Manado – “Paling banyak calon legislatif (caleg) perempuan minim pengalaman sebagai kader partai politik. Mereka menjadi anggota parpol karena jadi caleg. Pengalaman sebagai anggota parpol sangat penting karena bermanfaat melatih kepemimpinan, manajerial, etika, keterampilan berpolitik”.
Hal tersebut dikatakan pengamat politik yang juga akademisi Unsrat Ferry Liando menyikapi kiprah caleg perempuan di DPRD dan DPR-RI nanti.
“Jika caleg perempuan minim pengalaman politik, maka jika mereka terpilih pasti tidak memberikan dampak terhadap kepentingan publik. Pengalaman sebagai anggota parpol amat penting juga dalam rangka sinergitas visi antara visi parpol dan visi caleg. Jika tidak ada sinergitas, bisa saja ketika jadi anggota dewan, visi politik pribadi caleg terhalang oleh visi lain dari parpol atau fraksi,” ujar Liando.
Jelas Liando, visi yang disodorkan bersifat abstrak. Tidak fokus dan strategis. Hampir semua masalah publik menjadi cita-cita politik jika terpilih. Karena tidak fokus pada satu isu/bidang, maka mekanisme dan strategi memperjuangkan cita-cita politik sangat kabur dan mengambang.
“Caleg harusnya fokus pada salah satu isu saja. Dan isu itu harus dikawal sampai tuntas. Dari perjuangannya membentuk kebijakan dalam bentuk perda, memperjuangkan kebijakan tersebut dalam penetapan anggaran dalam APBD, lalu kemudian mengawasi pelaksanaannya.
Tidak fokusnya visi caleg perempuan pada salah satu isu, maka bisa diprediksi mereka akan kewalahan dan bingung memperjuangkan semua janji-janjinya jika terpilih. Dikhawatirkan dengan kebingungan itu justru tidak bisa berbuat apa-apa di parlemen,” tukasnya. (Jerry)
Manado – “Paling banyak calon legislatif (caleg) perempuan minim pengalaman sebagai kader partai politik. Mereka menjadi anggota parpol karena jadi caleg. Pengalaman sebagai anggota parpol sangat penting karena bermanfaat melatih kepemimpinan, manajerial, etika, keterampilan berpolitik”.
Hal tersebut dikatakan pengamat politik yang juga akademisi Unsrat Ferry Liando menyikapi kiprah caleg perempuan di DPRD dan DPR-RI nanti.
“Jika caleg perempuan minim pengalaman politik, maka jika mereka terpilih pasti tidak memberikan dampak terhadap kepentingan publik. Pengalaman sebagai anggota parpol amat penting juga dalam rangka sinergitas visi antara visi parpol dan visi caleg. Jika tidak ada sinergitas, bisa saja ketika jadi anggota dewan, visi politik pribadi caleg terhalang oleh visi lain dari parpol atau fraksi,” ujar Liando.
Jelas Liando, visi yang disodorkan bersifat abstrak. Tidak fokus dan strategis. Hampir semua masalah publik menjadi cita-cita politik jika terpilih. Karena tidak fokus pada satu isu/bidang, maka mekanisme dan strategi memperjuangkan cita-cita politik sangat kabur dan mengambang.
“Caleg harusnya fokus pada salah satu isu saja. Dan isu itu harus dikawal sampai tuntas. Dari perjuangannya membentuk kebijakan dalam bentuk perda, memperjuangkan kebijakan tersebut dalam penetapan anggaran dalam APBD, lalu kemudian mengawasi pelaksanaannya.
Tidak fokusnya visi caleg perempuan pada salah satu isu, maka bisa diprediksi mereka akan kewalahan dan bingung memperjuangkan semua janji-janjinya jika terpilih. Dikhawatirkan dengan kebingungan itu justru tidak bisa berbuat apa-apa di parlemen,” tukasnya. (Jerry)