Manado, BeritaManado.com – Pemilihan Rektor (Pilrek) Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado diduga kembali menimbulkan polemik.
Jika sebelumnya, isu yang tidak sedap terkait dugaan suap mengganjal pelaksanaan pilrek pada pertengahan tahun 2022, pemilihan ulang rektor kali ini kembali bermasalah dengan dugaan perbuatan yang melanggar aturan dan perundang-undangan.
Dalam pengumuman bakal calon rektor oleh Senat Unsrat pada 15 November 2022, satu dari lima nama pendaftar, yakni Dr Flora Pricilla Kalalo SH MH, diduga dinyatakan tidak memenuhi syarat karena sedang menjalani sangsi kementerian.
Hal ini pun menjadi perhatian Flora Kalalo yang prihatin akan kondisi sebuah institusi pendidikan, di mana dalam sebuah agenda pemilihan seorang pemimpin bisa bermasalah hingga dua kali.
“Dalam proses ini, saya pikir langkah paling tepat adalah jalur hukum dan karena masalah administrasi maka kita ambil proses administrasi (PTUN,red). Semua proses dari awal, kita akan buka-bukaan,” ungkap Flora Kalalo.
Menurutnya, hal ini supaya bisa dilihat bagaimana penegakkan hukum di Indonesia, terlebih dari sebuah institusi pendidikan yang akan melahirkan anak bangsa, salah satu di antaranya adalah penegak hukum.
“Sebagai pendidik kita ingin lihat bagaimana undang-undang ini dibuat dan menjadi pelindung bagi masyarakat,” harapnya.
Walau demikian dirinya menegaskan, tindakan yang dilakukannya ini bukan karena berpikir bahwa pencalonan rektor sebuah pertempuran atau kompetisi, tetapi lebih mengambil makna proses menegakkan aturan.
“Sebagaimana ilmu yang saya pelajari, yakni disiplin ilmu hukum maka saya ingin menegakkan aturan itu dan mendapatkan keadilan,” pungkas mantan Dekan Fakultas Hukum Unsrat.
Melalui jalur hukum ini, dirinya sekaligus ingin mengklarifikasi akan informasi dari pihak rektorat yang sangat memojokkannya.
Dirinya berharap penegak hukum bisa menjadi garda terdepan untuk mendapatkan keadilan tersebut.
“Kita berharap penegak hukum bisa memberikan perhatian ketika seorang seperti saya, dalam hal ini PNS (Pegawai Negeri Sipil) dizolimi dengan sebuah skenario besar,” tandas Flora.
Sementara dirinya nanti akan memberikan pandangan hukum dan pendapat hukum, bagaimana negara membingkai dengan sistem hukum yang ada dan pasti memberikan perlindungan yang bisa disaksikan teman media dan masyarakat luas.
“Proses yang ada dalam pemilihan rektor ini betul-betul menginjak marwah hukum itu sendiri, ketika mereka mengabaikan undang-undang yang sudah memberikan perlindungan bagi masyarakat, ketika mengalami problem seperti yang saya alami, yakni tentang sangsi. Saya ingin melihat bagaimana akan dibuktikan,” katanya.
Dirinya kemudian menuturkan secara singkat akan proses yang dialami, di mana sudah melengkapi semua persyaratan pada putaran pertama lalu, sebelum akhirnya dianulir.
Dirinya menjelaskan bagaimana satu suara miliknya kala itu diduga telah dicederai dan dianggap tidak sah karena mencentang di wajah, hingga menjadi pengganjal dirinya untuk tidak masuk tiga besar.
“Tapi kemudian oleh kementerian diulang. Nah pada proses itu sudah sampai tahapan visi misi dan saya seharusnya sudah memenuhi syarat,” jelasnya.
Namun ujian tidak hanya berhenti di situ saja, tiba-tiba dirinya mendapatkan ‘surat sakti’ atau surat sangsi hukuman disiplin.
Proses inilah yang menurutnya sangat dibuat-buat dan mengada-ada, serta menjadi gambaran sebuah keinginan yang luar biasa secara sistematik dan sangat terstruktur, serta masif untuk mengganjal dirinya.
“Saya juga tidak mengerti ada apa sebenarnya, padahal setiap orang kan punya hak konstitusi,” sesalnya.
(jenlywenur)