KGPM (Kerapatan Gereja Protestan Minahasa) lahir karena terinspirasi dan termotivasi dari gerakan perjuangan rakyat Minahasa yang masih terkelompok dari berbagai organisasi, baik organisasi politik, sosial, keluarga, wilayah dan sebagainya, untuk merebut kemerdekaan.
Setelah KGPM lahir lepas dari Indische Kerk, (Gereja yang diatur oleh Pemerintah Kolonial Belanda), dan berdiri tegak pada tahun 1933, pimpinan dan warganya berjuang juga untuk merebut kemerdekaan.
Puncaknya pada 14 Pebruari 1946 dimana Sejumlah tentara KNIL dan tokoh masyarakat maupun politisi Minahasa yang pro RI dibawah pimpinan Residen Manado B.W. Lapian/juga Ketua Umum PP-KGPM dan Ch. Taulu seorang perwira militer berhasil merebut tangsi tentara KNIL serta menawan tentara KNIL di-Manado.
Peristiwa 14 Pebruari 1946 terkenal disebut sebagai Peristiwa Merah Putih karena berhasil menurunkan bendera Belanda yang berwarna Merah-Putih-Biru menjadi bendera Merah Putih ditangsi tersebut.
Begitu heroiknya Peristiwa Merah Putih ini bagi KGPM, maka tanggal tersebut dijadikan Hari lahirnya Pemuda KGPM, dan sejak itu dan dalam perkembangannya, KGPM dikenal sebagai Gereja Merah Putih, disamping Gereja Perjuangan, Gereja Kebangsaan, Gereja Merdeka, dan Gereja Mandiri.
Dalam perjalanan sejak tahun 1946, KGPM berjalan sendiri dan mandiri tanpa kerjasama dengan Gereja-gereja yang lain istimewa dengan GMIM sebagai gereja tetangga.
Saat DGI (Dewan Gereja-gereja di-Indonesia) berdiri tahun 1950, ada 30 Gereja yang hadir dan menjadi pendiri sekaligus anggota DGI, antara lain GMIM (lahir 30 September 1934), GMIBM (lahir 28 Juni 1950), GMIST (27 Mei 1950) dan KGPM tidak termasuk didalamnya.
Mungkin tidak diundang dan kalau diundang, belum tentu, bahkan dipastikan KGPM tidak hadir karena beban latar belakang sejarahnya, terkait dengan keberadaan dari Indische Kerk, yang dikendalikan oleh penjajah Belanda.
Dari catatan sejarah, ada gereja-gereja yang akrab dengan Indische Kerk, tapi KGPM menentang kehadirannya kemudian berpisah dan mendirikan Gereja sendiri lepas dari segala ikatan dengan Indische Kerk.
Terkait Indische Kerk ini, dalam perkembangan GMIM dan KGPM setelah berdirinya DGI tahun 1950, keduanya menjadi tawanan sejarah dimana hubungannya terasa dingin.
Khusus dalam kepemimpinan GMIM sejak awal dari Ds. E.A.A.D. de Vreede (1934-1935), Ds.C.D.Buunck (1935-1937), Ds.H.H.van Herweden (1937-1941), Ds.G.P.H.Locker (1941-1942), Ds.A.Z.R. Wenas (1942-1951), Ds.M.Sondakh (1951-1954), Ds.A.Z.R.Wenas (1955-1967), tidak ada saling sapa dan komunikasi.
Nanti saat pergantian Ketua Sinode GMIM dari Ds. A.Z.R. Wenas ke Ds.R.M.Luntungan (1967-1979) dan Ketua Umum Pucuk Pimpinan KGPM(PP-KGPM) dari B.W. Lapian ke Ibu Pandean (1969-1974), baru ada komunikasi antara kedua pimpinan Gereja tersebut.
Pertemuan tersebut terjadi awal tahun 1970 atau 1971 (penulis lupa tahunnya yang pasti), dimana Pucuk Pimpinan KGPM dipimpin oleh Ketua Umum Ibu Pandean bertemu dengan Badan Pekerja Sinode GMIM dengan Ketuanya Ds. R.M. Luntungan di kantor Sinode GMIM kota Tomohon.
