Manado, BeritaManado.com — Dosen Kepemiluan Universitas Sam Ratulangi (Samrat) Manado, Ferry Liando, menjadi sosok paling getol meminta Pilkada 2020 ditunda.
Ferry Liando menilai dampak pandemi Covid-19 akan berpengaruh pada kualitas demokrasi.
“Kalau sekadar melaksanakan bisa saja. Tapi kita tentu harus melihat dampak risiko dan hasil dari pilkada itu sendiri,” kata Ferry Liando saat menjadi pembicara pada webinar Refleksi Akhir Tahun Covid-19 dengan tajuk ‘Antara Medis, Politik dan Bisnis’, Kamis (31/12/2020).
Liando mengatakan, Pilkada 2020 memang mesti digelar karena sudah tertuang pada Undang-undang (UU) Nomor 10 tahun 2016.
Ia menjelaskan, dalam grand design UU ini, pilkada serentak digelar empat kali yakni 2015, 2017, 2018 dan 2020.
“Dasar pemerintah bersikukuh pilkada tetap lanjut karena ingin mencegah terjadi kekosongan jabatan dan menghargai kedaulatan rakyat. Meski sebenarnya penundaan tidak membatalkan tapi hanya menggeser waktu,” beber Liando.
Ferry menambahkan, Indonesia akan kembali diperhadapkan pada pemilihan serentak di 2024.
Namun konsep awalnya berbeda, karena masyarakat bakal memilih sekaligus mulai dari presiden dan wakilnya, DPR-RI, DPD, DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota, gubernur dan wakil serta walikota/bupati dan wakil.
“Jadi ada tujuh kotak suara 2024 nanti. Bayangkan saja, Pemilu 2019 dengan empat kotak saja banyak KPPS tumbang,” ujar Ferry.
Webinar kerjasama antara Justitia Societas, Indonesian Observer dan BeritaManado.com ini juga menghadirkan sejumlah narasumber diantaranya Taufiq Pasiak, Toar Palilingan, Reiner Ointoe, Amanda Komaling dan Trike Tulung.
(Alfrits Semen)