Rapat Dipimpin Ketua BaLeg DPRD Sulut, Teddy Kumaat (Foto BeritaManado.Com)
Manado – Rapat revisi Perda Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penanggulangan Mabuk dan Pengendalian Minuman Beralkohol di DPRD Sulut, Kamis (19/3/2015), menghadirkan pengusaha minuman beralkohol, petani, pemerintah provinsi dan tim ahli penyusun Perda. Rapat dipimpin Ketua Badan Legislasi (BaLeg) DPRD Sulut Teddy Kumaat, didampingi Wakil Ketua Netty Pantow dan Sekretaris A.B Mononutu.
Diawali pemaparan data dari perwakilan Bank Indonesia bahwa di Sulawesi Utara terdapat 62.421 ha lahan pohon seho. Angka ini nomor dua terbesar di Indonesia sesudah Jawa Barat. Produksi aren dan minuman beralkohol cap tikus serta turunannya paling banyak di Kabupaten Minahasa Selatan.
Mengundang Banyak Pihak Pelaku Minuman Beralkohol (Foto BeritaManado.Com)
“Ada dua juta pohon seho di Minsel, Minut dan Tomohon. Jumlah pelaku usaha, produksi turunannya khusus di Minsel ada 1522 KK. Komoditas aren 1119 ton bernilai Rp12 Milyar atau 17 persen dari total komiditas di Minsel”, tutur perwakilan BI.
Sementara tokoh agama Hindu I Dewa Anom mengatakan, produksi cap tikus tak hanya dilegalkan, tapi juga dihidupkan. Dari aspek ekonomi, produsen cap tikus harus meningkatkan standart minuman dari cap tikus menjadi minuman beralkohol standart industri.
Tim Ahli dari Kalangan Profesional dan Akademisi (Foto BeritaManado.Com)
“Produksi cap tikus bukan hanya dilegalkan tapi dihidupkan. Di Sulut masih banyak lahan tidak produktif, bisa ditanam pohon seho. Banyak keluarga menggantungkan hidup dari cap tikus.
Produsen cap tikus dapat meningkatkan standart miras dari cap tikus menjadi minuman beralkohol standart industri. Mencapainya perlu teknologi dan SDM berkualitas”, tukas Anom.
Hedy Wakari, Produsen Minuman Beralkohol (Foto BeritaManado.Com)
Hedy Wakari, salah-satu produsen minuman beralkohol yang menggunakan bahan baku gula aren mengatakan, sudah saatnya minuman beralkohol cap tikus naik kelas. Kesan cap tikus minuman beralkohol khas Minahasa sebagai minuman murahan yang dikomsumsi masyarakat kelas bawah harus dihilangkan.
“Cap tikus merupakan bahan baku minuman beralkohol tapi dikomsumsi langsung sehingga harganya menjadi murah. Padahal jika diolah menggunakan teknologi dapat menjadi minuman beralkohol berlabel, berkualitas dan bernilai ekonomi tinggi”, jelas Wakari.
Koning Lapasi (Foto BeritaManado.Com)
Ketua Asosiasi Produsen Minuman Beralkohol (ASPROMIA) Sulawesi Utara, Koning Lapasi ikut memberikan pendapat. Menurutnya, kuota produksi 120 ribu liter minuman beralkohol per tahun untuk produsen minuman beralkohol masih kurang. Pabrik miras kurang berakibat cap tikus paling banyak dikomsumsi langsung masyarakat.
“Akibatnya, angka kriminalitas termasuk pembunuhan di Sulut lebih banyak dilakukan orang mabuk yang mengomsumsi cap tikus. Karena tidak mungkin menghilangkan cap tikus yang sangat banyak di Minahasa. Jalan satu-satunya harus masuk pabrik diolah menjadi miras berkualitas, berlabel, dapat dijual di hotel, restoran, pub bahkan dieksport. Untuk itu pemerintah perlu memberikan ijin bagi perusahaan miras baru”, ujar Lapasi. (jerrypalohoon)