Pertemuan sangat cair dan penuh tawa.
Tidak terasa ada beban sejarah masa lalu dari kedua gereja ini.
Penulis jadi saksi karena hadir dalam pertemuan tersebut sebagai Ketua Bidang Organisasi KGPM.
Dalam pertemuan ini, antara lain disinggung juga soal kemungkinan KGPM menjadi anggota DGI dan BPS-GMIM menyambut dengan baik, tidak keberatan.
Calon Mahasiswa Pertama dari KGPM di UKIT
Juga ada permohonan dari PP-KGPM kepada BPS-GMIM, kiranya ada calon mahasiswa dari KGPM dapat studi di Fakultas Teologi Universitas Kristen Tomohon (UKIT).
Permohonan PP-KGPM tersebut disambut baik oleh Ketua BPS-GMIM Ds. R.M. Luntungan dan teman-teman anggota BPS-GMIM yang hadir.
Hasil pembicaraan tersebut ditindak lanjuti oleh PP-KGPM, dimana calon mahasiswa pertama dari KGPM yang masuk Fakultas Teologi UKIT adalah Boy Suak dengan biaya sendiri, yang kemudian berhasil meraih gelar S.Th. dan kemudian melanjutkan studi di South East Asia Graduate School Of Theology, Singapore, kerjasama dengan STT Jakarta, dan berhasil meraih gelar Master Of Theology tahun 1992.
Setelah Boy Suak, setiap tahun sampai dengan saat ini, ada warga KGPM yang studi di Fakultas Teologi UKIT Tomohon.
Menindak-lanjuti percakapan tersebut diatas soal keanggotaan DGI, pada tahun 1971, KGPM mengirim utusan untuk menghadiri Sidang hari DGI ke-VII yang dilaksanakan pada tgl 18-28 April 1971 di kampus Universitas HKBP Nommensen Pematang Siantar, Sumatera Utara, dengan status sebagai Peninjau.
Mewakili KGPM pada Sidang Raya ini adalah Penulis sendiri (salah satu Ketua PP-KGPM) dengan Bapak Arie Sekeon, dari KGPM Yeremia Jakarta.
Kemudian pada tahun 1976, KGPM hadir pada Sidang Raya DGI ke-VIII yang dilaksanakan pada tgl 1-12 Juli 1976 di-Salatiga, Jawa Tengah dengan harapan KGPM dapat diterima sebagai anggota DGI.
Namun harapan itu pupus karena ditolak oleh GMIST sebagai Gereja Tetangga KGPM.
Perlu diketahui, untuk menjadi anggota DGI, salah satu syaratnya ada rekomendasi persetujuan dari Gereja tetangga.
GMIM dan GMIBM sebagai gereja tetangga KGPM telah memberikan rekomendasi persetujuan, sedangkan dari GMIST tidak memberikan rekomendasi persetujuan/menolak, karena ada persoalan antara KGPM dan GMIST di kepulauan Siau Kabupaten Sangir-Talaud sebagai wilayah pelayanan GMIST.
Persoalan tersebut ialah ada anggota jemaat GMIST di-Siau ingin menjadi anggota jemaat KGPM setempat, tapi diprotes oleh anggota jemaat GMIST lainnya.
Akibatnya terjadi konflik, dimana antara lain papan nama jemaat GMIST setempat dibuang ke laut oleh calon warga KGPM.
Akibatnya, BPS-GMIST marah besar dan melapor kejadian tersebut pada polisi setempat.
Kejadian ini terjadi pada awal tahun 1970-an sebelum Sidang Raya DGI di-Salatiga.
Atas kejadian itu, maka setelah Sidang Raya DGI thn 1976 di Salatiga, atas jasa baik dari Pdt. Winckler, Sekertaris Persekutuan Gereja-gereja Wilayah Sulutteng, mengajak PP-KGPM untuk bertemu dengan Ketua BPS-GMIST di Tahuna (lupa namanya).
