Manado, BeritaManado.com – Bencana alam yang banyak terjadi di masa kini nampaknya menimbulkan pertanyaan tersendiri bagi umat Kristen.
Pada umumnya, yang menjadi pertanyaan adalah bahwa apakah bencana ini menimpa manusia merupakan rencana Allah? Dan apakah bencana yang terjadi ini adalah sebagai bentuk hukuman atas dosa-dosa korban bencana atau ada maksud lain dari Allah melalui bencana alam yang terjadi ini?
Dijelaskan Pdt Marfo Samuel Lintang STh, kedua hal tersebut akhirnya menuntut kita untuk memepertanyakan relevansi iman Kristen dalam konteks bencana alam yang sedang dan mungkin akan melanda kembali dalam kehidupan manusia.
Lanjutnya, Iman Kristen yang umumnya memandang Tuhan sebagai pribadi yang Maha Kasih nampaknya secara tidak langsung menolak pemahaman bahwa Tuhan menghendaki penderitaan melaui bencana agar dialami oleh umatnya sebagai wujud dari penghukumannya atas dosa-dosa yang diperbuatnya.
“Menurut saya, pemahaman ini patutlah kita renungkan lebih jauh sebab konsep Tuhan Yang Maha Kasih baiknya juga harus disandingkan dengan konsep Tuhan Yang Maha Adil,” ujar Pdt Marfo Samuel Lintang kepada BeritaManado.com, Rabu (3/10/2018).
Kedua konsep doktrin ini menurut Wakil Ketua GAMKI Sulut harusnya memberi kesadaran kepada manusia bahwa ada 2 dimensi yang muncul dalam kasus bencana alam dalam kehidupan manusia, yaitu bahwa bencana adalah sebagai saah satu bentuk penghukuman (atau peringatan) atas dosa manusia, namun dalam hal tersebut Allah juga tetap menunjukkan kasih-Nya kepada manusia.
“Tentu umat kristiani terpanggil untuk mengintrospeksi dan retrospeksi diri dalam menghadapi realitas ini. Disamping itu mewujudnyatakan kepedulian kita kepada para korban dengan mengirimkan bantuan bantuan kemanusiaan untuk merecovery keadaan fisik, mental bahkan kondisi spiritual disana,” terang Pdt Marfo Samuel Lintang.
Pdt Marfo Samuel Lintang mengatakan bahwa bencana alam bisa jadi memang adalah peringatan Allah terhadap dosa-dosa yang dilakukan oleh manusia.
“Namun, bencana tersebut belum tentu selalu sebagai wujud penghukuman bagi korbannya,” tutup Pdt Marfo Samuel Lintang STh.
(PaulMoningka)
Manado, BeritaManado.com – Bencana alam yang banyak terjadi di masa kini nampaknya menimbulkan pertanyaan tersendiri bagi umat Kristen.
Pada umumnya, yang menjadi pertanyaan adalah bahwa apakah bencana ini menimpa manusia merupakan rencana Allah? Dan apakah bencana yang terjadi ini adalah sebagai bentuk hukuman atas dosa-dosa korban bencana atau ada maksud lain dari Allah melalui bencana alam yang terjadi ini?
Dijelaskan Pdt Marfo Samuel Lintang STh, kedua hal tersebut akhirnya menuntut kita untuk memepertanyakan relevansi iman Kristen dalam konteks bencana alam yang sedang dan mungkin akan melanda kembali dalam kehidupan manusia.
Lanjutnya, Iman Kristen yang umumnya memandang Tuhan sebagai pribadi yang Maha Kasih nampaknya secara tidak langsung menolak pemahaman bahwa Tuhan menghendaki penderitaan melaui bencana agar dialami oleh umatnya sebagai wujud dari penghukumannya atas dosa-dosa yang diperbuatnya.
“Menurut saya, pemahaman ini patutlah kita renungkan lebih jauh sebab konsep Tuhan Yang Maha Kasih baiknya juga harus disandingkan dengan konsep Tuhan Yang Maha Adil,” ujar Pdt Marfo Samuel Lintang kepada BeritaManado.com, Rabu (3/10/2018).
Kedua konsep doktrin ini menurut Wakil Ketua GAMKI Sulut harusnya memberi kesadaran kepada manusia bahwa ada 2 dimensi yang muncul dalam kasus bencana alam dalam kehidupan manusia, yaitu bahwa bencana adalah sebagai saah satu bentuk penghukuman (atau peringatan) atas dosa manusia, namun dalam hal tersebut Allah juga tetap menunjukkan kasih-Nya kepada manusia.
“Tentu umat kristiani terpanggil untuk mengintrospeksi dan retrospeksi diri dalam menghadapi realitas ini. Disamping itu mewujudnyatakan kepedulian kita kepada para korban dengan mengirimkan bantuan bantuan kemanusiaan untuk merecovery keadaan fisik, mental bahkan kondisi spiritual disana,” terang Pdt Marfo Samuel Lintang.
Pdt Marfo Samuel Lintang mengatakan bahwa bencana alam bisa jadi memang adalah peringatan Allah terhadap dosa-dosa yang dilakukan oleh manusia.
“Namun, bencana tersebut belum tentu selalu sebagai wujud penghukuman bagi korbannya,” tutup Pdt Marfo Samuel Lintang STh.
(PaulMoningka)