
Intimidasi dilakukan oleh orang tak dikenal maupun yang berseragam polisi, dimana sekitar tujuh orang yang mengaku polisi sempat mendatangi tim Greenpeace yang sedang on air di sebuah stasiun radio dan menanyakan rencana aksi di Simpang Lima, Semarang.
Padahal Greenpeace tak berencana menggelar aksi di kawasan tersebut melainkan hanya menggelar acara pameran foto, diskusi, dan pertunjukan musik di Gedung Oudetrap, Kota Lama.
Sejumlah aparat berseragam Korps Bhayangkara dan militer juga kerap terlihat di tempat-tempat yang didatangi para pesepeda dan tim Greenpeace Indonesia, seperti di Desa Timbulsloko, Sayung, Demak, dan di Desa Tegaldowo, Gunem, Rembang.
Saat tim bergerak dari Semarang menuju Surabaya, Tim Chasing the Shadow mengalami teror berupa pengintaian dari orang tidak dikenal dan indikasi perusakan kendaraan.
Puncaknya terjadi dalam perjalanan menuju Probolinggo, dimana intimidasi dilakukan secara terang-terangan, baik secara lisan maupun melalui penggembosan ban kendaraan.
“Kami menilai hal ini sangat merusak prinsip demokrasi dan mencederai kebebasan berpendapat yang dijamin dalam konstitusi negara ini. Pola represif semacam ini juga banyak terlihat dalam kasus-kasus perampasan lahan, seperti di Kendeng dan Kulonprogo,” tambah Leonard.
Dalam melakukan kampanye, Greenpeace, dikatakan Leonard, selalu menerapkan prinsip-prinsip antikekerasan.
“Pesan kampanye yang kami bawa dalam kegiatan tur sepeda adalah mengabarkan kepada publik bahwa krisis iklim sudah terjadi di sejumlah wilayah di Indonesia, serta mengancam sejumlah aspek dalam kehidupan kita, termasuk pangan dan sejarah kebudayaan. Justru, kegiatan bersepeda merupakan salah satu cara kami dalam mempromosikan solusi iklim untuk menciptakan masa depan Indonesia yang lebih baik. Sepeda merupakan simbol kendaraan yang paling minim emisinya sebagai solusi iklim,” jelasnya lagi.
Greenpeace kerap mengkampanyekan bahwa salah satu solusi untuk mencegah dampak krisis iklim adalah dengan melakukan akselerasi transisi energi.
Dalam dokumen NDC, jika Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK), transisi energi adalah hal mutlak yang harus dilakukan secara serius, ambisius, dan adil.
Hal ini merupakan seruan Tim pesepeda Chasing the Shadow Greenpeace yang disampaikan secara damai, kreatif, dan terbuka.
“Pemerintah dalam berbagai kesempatan selalu mengatakan tidak bisa berjalan sendiri untuk menangani krisis iklim dan membutuhkan partisipasi publik. Namun ironisnya partisipasi warga negara untuk menyuarakan krisis iklim dan sekaligus solusinya justru dihadapkan pada tindakan represif dan pembatasan ruang demokrasi,” tambahnya.
Leonard mendesak agar pemerintah menghentikan upaya represif terhadap aktivis yang tengah menyuarakan keadilan iklim.
“Negara harus menjamin kebebasan berpendapat seluruh warganya. Tidak ada Indonesia yang maju dengan masih hadirnya represi terhadap aksi-aksi kreatif untuk menciptakan masa depan Indonesia yang lebih baik. Polisi juga harus menjalankan perannya untuk memberikan rasa aman, bukan malah menciptakan ketakutan bagi warga negara,” tegasnya.
(***/Finda Muhtar)