Dalam pertemuan tersebut, PP-KGPM yang diwakili Penulis, secara resmi menyampaikan permohonan maaf atas kejadian di Siau tersebut.
Walaupun awalnya Ketua Sinode emosi dalam sikap dan ucapannya, namun dalam perjalanan waktu, akhirnya BPS-GMIST memberikan rekomendasi persetujuan untuk KPGM diterima sebagai anggota DGI.
Dengan rekomendasi tersebut disamping dari GMIM dan GMIBM yang sudah memberikan rekomendasi persetujuan lebih dulu, maka pada Sidang BPL (Badan Pekerja Lengkap) DGI tanggal 9 September 1979 di-Sukabumi, Jawa Barat, diputuskan KGPM diterima sebagai Anggota DGI.
Penulis hadir mewakili KGPM (disamping sebagai Anggota BPL-DGI).
Sidang BPL-DGI tersebut dipimpin oleh Pdt. Politon dari GKST (Gereja Kristen Sulawesi tengah) didampingi Sekertaris Sidang Dr. S.A.E. Nababan (Sekum DGI).
Setelah diterima sebagai anggota DGI, maka KGPM selalu hadir dalam kegiatan DGI baik dalam bentuk Sidang BPL setiap tahun dan Sidang Raya setiap 5 thn, serta kegiatan-kegiatan lain.
Termasuk hadir pada Sidang Raya PGI terakhir pada tahun 2019 yang berlangsung tanggal 8-13 Nopember 2019 wi-Waingapu, Sumba Timur, Propinsi NTT.
Nama DGI – Dewan Gereja-gereja di Indonesia dirubah menjadi PGI – Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia pada Sidang Raya ke-X tgl 21-31 Oktober 1984 di Ambon.
Perubahan nama itu terjadi atas pertimbangan: “bahwa persekutuan lebih bersifat gerejawi dibanding dengan perkataan dewan, sebab dewan lebih mengesankan kepelbagaian dalam kebersamaan antara gereja-gereja anggota, sedangkan persekutuan lebih menunjukkan keterikatan lahir-batin antara gereja-gereja dalam proses menuju keesaan.
KONAS FK PKB PGI
Dalam perjalanan sejarah ke-Oikumenian di- Indonesia, tahun 2023, ada momen penting bagi KGPM yang menjadikannya pusat perhatian dari Gereja-gereja di Indonesia anggota PGI.
Momen penting itu ialah KPGM akan menjadi tuan rumah pelaksanaan Pertemuan Raya dan Konsultasi Nasional (KONAS) Ke-16 Forum Komunikasi Pria Kaum Bapak PGI (FK PKB PGI) yang akan dihadiri oleh utusan PKB dari Gereja-gereja Anggota PGI seluruh Indonesia serta tamu lainnya.
Acara ini akan berlangsung di Minahasa, dari tanggal 1-10 September 2023.
Ketua Panitianya Wakil Gubernur Provinsi Sulut Drs. Steven Kandouw dan Sekertaisnya Steven Supit, Ketua Komisi KPKB (Kaum Pria dan Kaum Bapak) PP KGPM.
Panitia ini secara lengkap didukung juga secara serasi oleh aparat Pemerintah Provinsi, Kabupaten dan Kota serta warga KGPM.
Acara intinya adalah Laporan Pertanggungjawaban Pengurus Forum Komunikasi Pria Kaum Bapak (FK-PKB PGI) masa bakti 2018, Pembahasan Program 5 thn kedepan dan Pemilihan Pengurus Baru FK-PKB PGI Periode 2023-2028.
Acara juga diisi dengan berbagai Ceramah antara lain dari Menteri Agama (yang sekaligus akan membuka Acara tersebut), Menteri Hukum dan HAM, Menteri UMKM, Menteri Pertanian, Direktur Utama BNI, disamping Ketua Umum MPH PGI Acara diawali dengan Ibadah, juga disi dengan berbagai selingan seperti fun bike/lomba speda, Paduan Suara, Tarian Kabasaran khas Minahasa, penampilan Musik Bambu, Kolintang, dan lain-lain.
