Jakarta, BeritaManado.com – Kepala BNPB menyampaikan mengenai memberikan kesempatan kepada kelompok usia 45 tahun ke bawah untuk bekerja kembali, ini harus dilihat konteksnya pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 tahun 2020, yaitu pasal 13, jadi ada 11 bidang kegiatan yang bisa diizinkan.
“Kenapa kita menganjurkan para pimpinan di perusahaan di kantor untuk memberikan prioritas kepada kelompok usia yang relatif muda, karena data yang berhasil dikumpulkan oleh Gugus Tugas bahwa usia 60 tahun ke atas mengalami angka kematian tertinggi yaitu 45%, kemudian usia 46 tahun sampai dengan usia 59 tahun mengalami tingkat kematian 40%,” terangnya.
Ini, menurut Doni, data yang kami kumpulkan dalam waktu 2 bulan terakhir dan khusus untuk kelompok usia 46 sampai 59 tahun angka kematian itu 40% khususnya kepada mereka yang punya penyakit penyerta.
“Jadi usia 46 sampai 59 yang wafat itu memiliki penyakit bawaan (komorbid) seperti halnya hipertensi, diabet, kemudian jantung, kemudian penyakit paru obstraksi kronis, kemudian asma, kemudian ginjal, dan sebagainya,” sambungnya.
Kemudian dilihat datanya, lanjut Doni, berarti sisanya 15% adalah usia 45 tahun ke bawah dengan dibandingkan usia 46 tahun ke atas yang mencapai 85% maka tentunya seluruh pimpinan di perusahaan seluruh manajer, para kepala di tiap-tiap bagian yang mempekerjakan karyawan/pegawai haruslah memperhitungkan faktor ini.
“Faktor data yang telah berhasil dikumpulkan oleh Gugus Tugas, gabungan dari ahli epidemiologi dari berbagai perguruan tinggi termasuk tim dari Kementerian Kesehatan,” jelasnya.
Dua kasus kematian tertinggi, tambah Doni, adalah kelompok mereka yang memiliki penyakit ginjal dan dari 10 orang yang terkena Covid-19 tetapi memiliki penyakit penyerta ginjal angka kematian mencapai 7 dari 10 orang, tepatnya 6,8 dari 10, artinya ini sangat-sangat tinggi sekali.
“Kemudian yang kedua adalah jantung, angka kematiannya juga sama tinggi, yaitu 5 orang wafat dari 10 pasien penderita jantung,” tambahnya.
Dengan data ini, Ketua Gugus Tugas sampaikan semua harus mengingatkan kepada seluruh masyarakat Indonesia yang punya penyakit ginjal dan jantung untuk betul-betul melakukan isolasi mandiri secara serius secara sungguh-sungguh, tidak boleh melakukan kegiatan yang berhubungan dengan siapapun juga, apalagi dengan orang yang tidak dikenal.
Menurut Doni, kelompok 45 tahun ini relatif adalah orang yang memiliki mobilitas yang tinggi, dan sebagian adalah para pekerja.
“Sekarang ini saja mereka sudah mengikuti kegiatan bekerja di 11 bidang yang tadi saya sampaikan, mereka harus bisa menjaga diri untuk tidak mendekatkan diri kepada keluarganya,” sambungnya.
Di rumah pun, menurut Ketua Gugus Tugas, harus mampu melakukan protokol kesehatan jaga jarak, termasuk juga ketika akan memasuki rumah, melepas sepatu, melepas barang-barang yang dapat membahayakan penghuni rumah lainnya.
“Ini harus kita ingatkan, kelompok pekerja bukan hanya yang di bawah 45 tahun, tetapi semuanya, ketika pulang ke rumah harus betul-betul memperhitungkan untuk mampu melindungi keluarga yang ada di rumah,” terangnya.
Selama kelompok-kelompok tersebut, lanjut Doni, apakah yang di atas 45 tahun termasuk yang di bawah 45 tahun harus betul-betul memahami bahwa mereka adalah orang-orang yang berisiko menulari kepada keluarga yang lain.
Diakui Ketua Gugus Tugas bahwa Provinsi Bali salah satu di antara provinsi yang tidak menetapkan PSBB, tetapi menunjukan angka laju penambahan positif berkurang, pasien di rumah sakit banyak yang sembuh dan tidak ada penambahan angka kematian.
“Dan tentu ini harus kita hargai, walaupun Bali tidak memutuskan memilih PSBB, tetapi Bali telah melakukan upaya secara maksimal dengan memanfaatkan kearifan lokal. Menggerakan desa adat, gotong royong berbasis adat. Jadi di tingkat desa adat ada gugus tugas tingkat desa adat,” sambungnya.
Provinsi Bali pun, sebagaimana disampaikan Gubernur Bali, sangat siap dengan kehadiran Pekerja Migran dan para anak buah kapal yang akan datang melalui Bandar Udara Ngurah Rai maupun Pelabuhan Benoa.
Mengenai kesiapan kamar untuk karantina, Gubernur Bali menyatakan sangat siap, kapasitasnya sangat memadai, kalau cuma 2.000 itu di Bali sudah disiapkan.
“Jadi enggak ada masalah, bahkan fasilitas yang kami siapkan sangat berkualitas, sangat baik, layak dimanfaatkan. Dan ini memang ditangani langsung oleh gugus tugas dan pembiayaannya oleh perusahaan dari pekerja PMI tersebut,” kata Wayan Koster.
Sementara itu, Gubernur Sumatra Barat, menyampaikan bahwa pendekatan pool test di Sumbar dilakukan dengan teori epidemiologi, bagaimana generasi berikutnya dan seterusnya.
“Yang kedua juga pool test bisa kita gunakan untuk pembebasan PSBB. Nah, untuk pembebasan PSBB ini kita akan tambah dengan pendekatan statistik, yaitu dengan dengan simple random sampling atau multistage sampling. Sehingga nanti populasi yang diambil sampelnya sehingga nanti hasilnya itu bisa merepresentasikan kepada populasi,” ujar Gubernur Sumbar.
Saat ini, menurut Irwan, pool test yang dilakukan kepada 7 kota/kabupaten adalah kepada ODP, OTG dan pendatang di bawah 20 hari itu sifatnya selektif hanya untuk memastikan ini tidak ada yang hidden yang OTG berkeliaran tapi sebetulnya positif.
“Tapi ke depan ketika ingin menyimpulkan pembebasan maka kita dengan pendekatan statistik, yaitu merujuk kepada populasi. Jadi nanti digabung antara pendekatan ini statistiknya dengan pendekatan multistage sampling,” tambah Irwan seraya menambahkan nanti dengan lab digabung menjadi lebih mudah dan dikuatkan dengan kajian epidemiologi.
(***/miltonpantouw)
Baca juga:
Pelonggaran PSBB, Kepala BNPB: Harus Hati-hati dan Tidak Terburu-buru