Manado, BeritaManado.com – Hari Valentine dapat menjadi momen yang tepat untuk membenahi bagaimana anak muda Kristen di Sulut memaknai hari valentine agar tidak salah kaprah dan malah justru terjerumus dalam dosa.
Kepada BeritaManado.com, Kamis (14/2/2019), Pendeta muda nan enerjik, Pdt Marfo Samuel Lintang STh, memberikan pandangannya terkait hari valentine, hari penuh kasih sayang. Apalagi kita sementara berada ditahun politik yang mengakibatkan sensitivitas antar sesama dan antar kelompok lebih tinggi.
Menurut Pdt Marfo Samuel Lintang, Valentine juga dapat menjadi momen untuk introspeksi diri. Rekonsiliasi hubungan tidak hanya berlaku interpersonal, namun juga intrapersonal, terutama yang terkait dengan percintaan.
“Persoalan cinta seringkali dipandang sepele, padahal pembicaraan tentangnya telah menghabiskan tidak sedikit energi para pemikir bahkan sejak masa Socrates. Cinta merupakan prasyarat bagi lahirnya perdamaian, keharmonisan, bahkan peradaban itu sendiri,” kata Pdt Marfo Samuel Lintang yang juga merupakan Wakil Ketua GAMKI Sulut bidang Aksi, Misi, dan Pelayanan ini.
Lanjutnya, Dalam buku The Art of Loving menyebutkan bahwa cinta adalah seni. Ia memerlukan pengetahuan, latihan, dan praktik.
“Saat ini, banyak orang yang menyebut dirinya sebagai pencinta padahal sebenarnya ia belum pantas menyandang gelar tersebut. Ia hanya mencintai berdasarkan apa yang menurutnya benar, secara pandangan subjektifnya sendiri, dalam artian tanpa pengetahuan. Akibatnya, kecintaan yang mereka anggap baik itu terlihat seperti aksi kedunguan, keegoisan, bahkan kebencian,” terang Pdt Marfo Samuel Lintang.
Banyak sudah ungkapan cinta yang kita suarakan dengan lantang, dari mulai cinta NKRI, cinta umat, cinta persaudaraan, cinta agama, hingga cinta pancasila, semua digelontorkan ke ruang-ruang sosial. Namun, praktiknya jauh panggang dari konsep yang sesungguhnya.
“Kita masih melihat di sana sini aksi pengerusakan, saling sikut antar kelompok, caci maki tanpa batas, bahkan dilemparkan oleh sekaligus ditujukan kepada para tokoh bangsa dan agama,” katanya.
Peristiwa semacam itu menurutnya sama sekali tidak mencerminkan cinta. Karena semestinya cinta mengandung unsur-unsur (merujuk Fromm) perhatian, tanggung jawab, rasa hormat, dan pengetahuan. Jika mengikuti ini, yang terwujud pastilah masyarakat yang peduli akan kehidupan sosial, serta terciptanya relasi yang harmonis antar sesama tanpa memandang suku, agama, atau etnis seseorang.
Hal tersebut akan terlaksana dengan baik jika karakter cinta yang diamini masyarakat berciri aktif bukan pasif. Karena persoalan cinta sebenarnya bukan persoalan dicintai pasif tetapi mencintai pasif atau kemampuan mencintai.
“Pertanyaan yang seharusnya diajukan kemudian, bersediakah kita mencintai dengan ikhlas tanpa terlebih dahulu dicintai? Cinta, dengan demikian, juga bukan persoalan negosiasi atau mengikuti logika pasar. Jika kita mencintai dengan ikhlas pertama yang terjadi, maka birahi untuk memiliki, mendominasi, dan menguasai akan berganti menjadi semangat memberi, mencipta, dan terlibat aktif dalam kedamaian dan kesejahteraan subjek yang dicintai,” jelasnya.
Selain itu, lanjutnya, terkadang kita juga sering terjebak dalam objek (untuk dicintai) bukan kemampuan mencintai.
“Bagaimana saya mencintai orang yang berbeda iman, etnis, atau organisasi, ideologi, dan sebagainya dengan saya? Pertanyaan seperti ini sebenarnya akan memerangkap kita dalam eksklusifitas,” ungkapnya.
Hal yang terpenting menurut Pdt Marfo Samuel Lintang ialah memunculkan kemauan untuk mempelajari cinta kasih sebagai sebuah seni, kemudian melatihnya dengan baik. Ungkapan menarik dari Nelson Mandela yaitu Orang perlu belajar membenci, dan kalau mereka bisa belajar membenci maka mereka akan dapat belajar mencintai, karena cinta tumbuh secara alami dalam hati manusia, bukan sebaliknya
“Karena itu, perayaan Valentine sebenarnya dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki cinta di tengah masyarakat yang saat ini sedang mengalami dekadensi. Kasih sayang adalah aspek yang sangat fundamental dalam menentukan kemajuan suatu tatanan. Jika ada wacana larangan merayakan Valentine sangat tidak berdasar dan hanya menimbulkan dampak negatif; keegoisan dan kebencian,” tutup Pdt Marfo Samuel Lintang.
(PaulMoningka)