Manado, BeritaManado.com — Larangan mengumpulkan orang banyak pada setiap kegiatan atau hajatan di masa pandemi berimbas bagi mereka yang berprofesi sebagai musisi. Sebelum COVID-19 menyebar, para musisi yang ada di Kotamobagu menghidupi keluarganya dari hasil “ngamen” di acara semisal pesta pernikahan, café dan hajatan-hajatan yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah maupun swasta.
Kondisi ini memaksa beberapa musisi beralih profesi yang bisa dilakukannya. Contohnya Shut Makalalag. Shut yang biasanya bermain organ tunggal terpaksa memilih berprofesi tukang ojek online untuk menyambung hidup ia dan keluarganya.
“Sekarang masih sepi akibat pandemi COVID-19. Memang ada sebagian yang mendapat izin untuk menggelar hiburan, itupun tidak setiap minggu kita main karena memang sepi yang order kami. Beda dulu sebelum ada COVID-19, bisa tiap minggu kami mendapatkan orderan,” tutur musisi asal Desa Poyowa Besar, Kecamatan Kotamobagu Selatan ini.
” Karena kondisi seperti ini, saya akhirnya harus memilih pekerjaan lain meski untuk sementara. Memang pendapataan sebagai ojek tidak sebesar waktu masih mendapat job orkes. Namun, ini harus saya lakukan agar bisa menafkahi keluarga saya,” sambung dia.
Shut dan rekan musisi lainnya sadar betul bahaya COVID-19 sehingga tidak melakukan protes ke pemerintah. Meskipun demikian, dirinya berharap, agar pemerintah dapat memperhatikan nasib mereka sebagai seniman.
“Yah, memang semuanya butuh bantuan termasuk kami seniman. Tapi, kami juga harus memutar otak agar bisa bertahan hidup di masa pandemi ini,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Ikatan Seniman Totabuan (Ikasto) Fauzi Permata mengatakan, kondisi sampai hari ini memang menyulitkan para seniman untuk mendapatkan job. Namun, pihaknya berupaya agar para seniman masih bisa mendapatkan job.
“Semuanya mengeluh akan kondisi ini. Tapi, sebagai seniman, kita harus kreatif agar karya kita bisa menghasilkan pendapatan. Kami juga intens berkomunikasi dengan pemerintah seperti apa perkembangan COVID-19 ini. Memang sudah ada beberapa cafe yang dibuka namun tetap dengan protokol kesehatan, dan para musisi pun kembali mendapat job, tapi tidak semuanya,” jelas Fauzi.
Ia mengaku, yang paling sepi orderan, yakni para seniman musik orkes atau organ tunggal. Menurut Fauzi, hajatan yang dibatasi masih menjadi kendala bagi mereka
Ia dan musisi lainnya hanya bisa berharap pandemi segera berakhir dan para seniman kembali bisa beraktifitas seperti biasa. Meski begitu, Fauzi mengingatkan rekan musisi untuk tidak meninggalkan protokol kesehatan pada saat beraktifitas.
“Intinya adalah bagaimana kita selalu mengutamakan protokol kesehatan. Terlebih menerapkan program 3M yakni, mencuci tangan, memakai masker dan menjaga jarak. Jika kita melakukan hal itu dengan benar dan sungguh-sungguh dalam kehidupan sehari-hari, maka pencegahan penyebaran virus corona akan maksimal,” ajaknya.
(***/Frangki Wullur)
Manado, BeritaManado.com — Larangan mengumpulkan orang banyak pada setiap kegiatan atau hajatan di masa pandemi berimbas bagi mereka yang berprofesi sebagai musisi. Sebelum COVID-19 menyebar, para musisi yang ada di Kotamobagu menghidupi keluarganya dari hasil “ngamen” di acara semisal pesta pernikahan, café dan hajatan-hajatan yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah maupun swasta.
Kondisi ini memaksa beberapa musisi beralih profesi yang bisa dilakukannya. Contohnya Shut Makalalag. Shut yang biasanya bermain organ tunggal terpaksa memilih berprofesi tukang ojek online untuk menyambung hidup ia dan keluarganya.
“Sekarang masih sepi akibat pandemi COVID-19. Memang ada sebagian yang mendapat izin untuk menggelar hiburan, itupun tidak setiap minggu kita main karena memang sepi yang order kami. Beda dulu sebelum ada COVID-19, bisa tiap minggu kami mendapatkan orderan,” tutur musisi asal Desa Poyowa Besar, Kecamatan Kotamobagu Selatan ini.
” Karena kondisi seperti ini, saya akhirnya harus memilih pekerjaan lain meski untuk sementara. Memang pendapataan sebagai ojek tidak sebesar waktu masih mendapat job orkes. Namun, ini harus saya lakukan agar bisa menafkahi keluarga saya,” sambung dia.
Shut dan rekan musisi lainnya sadar betul bahaya COVID-19 sehingga tidak melakukan protes ke pemerintah. Meskipun demikian, dirinya berharap, agar pemerintah dapat memperhatikan nasib mereka sebagai seniman.
“Yah, memang semuanya butuh bantuan termasuk kami seniman. Tapi, kami juga harus memutar otak agar bisa bertahan hidup di masa pandemi ini,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Ikatan Seniman Totabuan (Ikasto) Fauzi Permata mengatakan, kondisi sampai hari ini memang menyulitkan para seniman untuk mendapatkan job. Namun, pihaknya berupaya agar para seniman masih bisa mendapatkan job.
“Semuanya mengeluh akan kondisi ini. Tapi, sebagai seniman, kita harus kreatif agar karya kita bisa menghasilkan pendapatan. Kami juga intens berkomunikasi dengan pemerintah seperti apa perkembangan COVID-19 ini. Memang sudah ada beberapa cafe yang dibuka namun tetap dengan protokol kesehatan, dan para musisi pun kembali mendapat job, tapi tidak semuanya,” jelas Fauzi.
Ia mengaku, yang paling sepi orderan, yakni para seniman musik orkes atau organ tunggal. Menurut Fauzi, hajatan yang dibatasi masih menjadi kendala bagi mereka
Ia dan musisi lainnya hanya bisa berharap pandemi segera berakhir dan para seniman kembali bisa beraktifitas seperti biasa. Meski begitu, Fauzi mengingatkan rekan musisi untuk tidak meninggalkan protokol kesehatan pada saat beraktifitas.
“Intinya adalah bagaimana kita selalu mengutamakan protokol kesehatan. Terlebih menerapkan program 3M yakni, mencuci tangan, memakai masker dan menjaga jarak. Jika kita melakukan hal itu dengan benar dan sungguh-sungguh dalam kehidupan sehari-hari, maka pencegahan penyebaran virus corona akan maksimal,” ajaknya.
(***/Frangki Wullur)