Manado – Ketua Umum Pengurus Pusat Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (PP GMKI), Supriadi Narno, S.Pd menyambangi daerah Nyiur Melambai dalam agenda Round Table Discussion yang digagas oleh GMKI Cabang Manado pada Senin malam (4/8) di Rumah Kopi Bambu Boulevard.
Diskusi yang dihadiri oleh berbagai elemen masyarakat tersebut berlangsung hangat hingga memakan waktu empat jam lamanya. Dengan mengangkat topik “Masa Depan Demokrasi dan Pluralisme Indonesia di Tampuk Kepemimpinan Yang Baru”, Supriadi Narno yang bertindak sebagai Keynote speaker memaparkan pemikirannya mengenai progress demokrasi dan pluralisme di Indonesia yang menurutnya masih berada pada tataran mencari jati diri.
“Potret demokrasi Indonesia dalam 15 tahun terakhir menunjukkan lambatnya pertumbuhan dan kematangan, sehingga menyebabkan segregasi dalam pengimplementasian demokrasi itu sendiri baik di tataran pranata politik, maupun civil society sebagai subjek demokrasi,” papar Narno bersemangat.
Ia menambahkan pula bahwa pluralisme yang tergali dari Pancasila semakin lama semakin menunjukkan pergeseran, yang dibuktikan dengan fenomena konflik horizontal agama dan maraknya sentimen primordilasme yang akhir-akhir ini melanda Indonesia.
Beberapa peserta diskusi yang diantaranya Drs. Ferry Karwur, SH, Taufik Tumbelaka, S.IP, Pdt. Hans Weku, S.Th, Franky Mocodompis, S.Sos, Firman Mustika, SH kemudian mengelaborasi kondisi kekinian demokrasi dan pluralisme Indonesia yang juga melanda daerah Sulawesi Utara, terlebih khusus Kota Manado, yang menurut mereka adalah merupakan etalase pengamalan Pancasila yang dapat menginspirasi Indonesia sehingga semangat Unity in Diversity senantiasa dijunjung tinggi oleh seluruh masyarakat.
Ketua BPC GMKI Manado, Erick G. Kawatu, SE yang bertindak selaku fasilitator kegiatan tersebut mengungkapkan harapannya agar supaya di tampuk kepemimpinan yang baru nanti, Indonesia akan semakin mempertegas jati dirinya sebagai bangsa yang memandang perbedaan sebagai potensi dan intangible asset.
”Kemajuan demokrasi Indonesia sangat ditentukan oleh kematangan generasi muda dalam memaknai demokrasi yang substansial. Oleh karenanya pemberdayaan generasi muda yang berintegritas serta bermartabat adalah modal utama dalam memandang masa depan demokrasi bangsa, yang pada gilirannya akan turut berimplikasi pada
terwujudnya jati diri pluralisme yang diamanatkan Pancasila,” ujar Kawatu mengakhiri. (*)