Seluruh Acara dilaksanakan di Minahasa, Sulawesi Utara.
KGPM Makin Dikenal Luas
Dengan dilaksanakannya Acara tersebut diatas dengan KGPM sebagai Tuan Rumah/Pelaksana, maka ada beberapa manfaat untuk KGPM yaitu:
- Makin dikenal luas oleh Gereja-gereja Anggota PGI;
- Dengan kehadiran beberapa Menteri dari Kabinet pimpinan Presiden Jokowi, menyegarkan kembali benang merah sejarah KGPM sebagai Gereja Kebangsaan dengan Tema Yesus Kristus Dalam Kebangsaan dan Kebangsaan Dalam Yesus Kristus. Aktualisasinya direfleksikan dalam membangun kerjasama yang erat dengan Pemerintah dalam hubungan kesetaraan untuk melaksanakan program pembangunan bangsa dengan sikap Kenabian;
- Bangkitnya kepercayaan diri pada warga dan PP KGPM yang diwakili Komisi Kaum Pria dan Kaum Bapa (KPKB) yang mampu melaksanakan Acara Tingkat Nasional, dan dimasa yang akan datang tentu siap juga untuk melaksanakan acara berskala internasional;
- Makin meluasnya pengenalan atas budaya Minahasa seperti Musik Bambu, Kolintang dan Tari Kabasaran termasuk makanan khas Minahasa oleh warga Gereja se Indonesia yang diwakili oleh Kaum Bapak dari Gereja-gereja anggota PGI;
- Makin dikenal dan dihayatinya KGPM sebagai Gereja Merah Putih karena nuansanya semua ruangan pertemuan, flyer di berbagai tempat, dan simbol-simbol yang lain, semuanya berwarna Merah-Putih. Bahkan ada Gedung-gedung Gereja KGPM berwarna Merah Putih.
Catatan penting yang lain dari Pertemuan Raya dan KONAS Forum Komunikasi Pria Kaum Bapak PGI, dimana KGPM menjadi tuan rumah/pelaksana adalah berkat kepercayaan yang diberikan oleh Olly Dondokambey SE, sebagai Ketua Umum Forum Komunikasi Pria Kaum Bapak-PGI.
Pimpinan dan warga KGPM tentu sangat berterima kasih kepada Olly Dondokambey, juga sebagai Gubernur Provinsi Sulawesi Utara yang sangat peduli pada KGPM dengan mempromosikan KGPM melalui acara ini.
Dalam persiapan maupun pelaksanaan acara ini, tentu Olly Dondokambey sebagai Gubernur Sulawesi Utara dan jajarannya akan memberi dukungan sepenuhnya bagi kelancaran dan keberhasilan acara ini.
Banyak nilai tambah yang diperoleh KGPM yang bertindak sebagai pelaksana acara tersebut antara lain 5 butir yang disebutkan diatas dan mungkin ada nilai tambah yang lain juga yang belum Penulis sebut.
Warga KGPM secara utuh tentu sangat berterima kasih atas kepedulian Olly Dondokambey bagi KGPM.
Semoga kepercayaan yang diberikan ini, dimanifestasikan dengan kerja keras seluruh warga KGPM dalam mengsukseskan Pertemuan Raya dan KONAS Forum Komunikasi dan Konsultasi Nasional Pria Kaum Bapak PGI yang pelaksanaannya akan dimulai 1 September dan berakhir pada 10 September 2023.
Dengan Semangat dan Tuntunan Tema KGPM “Yesus Kristus Dalam Kebangsaan dan Kebangsaan Dalam Yesus Kristus,” semoga KGPM mengukir sejarah baru dalam perjalanan arak-arakan Oikumene Gereja2 di-Indonesia melalui Acara tsb diatas.
Selamat Beracara dengan meraih sukses terbaik.
Yesus Kristus Kepala Gereja memberkati seluruh Peserta. Amin.
Jakarta, 28 Agustus 2023.
Drs. Markus Wauran
Anggota Majelis Pertimbangan KGPM.