Bitung, BeritaManado.com – Aktivis dunia pelayanan di Kota Bitung menduga ada upaya instansi terkait, yakni Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas I Kota Bitung untuk cuci tangan terkait kecelakaan kapal LCT Bora V di Perairan Tagulandang Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro (Sitaro) beberapa waktu lalu.
Padahal insiden itu tidak lepas dari faktor kelalaian instansi vertikal milik pemerintah ini, yang tetap mengijinkan kapal LCT Bora V berlayar di tengah himbauan cuaca buruk dari BMKG.
“Kami menduga pihak KSOP saat ini sementara cuci tangan dengan berupaya menyembunyikan sejumlah fakta-fakta pasca peristiwa kapal LCT Bora V mengalami kecelakaan mengakibatkan sejumlah orang dinyatakan hilang,” kata Ketua Serikat Awak Kapal Nelayan Bersatu Sulawesi Utara, Arnon Hiborang, Senin (29/1/2024).
Dugaan itu bukan tanpa dasar. Berdasarkan press release via Medsos KSOP Bitung, Arnon menilai KSOP berupaya cuci tangan atau lepas tanggungjawab karena ada sejumlah penyampaikan yang dinilai janggal.
Pertama, soal pelabuhan tujuan kapal LCT Bora V yang diklaim KSOP adalah Pelabuhan Manado. Arnon menantang KSOP untuk menunjukkan Surat Persetujuan Berelayar (SPB), apakah betul pelabuhan tujuan adalah Pelabuhan Manado atau Pelabuhan Tagulandang seperti informasi yang berkembang saat ini.
Kedua, kata dia, jika memang kapal LCT Bora V sudah keluar dari jalur pelayaran yakni melewati Pelabuhan Manado, kenapa KSOP tidak memberikan peringatan melalui radio dan tetap membiarkan kapal naas itu berlayar ke Perairan Tagulandang.
“Dari dulu kala kapal-kapal barang seperti LCT Bora V ada GPS yang dipantau pergerakannya oleh KSOP dan instansi lain yang berhubungan dengan transportasi laut. Nah yang jadi pertanyaan, kenapa kapal LCT Bora V tidak terpantau saat melewati Pelabuhan Manado dan mengarah ke wilayah Sitaro. Ini yang tanda tanya,” katanya.
Ketiga, lanjut Arnon, soal adanya orang yang tidak masuk dalam list crue kapal LCT Bora V. Ia menilai KSOP tidak melakukan ceck list saat menerbirkan SPB kapal LCT Bora V. Padahal, menurut dia, untuk mendapatkan SPB tidaklah mudah karena ada 11 persyaratan yang harus dipenuhi pengurus/agen dan nahkoda kapal.
“Jumlah crue, jenis angkutan, kelayakan berlayar kapal masuk dalam SPB dan itu semua dicek sebelum KSOP menerbitkan SPB. Jadi kesannya, KSOP tidak melakukan cek di lapangan saat menerbitkan SPB,” katanya.
Dan yang terakhir, kata Arnon, peranyataan KSOP soal cuaca baik saat kapal LCT Bora V meninggalkan pelabuhan Kota Bitung. Menurutnya, saat kapal LCT Bora V berlayar, BMKG telah menerbitkan larangan berkegiatan di laut selama tujuh hari karena cuaca buruk dan dirinya juga mendapat peringatan cuaca itu.
“Kalau cuaca baik, kenapa kapal LCT Bora V berbalik dan berlindung di depan Kelurahan Kareko karena cuaca buruk saat keluar dari Selat Lembeh. KSOP jangan lempar tanggungjawab karena kapal LCT Bora V berlayar seijin mereka,” katanya.
Arnon berharap, pihak KSOP, agen kapal dan nahkoda tidak berupaya untuk menutup-nutupi kasus kecelakaan kapal LCT Bora V, karena ada nyawa dan keluarga yang menunggu informasi jelas.
“Ini harus diusut tuntas karena dari catatan kami, kasus kecelakaan laut di Kota Bitung dari tahun lalu cukup tinggi. Semuanya terjadi akibat faktor kelalaian manusia yang mengkambinghitamkan cuaca. Ini harus jadi bahan evaluasi bersama karena sudah banyak korban,” katanya.
Sementara itu, Kepala KSOP Kelas I Kota Bitung, Syamsuddin dikonfirmasi via WhatsApp menyampaikan penerbitan SPB kapal LCT Bora V sudah sesuai prosedur.
“Prosedur penerbitan SOP sudah sesuai,” kata Syamsuddin singkat.
(abinenobm)