BITUNG—Berbagai persoalan lingkungan terus bermunculan ketika dua perusahaan tambang PT Meares Soputan Mining (MSM) dan PT Tambang Tondano Nusajaya (TTN) mulai beroperasi di wilayah Minut dan Kota Bitung. Bukan hanya kerusakan bentangan alam dan hutan, namun kini satwa yang ada di dua wilayah tersebut terancam, hal ini disampaika salah satu aktivis lingkungan Kota Bitung, Ferdy Pangalila, Minggu (11/12).
“Saat ini PT MSM dan PT TTN baru tahap percobaan operasi atau commissioning, namun kerusakan bentangan alam sudah terlihat jelas. Belum lagi efek lain seperti jalur satwa antara Minut dan Kota Bitung terancam terputus akibat pembukaan lahan pertambangan,” kata Pangalila.
Menurut Pangalila, dengan pembukaan lahan disertai peledakan oleh PT MSM dan PT TTN maka jelas satwa yang selama ini hilir mudik antara Minut dan Kota Bitung terhenti. Karena menurutnya, jalur yang selama ini dugunakan satwa telah terbuka dengan areal tambang.
“Salah satu contoh adalah burung rangkong yang hanya bisa terbang dari pohon ke pohon karena tidak dapat terbang jauh. Dan burung ini merupakan salah satu satwa yang hilir mudik ke wilayah Minut dan Kota Bitung,” katanya.
Belum lagi satwa lain, seperti yaki, babi hutan dan rusa yang ikut kehilangan jalur jelajah karena aktivitas pertambangan yang telah memutus akses yang mengubungkan Minut da Kota Bitung. “Hutan satu-satunya akses yang digunakan satwa untuk mejelajah ke wilayah Minut-Kota Bitung, namun kini ruang gerak mereka semakin sempit karena terputus aktivitas pertambangan,” ujarnya.
Lanjut ia mengatakan, masalah terputusnya jalur satwa antara Minut dan Kota Bitung ini sudah pernah disuarakan dalam pemaparan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) RTRW Kota Bitung 2011-2031. Namun sayangnya tim KLHS RTRW Kota Bitung 2011-2031 kurang merespon, karena menurutnya dalam laporan akhir KLHS tidak dicantumkan apalagi direkomendasikan soal dampak dari aktivitas pertambangan yang mengancam satwa di Kota Bitung.(en)