Manado — Kota Manado pada Maret 2020 mengalami deflasi yang lebih dalam sebesar 0,90 persen (mtm), sementara Kotamobagu tercatat inflasi sebesar 0,25 persen (mtm).
Dengan catatan tersebut, inflasi tahunan Manado dan Kotamobagu masing-masing tercatat sebesar 2,93 persen (yoy) dan 3,32 persen (yoy) relatif stabil dan masih berada dalam rentang sasaran target inflasi nasional sebesar 3,0 persen.
Adapun dengan catatan tersebut inflasi tahunan Kota Kotamobagu berada di atas catatan inflasi nasional yang tercatat sebesar 2,96% (yoy).
Deflasi Kota Manado terutama disebabkan oleh penurunan harga-harga pada dua kelompok pengeluaran yaitu Kelompok Transportasi; serta Kelompok Makanan, Minuman dan Tembakau.
Kelompok Transportasi memberikan kontribusi deflasi sebesar 0,73 persen (smtm) dari total deflasi Kota Manado sebesar 0,75 persen (mtm).
Bila dilihat dari komoditas penyusunnya, penyesuaian tarif angkutan udara sebesar 31,30 persen menjadi faktor utama penyebab deflasi Kota Manado dengan kontribusi deflasi sebesar 0,75% (mtm).
Sementara itu, harga komoditas bawang merah, cabai rawit, dan komoditas perikanan yang bergerak turun pada Maret 2019 menjadi penyebab terjadinya deflasi pada kelompok Makanan, Minuman dan Tembakau.
Berdasarkan data Survei Pemantauan Harga Bank Indonesia penurunan harga cabai rawit terutama terjadi di pasar modern, sementara penurunan harga bawang merah terjadi baik di pasar modern maupun pasar tradisional seiring membaiknya pasokan.
Selain itu, penurunan harga komoditas perikanan masih berlanjut seiring cuaca yang membaik sehingga memberikan andil deflasi yang cukup dalam di Kota Manado.
Di sisi lain, pergerakan IHK di Kota Manado juga disumbang oleh pergerakan Kelompok Perawatan Pribadi dan Jasa Lainnya.
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) Arbonas Hutabarat dalam siaran pers mengatakan, pada kelompok tersebut, tekanan inflasi berasal dari komoditas emas perhiasan yang memberikan kontribusi inflasi sebesar 0,11% (smtm).
“Hal ini sejalan dengan kenaikan harga emas dunia pada Maret 2020,” ujar Arbonas.
Berbeda dari kota Manada, pada bulan Maret 2020 kota Kotamobagu kembali mengalami inflasi meski dengan level yang lebih rendah.
Inflasi kota Kotamobagu pada bulan Maret 2020 tercatat sebesar (mtm) lebih rendah dibandingkan inflasi bulan Februari yang tercatat 0,37 % (mtm).
Tekanan inflasi di Kotamobagu kembali disumbangkan oleh Kelompok Makanan, Minuman dan Tembakau yang memberikan kontribusi sebesar 0,26% (smtm) dari total inflasi Kotamobagu.
Berdasarkan komoditasnya, tekanan inflasi di Kotamobagu terutama disumbangkan oleh komoditas cakalang diawetkan, daun bawang, gula pasir, ikan bobara, dan ikan cakalang yang secara total memberikan kontribusi sebesar 1,13 % (smtm).
Namun demikian, penurunan harga komoditas bawang merah, ikan malalugis, cabai rawit dan ikan tongkol menjaga tekanan infiasi Kotamobagu terjaga di level 0,25 persen (mtm).
Bank Indonesia dan TPID Sulawesi Utara memandang positif pencapaian inflasi kedua kota di Sulawesi Utara yang pada bulan Maret 2020 masih bergerak dalam rentang sasaran inflasi nasional sebesar 3,0 +_ 1 persen (yoy).
Memasuki bulan April 2020, risiko terjadinya base effect sebagai dampak pergeseran periode Ramadhan dan Idul Fitri diperkirakan akan memberikan dampak pada inflasi Sulut secara tahunan.
Selain itu, risiko pembalikan arah harga di Kota Manado setelah tiga bulan berturut-turut mengalami deflasi serta pengaruh musiman peningkatan permintaan menjelang HBKN diperkirakan akan menjadi faktor pendorong tekanan inflasi pada bulan April.
Meskipun demikian, masih terdapat potensi penurunan harga seiring kebijakan pemerintah mendorong pelaksanaan social distancing yang diperkirakan akan menurunkan permintaan dan pembatasan operasional pusat belanja dalam rangka mengendalikan wabah COVID-19, maupun melakukan penyesuaian tarif listrik bagi pelanggan 900VA kebawah.
Di tengah potensi tekanan inflasi pada periode wabah COVlD-19 dan peningkatan permintaan menjelang HBKN, kewaspadaan dan perhatian terhadap perkembangan inflasi akan tetap ditunjukkan TPID baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota.
“Upaya pengendalian inflasi Sulawesi Utara akan dilakukan dengan tetap berpedoman pada strategi 4 K (Ketersedian pasokan, Keterjangkauan Harga, Kelancaran Distribusi dan Komunikasi Efektif) serta Roadmap Pengendalian Inflasi Sulawesi Utara 2019-2021,” kata Arbonas.
Lanjutnya, TPID akan memastikan kelancaran distribusi komoditas-komoditas kebutuhan pokok baik yang bersumber dari dalam wilayah maupun Iuar wilayah Sulawesi Utara.
TPID Provinsi Sulawesi Utara bersama TPID ditingkat Kabupaten/Kota pun akan terus meningkatkan koordinasi baik dengan TPID Provinsi lain maupun nasional untuk memastikan kelancaran distribusi di tengah potensi pembatasan akses antar wilayah yang lebih ketat.
Hal ini dimaksudkan untuk memastikan ketersediaan pasokan komoditas-komoditas strategis di Sulawesi Utara.
Dengan pasokan yang memadai dan mudah diakses, diharapkan tidak terjadi kenaikan harga secara cepat.
Dalam konteks ini masyarakat dihimbau untuk berbelanja sesuai kebutuhan dan tidak berlebihan.
“Dari sisi permintaan, Bank Indonesia bersama TPID tetap memperhatikan perkembangan terkini dampak wabah COVlD-19 di Provinsi Sulawesi Utara, termasuk antisipasi kenaikan permintaan kebutuhan pangan sejalan dengan sejumlah program stimulus ekonomi dan perluasan jaring pengaman sosial yang segera diimplementasikan pemerintah,” pungkas Arbonas.
(***/srisurya)